logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 10

"Apa kalian memang dekat?" David bertanya dengan semangat. David jarang melihat Diana bersama temannya. Bahkan Diana tak pernah mengajak seorang pun ke rumahnya.
"Kami sebenarnya jarang bertemu."
"Oh begitu," David kehilangan semangatnya.
David menyadari perkataan Revan sebelumnya. "Kalian teman satu sekolah, tapi kalian bukan teman sekelas?" Tanya David karena jika mereka teman sekelas Revan akan mengatakannya.
Revan mengangguk.
"Jadi itu alasannya kalian jarang bertemu," kata David.
Hening beberapa saat sampai David menyambung ucapannya. "Oh ya, apa kau pernah melihat dia bersama temannya? Apa kau tahu teman dekat Diana?"
Revan menggeleng, "Aku jarang melihatnya bersama temannya. Jadi aku tidak tahu siapa teman dekatnya."
Begitu juga denganku, batin David yg tak pernah melihat Diana dekat dengan temannya.
Revan tiba-tiba teringat seseorang yang kadang berada didekat Diana. Tapi ia tidak tahu apa yang terjadi jika dia mengatakan pada David bahwa adiknya sering diikuti seorang pemuda yang sudah ditolak berulang kali oleh Diana.
Revan memilih tidak memberitahu hal itu. Ia juga tidak mau terlibat.
*****
"Ternyata dia anak yang pendiam, tapi kurasa dia baik." David bicara pada Diana ketika mereka di rumah. Diana melepas sandalnya dan meletakkan di rak sepatu.
"Siapa?" Diana berdiri, ia merasa heran dan aneh karena ucapan kakaknya.
"Aku rasa pernah mendengar kau menceritakan namanya sebelumnya. Revan Gael?" David lebih dulu berjalan diruang tamu.
"Apa yang mau kakak bicarakan?" Diana mengerutkan keningnya. Ia mengekor dibelakang kakaknya.
"Tak usah pura-pura tidak mengerti. Kau terlalu pintar untuk itu. Si jenius." David menoleh pada Diana yang dibelakang nya.
"Entahlah." Diana tak peduli.
"Kau pernah bercerita tentang dia sekitar tiga tahun lalu kalau tidak salah," David mengingat-ingat.
"Aku sudah lupa," Diana melewati kakaknya dan masuk ke kamar.
David tersenyum melihat Diana.
*****
Kevin merapikan buku di atas mejanya. Ia baru saja selesai menyalin tugas temannya. Tugas itu akan dikumpul nanti saat jam pelajaran setelah istirahat. 
Sekarang adalah jam istirahat dan ia baru menyalin tugas, beruntungnya bisa selesai dengan cepat.
"Hei, Kevin! Guru mencari mu. Sekarang adalah piket mu dan kau belum ke ruang guru," tiba-tiba salah satu teman sekelasnya memanggilnya.
"Sial, aku lupa!" Kevin segera bangkit dari tempat duduknya.
*****
Diana berjalan menuruni tangga, ia berniat ke perpustakaan seperti biasanya. Tinggal sebulan lagi sebelum ujian kenaikan kelas.
Tiba-tiba Diana mendengar langkah kaki tergesa-gesa menuruni tangga. Suara itu dari belakang Diana. Sama dengannya yang sedang menuruni tangga.
Tiba-tiba pemilik langkah kaki itu tersandung dan hendak meraih Diana disebelah kirinya karena reflek mencari pegangan tapi tak terjangkau.
"Aaaa.."
Layaknya adegan dalam mode slow motion,
Diana melebarkan matanya melihat tubuh Kevin melayang bersiap jatuh di sebelah kanan tubuhnya. Tangan kiri Kevin terulur padanya. 
Diana mencoba menangkap tangan kiri Kevin dengan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya berpegangan di pembatas tangga yang memang hanya ada disisi kiri tangga. Sedangkan sisi kanan adalah dinding.
Berhasil. Diana berhasil menahan tubuh Kevin walau Kevin harus tetap jatuh terduduk di tangga. Setidaknya dia tidak sampai jatuh ke bawah. Diana merasa kaki dan tangannya kesakitan karena memaksakan diri untuk menahan berat badan Kevin.
Untungnya Kevin tadi tak langsung meraih Diana tari. Kalau tidak, Diana pasti tidak siap dan ikut terjatuh juga. Hampir saja.
"Aduh.." keluh Kevin.
"Hah.." Diana menghela napas sambil melepaskan tangannya.
Posisi Diana berlutut setengah duduk di tangga.
"Kau berat sekali hampir saja aku tidak kuat menahan mu."
"Diana kau tidak apa-apa?" Kevin segera bangkit.
Diana menggeleng. "Kenapa ini bisa terjadi?"
"Aku terlalu terburu-buru tadi. Itu salahku, maaf merepotkan mu."
"Kau boleh pergi sekarang. Aku tidak tau apa alasanmu tapi bukannya kau buru-buru?"
"Bagaimana dengan mu? Kau yakin baik-baik saja?" Kevin melihat Diana yang lemas karena sakit pada tangan dan kakinya. Ototnya pasti kaget dengan beban.
Namun Diana mengangguk. Setelah Kevin menghilang dari pandangannya, Diana mencoba berdiri. Ia mulai melangkah menuruni tangga.
Beberapa langkah kemudian Diana tiba-tiba merasa kakinya terkilir begitu sakit. Langkahnya goyah dan tangannya tak bisa menahan lagi karena sama-sama sakit.
"Aku."
Diana menutup matanya saat merasa dirinya melayang hendak jatuh. Tangannya terulur ke depan secara reflek seperti siap menjadi tumpuan.
Kali ini dirinya yang jatuh, cepat sekali prosesnya hingga saat Diana merasa lantai sudah dekat ia menutup matanya.
BRUKK, kemudian terdengarlah suara benturan.
*****
Revan mendengus kesal pada seseorang yang telah menyenggol lengannya dari depan. Orang itu bahkan tidak berhenti dan minta maaf. Hanya terus melangkah menjauhi Revan.
Revan melihat orang itu. Memang hanya dia yang berani membuat ku kesal', batin Revan kepada orang itu yang ternyata adalah Kevin.
Revan melanjutkan langkahnya. Ketika didepan tangga Revan menyadari seseorang melayang kearahnya dari atas. 
Tapi sayangnya Revan menyadari itu ketika tiba-tiba tubuh orang itu sudah menimpa dirinya. Sehingga dia tidak sempat melakukan apapun.
BRUKK
Mereka berdua terbaring di lantai setelah benturan keras.
"Akh."
Revan berusaha membuka matanya. Pandangannya kabur dan ia merasa sakit di kepalanya. Kemudian pandangannya gelap. Ia tak sadarkan diri.
*****
Diana membuka matanya saat ia merasa menabrak sesuatu yang keras. Meski keras ia merasa terkejut karena jelas ia bukan menabrak lantai karena itu tidak sekeras lantai.
Selanjutnya Diana menemukan dirinya berada di atas tubuh seorang pemuda. Pemuda itu terlihat kesakitan. Matanya terbuka sedikit sebelum tertutup rapat.
"Oh tidak!"
Diana terkejut dan panik. Ia segera bangkit dan menggoyangkan tubuh pemuda itu sambil memanggil namanya. Tapi tak ada respon yang berarti. Diana ketakutan. 
Setelah menyelamatkan orang lain, kali ini ia diselamatkan orang lain.
Tidak. Orang lain itu menolongnya tanpa sengaja, dia tidak ada niat menolong karena dia korban disini. Jadi Diana lebih merasa seperti ia menyelamatkan orang lain kemudian ia melukai orang lain. Walau sebenarnya tidak disengaja.
*****
Revan membuka matanya perlahan, pandangannya kabur. Ia harus mengedipkan matanya beberapa kali supaya pandangannya lebih jelas. Ia langsung bisa merasakan sakit di kepalanya.
Ia melihat sekeliling dan menemukan seorang gadis menatapnya dengan mata yang melebar.
"Kau sadar... Bagaimana perasaan mu?"
Revan mendengar suara dari sebelah kirinya. 
"Kau," Revan bergumam melihat Diana.
"Aku benar-benar minta maaf. Kau begini karena aku," ucap Diana.
Revan ingat apa yang terjadi sebelumnya. Ia mengerti maksud Diana. Revan berusaha duduk. Ternyata dia berada di ruang UKS sekolah sekarang.
"Sekarang jam berapa?"
"Eh, sekarang..." Diana melihat jam tangannya. Ia kemudian sadar jamnya retak dan jarumnya berhenti bergerak. Pasti karena terbentur saat jatuh. 
Diana lalu mencari jam di seluruh sisi ruangan dan menemukan jam dinding yang jarum detiknya bergetar di satu angka. Dan Diana menunggu beberapa detik untuk memastikan jarumnya bergerak atau tidak. 
Oke, sepertinya baterai jam itu baru saja habis, Diana bertanya dalam hati, bisa-bisanya terjadi kebetulan seperti ini.
Suara bel yang menandakan selesainya pelajaran hari ini berbunyi dan terdengar sampai di ruangan. Sudah waktunya pulang.
"Sekarang waktunya sekolah bubar," Diana akhirnya bisa menjawab dengan dibantu oleh bel itu.
"Selama itu? Aku disini selama itu? Dan kau, apa kau disini selama itu juga?"
Diana mengangguk.
*****

Book Comment (130)

  • avatar
    Astin

    Penasaran,, apa masih ada lanjutannya..?? novel nya sangat bagus, dan lumayan menguras air mata

    05/01/2022

      0
  • avatar
    أكسل ماما

    good

    20d

      0
  • avatar
    SolehMuhammad

    seruuu

    12/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters