logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 22

Dave menarik Helena ke kamarnya dari hadapan Steve. Ia lalu segera menutup pintu kamarnya dengan dirinya yang juga berada di dalam kamar. Meninggalkan Steve yang melongo sendirian di luar kamar Dave.
Dave ingin mencegah Helena menjawab pertanyaan Steve. Meski sebenarnya Helena tidak akan bisa menjawab bahkan jika Helena ingin, karena ia terlalu gugup.
Helena yang sudah berada di dalam kamar Dave merasa sangat terkejut dengan tindakan Dave. Ia melotot pada Dave yang sedang memunggungi pintu. Mereka berhadapan dengan Dave yang membelakangi pintu kamarnya.
"Jangan katakan yang sebenarnya pada Steve," ucap Dave lebih dahulu dan menatap tajam Helena dengan kepala sedikit menunduk karena Helena lebih pendek darinya.
Helena menelan ludahnya gugup karena ditatap seperti itu oleh Dave. Ia tidak berani mendongak lebih lama untuk memandang wajah Dave.
"Aku juga tidak ingin melakukannya. Itu juga malah akan membuat masalah untukku," balas Helena sembari melihat ke bawah.
Tidak mungkin ia bilang yang sebenarnya pada Steve. Tentang bagaimana ia tersinggung dengan kata-kata Dave. Tentang bagaimana perasaannya yang sebenarnya pada Steve. Tentang gelas pemberian Steve yang membuat perasaan Helena campur aduk.
Seperti sindiran Dave, ia sebenarnya merasa hatinya tidak rela jika harus menyimpan gelas pemberian Steve. Kenapa juga harus gambar bunga violet yang ada di gelas porselen itu. Dan kenapa Steve mau memberikannya hanya karena teringat kekasihnya yang memiliki nama yang sama dengan bunga violet, lalu kenapa diberikan pada Helena, sedangkan ia gadis yang mencintai Steve.
Itu hanya sebuah gelas, tapi berhasil membuat Helena terombang-ambing dalam perasaanya.
Helena ingin membuang gelas itu jika teringat nama kekasih Steve yang sama dengan nama bunga yang ada di gambar gelas itu. Ia merasa cemburu. Tapi ia terlalu sayang jika harus melakukan itu. Terlalu sayang jika harus membuang gelas porselen itu
Karena itu benda pemberian yang pertama kali ia terima dari Steve.
"Aku juga tidak akan melakukan kesalahan itu di depan Steve, jika saha kau tidak membuatku marah." Helena melanjutkan ucapannya dan kali ini ia membalas tajamnya tatapan Dave.
Dave mendengus. Tapi tidak menyangkalnya, ia sadar hal itu juga. Helena tidak akan bergerak menyiramnya jika ia tidak membuat Helena marah.
Mereka berdua seolah tidak peduli dengan keadaan Steve di luar kamar sampai terdengar suara ketukan dari pintu.
"Hei?!" panggil Steve dari arah luar pintu di sela-sela ketukannya.
Helena melihat ke arah pintu kamar yang berada di hadapannya. Sedangkan Dave menoleh ke belakang tubuhnya karena pintu itu ada dibelakangnya.
Helena menatap Dave dengan pandangan yang sedikit menyalahkan. "Kau malah membuat Steve makin curiga dengan tindakanmu ini, tahu."
Dave melirik Helena dari sudut matanya karena ucapan itu. Saat awal pembicaraan Helena tampak gugup tapi ia sekarang sudah berani menyinggung Dave.
Mungkin karena Dave sering menyinggung dan membuatnya marah, Helena menjadi seperti itu. Mungkin ini balasan untuk sikap Dave padanya.
"Selama kau tidak mengatakan apa-apa, Steve tidak akan memaksamu bicara." Dave berkata dengan nada datar. Ia lalu membuka pintu kamarnya.
Helena merenung. Benar, Steve tidak akan melakukan itu, ia tidak akan memaksa karena Steve bukan orang yang seperti itu.
Dave keluar dan mengabaikan Steve yang memandanginya dengan penasaran. Sepertinya ia tidak mendengar apa yang dibicarakan Dave dan Helena. Mungkin karena mereka berdua sengaja berbicara dengan suara pelan.
"Dave?" Steve menyebut namanya dan tampak meminta jawaban.
"Aku mau ke kantor dan melanjutkan pekerjaanku." Dave berbicara sembari berjalan menjauhi kamarnya.
Setelah itu barulah Helena keluar dan menutup pintu kamar Dave. Meski ia bukan pemilik kamar itu, tapi karena ia yang keluar terakhir, ia merasa berkewajiban menutup pintunya.
"Apa yang kalian sembunyikan?" tanya Steve pada Helena.
Helena menatap Steve sejenak lalu menarik sudut bibirnya, membentuk sebuah senyuman menyesal.
Ia menjawab dengan sengaja memakai nama Dave, "Dave ingin aku merahasiakan hal yang berkaitan tentang itu. Maaf Steve, kau bisa tanyakan langsung padanya."
Helena tidak berbohong tapi ia juga tidak melanggar keinginan Dave.
Helena benar-benar tampak menyesal karena tidak bisa menjawab pertanyaan Steve. "Aku tidak berani melanggar keinginan Dave."
Dan keinginanku, lanjut Helena dalam hati.
*****
Posisi Steve dan Dave sama seperti sebelumnya, Steve duduk di kursi meja kerjanya. Sedangkan Dave duduk di sofa dengan meja berkaki rendah di hadapannya.
Steve memperhatikan Dave yang fokus dengan banyak dokumen perusahaan di genggaman tangannya. Berharap Dave mau mengatakan sesuatu tentang kejadian sebelumnya. Apa jangan-jangan sepupunya itu mau melakukan sesuatu lagi?
Steve tentu tidak lupa, tentang rencana sepupunya itu bersama Helena, yang ingin membatalkan pertunangan yang diinginkan oleh ibunya.
Sedangkan Dave tentu sadar dengan tatapan Steve yang mengawasinya dalam waktu lumayan lama. Tapi ia sengaja mengabaikannya meski ia sudah menebak alasan Steve memandanginya terus.
Steve menyipitkan matanya, ia sadar jika ia tidak berhasil mengganggu Dave yang sedang fokus, hanya dengan tatapannya saja.
"Dave, apa yang kalian bicarakan di dalam kamarmu? Apa yang kau bicarakan dengan Helen?" tanya Steve pada akhirnya.
Dave mengangkat wajahnya, perhatiannya beralih dari berkas di tangannya ke arah wajah Steve.
"Apa?" tanya Dave balik.
Steve semakin menyipitkan matanya dengan serius.
"Apa yang kalian sembunyikan?" tanya Steve sembari mengetuk sebuah pulpen di tangannya ke permukaan meja.
Dave diam sejenak, jika Steve sudah berekspresi serius seperti itu, Dave tidak bisa mengelak dari pertanyaannya.
"Aku akan menjawabnya. Tapi dengan satu syarat." Dave membalas dengan raut wajah tenang.
Steve mengangkat alisnya. "Syarat?"
Apalagi yang diinginkan sepupunya ini? batin Steve.
Dave tidak akan menjawab begitu saja. Ia juga punya pertanyaan pada Steve. Karena itu Dave tidak langsung menjawab pertanyaan Steve dan malah balik bertanya.
"Jawab dulu pertanyaanku. Apa yang kau bicarakan dengan Violet pada telepon terakhir kalian?"
Dave tahu yang menelepon Steve itu memang Violet, karena ia tahu dari nada dering yang dipilih Steve berbeda untuk panggilan dari kekasihnya itu.
Steve menegakkan punggungnya saat Dave bertanya seperti itu. Ia mendengus.
"Pertanyaan macam apa itu?" Steve memandang Dave dengan raut mengejek.
"Kalau kau tidak mau jawab, ya sudah. Aku juga tidak akan menjawab pertanyaanmu," balas Dave mengalihkan pandangannya kembali ke dokumen di tangannya.
"Masalahnya Dave, kau mau tahu apa yang dibicarakan oleh sepasang kekasih? Serius?" Steve menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu kalau kau orang yang seperti itu."
Dave membalas, "Lalu kenapa kau jadi muram setelah menerima telepon darinya terakhir kali?"
Steve diam dengan kening berkerut.
"Itulah yang ingin aku ketahui," lanjut Dave.
Steve menghela napasnya. "Dia salah telepon." Steve akhirnya mau menjawab.
"Hah?"
Tapi jawaban Steve sama sekali tidak dimengerti Dave.
Steve menjelaskan jawabannya dengan lebih detail, "Dia tidak sengaja menekan nomorku saat menghubungi teman kampusnya. Dia mengira sedang menghubungi temannya itu, sampai dia mendengar suaraku. Itu hanya kesalahan. Panggilan telepon itu tidak berarti apa-apa. Tidak ada hal penting yang kami bicarakan karena dia langsung mengakhiri pembicaraan karena alasan sibuk."
Setelah Steve menceritakan semuanya, Dave memasang wajah simpati untuk sepupunya itu. Wajar saja jika Steve merasa muram saat itu.
Steve lalu melempar pulpen dari tangannya ke wajah Dave.
"Kau puas?" tanya Steve dengan nada sarkastis.
Dave langsung saja menangkap pulpen yang dilemparkan oleh Steve. Ia tidak ingin kepalanya terkena sesuatu lagi selain air keran dari dapur.
"Sekarang kau, apa yang kalian sembunyikan? Awas saja kalau kalian menyembunyikan hal penting." Steve memandang Dave dengan tatapan menuntut.
Dave meletakkan pulpen yang ia tangkap ke atas meja. Setelah itu, barulah ia menjawab, "Helena sebelumnya marah padaku dan karena itu dia menyiramku dengan air keran."
"Aku bisa menebaknya. Lalu?"
"Aku tidak ingin kau tahu apa yang kukatakan padanya hingga membuatnya marah. Aku menyuruhnya merahasiakan itu, itulah yang kami bicarakan tadi di kamar."
*****

Book Comment (29)

  • avatar
    Tallu tondokFadly

    cerita ya menarik dan tidak membosankan

    1d

      0
  • avatar
    NuraeniAnisa

    lopyuuu deh buat novellah seruu bangetttt Makasih novellah aku jadi GK kesepian lagi makasih banyakk

    6d

      0
  • avatar
    Mera12

    suka dehh🤗

    20/01/2023

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters