logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 9

"Kak Kevin mau kemana? Sekarang kakak piket bersih-bersih, apa kakak lupa?" Seorang anak berumur 12 tahun menatap Kevin yang sedang membuka pintu.
"Oh benarkah? Aku melupakan itu. Apa kau mau membantuku? Sekarang aku harus pergi," Kevin menatap penuh harap.
"Memangnya kakak mau kemana? Bukannya kerjaan kakak libur hari ini? Jika aku tahu kemana kakak pergi, mungkin aku akan pertimbangkan membantu kakak," balas bocah itu.
"Aku masih harus bekerja, karena sekarang aku menambah pekerjaan baru, yaitu menjadi pegawai swalayan. Jadi tolong bantu aku ya!" Kevin menyatukan telapak tangannya tanda permohonan.
"Maaf ya kak. Sayangnya aku juga piket hari ini."
Kevin lemas, " Kenapa tidak kau katakan-" belum selesai perkataan Kevin, bocah itu berkata,
"Tapi aku bisa meminta bantuan pada yang lainnya. Kakak tenang saja, mereka pasti mau membantu karena mereka pasti mengerti."
Kevin tersenyum.
"Jika menyangkut pekerjaan kakak, apa boleh buat. Kami juga kadang merepotkan kakak. Tidak.. kami selalu merepotkan kakak. Jadi tenang saja. Dan, kakak semangat ya!"
Kevin tertegun. "Rein.." ia menyebutkan nama bocah itu. Kevin tersenyum lagi. Merasa terbantu sekali dengan sarannya.
"Tapi jika kakak larut pulang dan besok telat bangun tidak ada keringanan, ingat itu!" Rein menunjuk wajah Kevin.
"Eh, kenapa aku merasa kau mengancam ku? Tidak perlu setengah-setengah, aku tahu kau itu anak baik."
Rein mengangkat bahu, malu karena melihat raut Kevin yang terharu padanya. Makannya dia menambah dengan ancaman.
"Aku hanya mengingatkan. Jika itu terjadi, tidak ada yang bisa membantu kakak."
Lalu Kevin pergi dengan melamun.
Aku beruntung tinggal di rumah panti ini sejak kecil. Sekitar dua puluhan anak tinggal di panti denganku. Aku adalah anak yang paling tua.
Sebenarnya aku bisa keluar dari rumah ini dan bisa hidup mandiri seperti anak-anak yang lebih tua dariku dulu. Tapi aku tidak bisa meninggalkan adik-adikku di panti ini. Aku terlalu sayang dengan mereka. Aku tidak bisa membayangkan keadaan mereka jika aku pergi.
Pemilik panti asuhan memberi kami tempat tinggal ini. Dia yang menanggung semuanya seperti biaya tagihan listrik dan air. Dia juga menyuplai bahan makanan kami sesuai jadwal nya.
Kami hanya perlu mengurus rumah ini. Mematuhi semua peraturan yang tertulis. Dan yang tidak tertulis seperti jadwal piket bersih-bersih, karena selalu berubah jika ada yang keluar dari panti karena diadopsi atau karena sudah cukup usia untuk hidup mandiri.
Pemilik panti tidak mengurus kami secara langsung. Dia mengutus wakilnya melakukan itu. Kami memanggilnya Nyonya Clark. 
Ia mengatur kegiatan di panti. Mengontrol kehidupan kami seperti menghemat listrik, air dan bahan makanan agar cukup sampai penyediaan di bulan selanjutnya.
Dia tegas pada kami tapi dia orangnya baik. Begitu juga pemilik panti. Walaupun Kami dipaksa bekerja, kami merasa tetap diperlakukan dengan baik. Karena kami bekerja hasilnya juga untuk kami sendiri.
Kami butuh sekolah. Biayanya dapat kami peroleh dari pekerjaan kami yaitu membuat roti dan menjualnya di toko roti saat pagi hari. Toko roti berada satu halaman dengan rumah panti. Lalu toko akan dijaga oleh wakil pemilik panti. Dia mendapat sedikit bagian juga dari penghasilan.
Sayangnya walaupun sudah bekerja, kami tidak memenuhi semuanya karena kami orangnya banyak. Kami juga perlu perlengkapan lainnya. Seperti alat tulis, tas, dan lainnya. Memang kadang sumbangan membantu kami mendapat pakaian dan lainnya. 
Tapi itu tidak selalu ada dan aku tetap harus bekerja sampingan lagi untuk mendapatkan semua itu.
Mereka, anak yang lebih muda tidak bisa mendapatkannya jika aku pergi. Beberapa hari yang lalu, tas Edward rusak. Dan hanya aku yang bisa membelikannya. Beberapa minggu lalu, Jessie membutuhkan banyak buku tulis, aku harus memberi sebagian buku ku padanya. Beberapa bulan lalu, Rein perlu mengumpulkan uang untuk membeli bahan tugas kelompoknya. Aku membantunya mencari barang bekas yang bisa digunakan.
Mereka memang lebih beruntung dari anak panti lainnya yang bisa saja menderita. Tapi tetap saja..
Bagaimana keadaan mereka jika aku pergi?
Itulah yang dipikirkan Kevin sebelum akhirnya berlari karena sadar hampir terlambat ke tempat kerjanya.
*****
Sore ini Diana mendapat panggilan telepon dari salah satu teman kerjanya, ia diminta untuk datang ke restoran walau hari ini Diana libur. Diana terpaksa datang karena menggantikan temannya itu yang tidak bisa kerja hari ini dan akan menggantikan Diana dihari lain.
Ketika Diana sampai di restoran tempat ia bekerja, ia langsung menemui manajernya.
"Aku mau menggantikan Isabel yang sedang sakit. Ia akan mengantikan waktuku ketika sudah sembuh," Diana berkata pada manajernya.
"Baiklah. Isabel juga sudah menelepon ku dan memberitahukan tentang ini. Dia sedang sakit flu."
"Aku berharap dia segera sembuh," kata Diana.
Manajernya mengangguk, "Jika tidak parah, dia akan sembuh beberapa hari saja. Kau bisa bekerja sekarang."
Diana mengangguk dan segera melaksanakan pekerjaannya.
Saat ini ia menyambut seorang yang baru masuk.
"Selamat datang.." Diana berkata sambil tersenyum. Walau senyumannya menjadi kaku beberapa detik setelah melihat orang yang baru datang itu.
Diana mengabaikan rasa canggungnya yang tiba-tiba datang. "Silakan ke sebelah sini.."
Orang itu mengikuti Diana menuju sebuah meja kosong. Dia menuruti Diana yang mempersilahkannya untuk duduk di situ.
Diana lalu menyerahkan buku menu padanya. Dia lalu memilih pesanannya sambil ditunggui oleh Diana.
Setelah orang itu selesai memesan, Diana segera pergi menyampaikan pesanannya. Diana menyadari orang itu tidak mengatakan apapun padanya selain memesan. Orang itu tentu kenal dengan Diana.
Beberapa menit kemudian, Diana kembali datang padanya sambil membawa pesanannya.
"Kau bekerja disini?" Dia bertanya pada Diana saat Diana menaruh pesanannya di meja.
Diana tak menyangka ditanyai oleh orang itu, Diana mengangguk sebagai jawaban.
"Begitulah. Sebenarnya aku libur hari ini. Tapi terpaksa bekerja untuk menggantikan temanku yang sakit," Diana tidak tahu kenapa dia menjelaskan hal itu.
"Apa ini pertama kalinya kau datang ke sini?" Diana berharap ucapan sebelumnya diabaikan dengan pertanyaannya ini. Meski ia ragu ucapannya dihiraukan.
Orang itu mengangguk mengiyakan.
Di saat yang sama David memasuki restoran dimana Diana bekerja. Saat masuk ia disambut pelayan di sana.
"Dimana Diana? Aku berharap dia yang melayani ku." Pelayan itu kelihatan bingung lalu tanpa sadar melihat Diana yang melayani pelanggan lain.
"Oh, ternyata di sana." David permisi meninggalkan pelayan itu.
David mendekati Diana yang terlihat berbicara pada pelanggan yang dilayani Diana.
"Diana, bisakah kau yang melayani ku?" Diana terkejut dengan kedatangan David. Membuatnya berhenti berbicara dengan orang itu.
"Kakak, kenapa kau disini?" tanyanya spontan.
"Aku adalah pelanggan mu. Bolehkah aku bergabung?" David bertanya pada orang yang duduk. Ia menunjuk kursi kosong di depannya setelah menjawab pertanyaan Diana.
Orang itu terlihat berpikir untuk menolak atau menerima.
"Kulihat kalian sepertinya akrab," kata David lagi sembari menunggu jawaban.
"Aku teman sekolahnya. Silakan duduk," orang itu akhirnya mengizinkan David duduk.
"Terimakasih," kata David.
" Baiklah, sekarang kakak pesan apa?"
David melihat ke atas meja. "Aku ingin seperti pesanannya."
"Eh, baiklah." Setelah itu Diana pergi meninggalkan kedua orang itu.
"Siapa namamu?" tanya David ramah.
"Revan Gael." Orang itu menjawab.

Book Comment (130)

  • avatar
    Astin

    Penasaran,, apa masih ada lanjutannya..?? novel nya sangat bagus, dan lumayan menguras air mata

    05/01/2022

      0
  • avatar
    أكسل ماما

    good

    20d

      0
  • avatar
    SolehMuhammad

    seruuu

    12/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters