logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

When Love Comes

When Love Comes

LeeNaGie


Chapter 1 Mencoba Baik-baik Saja

Pagi yang cerah di kota Mumbai, tampak seorang wanita sedang sibuk mempersiapkan sarapan di apartemen yang terbilang mewah. Ia menata makanan yang dihidangkan dengan begitu rapi. Beberapa lembar Naan, saus rempah dan susu hangat telah tersedia di atas meja.
Selesai menyiapkan sarapan, ia melangkah ke kamar lalu membangunkan putra semata wayangnya yang dua hari lagi genap berusia 5 tahun.
“Bangun sayang, sudah pagi. Air mandinya sudah ibu siapkan,” ucapnya sambil mengelus rambut putranya.
Sebenarnya ia tidak tega membangunkan putranya yang sedang tidur nyenyak, tapi harus dilakukan agar wanita itu tidak terlambat tiba di kantor pagi ini.
Perlahan mata kecil itu mulai terbuka. Terlihat sepasang mata yang indah seperti milik ibunya. Meski laki-laki, namun ia begitu banyak mewarisi gen dari ibunya.
“Ibu...,” sapanya sambil tersenyum, lalu bangkit memberikan sebuah pelukan kepada ibunya.
Maya membalas pelukan itu dan memberikan sebuah kecupan di kening putranya.
“Ayo bangun sayang, nanti kita terlambat,” ujarnya lagi.
“Hmmm,” gumam putranya segera bersiap mandi.
Setelah memandikan putranya, Maya memanggil adiknya untuk sarapan.
“Janki, ayo sarapan!” panggilnya setengah berteriak.
Seorang gadis berusia 22 tahun segera berhamburan ke luar dari kamarnya menuju meja makan. Segera dimasukkannya Naan ke dalam mulut dengan cepat, lalu minum susu yang telah disediakan oleh sang Kakak.
Maya hanya bisa tersenyum tipis sambil menggelengkan kepala, ketika melihat tingkah adiknya.
“Hati-hati, nanti kamu bisa tersedak,” tegurnya sambil menyipitkan mata.
“Hahu hahus huhu-huhu kak phaghi hinhi hahu hahus hehada dih hemhat hinhehjiew hamh 08.00 (aku harus buru-buru, Kak. Pagi ini aku harus berada di tempat interview jam 08.00),” tuturnya tidak jelas.
Roti yang masih menghuni rongga mulut, segera ditelannya.
“Jika terlambat, bisa-bisa aku dieliminasi karena tidak disiplin,” lanjut Janki.
Ponakannya hanya bisa membulatkan mata melihat tingkah Janki yang masih seperti anak ABG, meski sudah memasuki usia dewasa. Mereka bertiga sama-sama memiliki mata yang indah, hanya bedanya Janki memiliki kulit yang lebih terang dibanding kakak dan ponakannya.
Setelah selesai sarapan, gadis itu pamit dan bergegas pergi menuju halte bus yang tidak jauh dari rumah.
Maya hanya bisa berharap semoga adiknya bisa berubah jadi disiplin, sebelum mendapatkan pekerjaan.
“Kamu lihat Raja?! Jangan tiru tantemu yang tidak disiplin. Jika kamu tidak belajar disiplin dari kecil, nanti kamu akan kewalahan seperti tantemu.”
Maya mengingatkan Raja agar menanamkan sifat disiplin sedari kecil.
Raja mengangguk paham. Meski masih kecil, dia mempunyai pola pikir lebih dewasa dibanding anak seusianya. Dia juga tipe anak yang mandiri, semua dilakukan sendiri kecuali mandi yang masih dimandikan oleh ibunya.
Setelah sarapan, Maya bergegas mengantarkan putranya ke Sekolah Bermain. Dia harus meninggalkan Raja di sana, karena tidak ada yang menjaganya di rumah. Jika Janki pulang lebih dahulu, maka ia yang akan menjemput Raja ke sana.
Maya segera memacu mobilnya menuju kantor, agar bisa tiba sebelum jam kerja dimulai.
“Bagaimana keadaanmu pagi ini?” tanya Mr. Khan pada Maya ketika tiba di kantor.
“Baik, Pak,” jawabnya singkat.
“Maya, dengar. Tidak baik untuk terus berpura-pura terlihat baik-baik saja, padahal kondisimu sebaliknya,” ucap Mr. Khan sambil berjalan ke ruangannya.
Dia memberikan isyarat kepada Maya untuk duduk.
“Sampai kapan kamu akan berpura-pura seperti ini? Orang lain bisa kamu bohongi, tapi tidak denganku. Aku sudah mengenalmu selama sepuluh tahun, jadi aku sudah tahu kamu dengan baik.”
Mr. Khan memandangi Maya dengan saksama. Meski Maya adalah karyawannya, namun pria itu sudah menganggapnya seperti anak sendiri. Kesetiaan Maya bekerja di sana, membuat Mr. Khan menaruh perhatian kepadanya.
Maya hanya diam, jika sudah seperti ini. Dia tidak bisa lagi mengelak dari bosnya. Sebaik apapun menutupi keadaan, Bosnya akan segera tahu.
“Lihatlah ini.”
Mr. Khan menyerahkan sebuah amplop berwarna putih berbentuk persegi panjang.
Maya segera membuka amplop itu dan melihat isinya. Dia membaca sebuah kertas yang tertulis tiket pesawat dari Mumbai menuju Jakarta untuknya dan Raja. Wanita bermata indah itu mengerutkan keningnya, karena tidak mengerti.
“Pergilah ke Indonesia. Bawa juga putramu. Aku tidak sanggup melihatmu seperti itu. Aku harap dengan suasana berbeda, kamu bisa menenangkan pikiran,” jelas Mr. Khan.
“Oya, kamu ke sana bukan hanya liburan saja. Tapi ada pekerjaan juga yang harus kamu lakukan,” tambahnya lagi.
“Maksudnya, Pak?” tanya Maya ingin mendengar lebih jelas arahan dari Bosnya. Dia memfokuskan pandangan ke arah Mr. Khan.
Mr. Khan menyandarkan tubuh ke punggung kursi dan melipat tangan di depan dada.
“Aku mengirimmu sebagai perwakilan kantor majalah kita ke Indonesia selama tiga bulan. Di sana kamu akan melakukan perjalan wisata dan harus mengirimkan artikel-artikel setiap minggu untuk dimuat di kolom destinasi wisata Internasional di majalah. Indonesia terkenal sebagai negara dengan destinasi wisata terbanyak. Jadi aku harap dengan tugas ini, kamu juga bisa menenangkan pikiranmu. Anggap saja ini sebagai hadiah dariku atas pengabdianmu selama sepuluh tahun di sini,” papar Mr. Khan sambil tersenyum.
Maya membulatkan mata tak percaya. Sesaat kemudian ia tersenyum. Ini adalah pertama kali baginya ditugaskan ke luar negeri dan dalam jangka waktu yang lama. Tentu juga bersama dengan putra semata wayangnya.
“Kamu tidak perlu mengkhawatirkan Janki, aku bisa mengawasinya,” lanjut Mr. Khan.
“Berarti saya harus berangkat seminggu lagi ya, Pak?” tanya Maya.
Mr. Khan mengangguk dan berkata, “Aku pikir dalam waktu seminggu kamu bisa mempersiapkan segala keperluan yang akan dibawa. Di sana kamu akan ditemani oleh partner kita di Jakarta. Dia yang akan membantu sekaligus menjadi guide-mu selama tiga bulan. Dia juga seorang penulis, sama sepertimu.”
Maya menganggukkan kepala yakin. Mungkin inilah yang diperlukannya saat ini, pergi ke tempat yang asing dalam waktu yang lama meski dalam tugas.
Sampai di rumah, Maya menceritakan semua kepada Janki dan Raja. Dia sebenarnya khawatir meninggalkan Janki sendirian di rumah berlama-lama. Tapi Maya bisa tenang setelah Mr. Khan mengatakan akan mengirim pembantu untuk menemani dan mengawasi Janki.
“Kakak, jangan khawatir. Aku ini sudah besar dan bisa menjaga diriku sendiri,” ucap Janki semangat.
Ia tidak ingin kakaknya terus mengkhawatirkan dirinya.
“Nikmati saja perjalanan Kakak dan Raja selama bertugas. Semoga Kakak bisa menemukan kebahagiaan yang lain di sana.”
Maya tersenyum mendengarkan perkataan adiknya. Dia pun berharap begitu, bisa melupakan apa yang terjadi padanya selama beberapa tahun terakhir ini. Melupakan hari-hari terberat dalam hidupnya.
Wanita itu beranjak dari tempat duduk, kemudian membuat daftar barang yang akan dibawa ke Jakarta nanti. Tiga bulan bukanlah waktu yang singkat untuk bepergian ke luar negeri.
Ada sebuah rasa khawatir hinggap di hatinya, karena nanti akan memulai pekerjaan di tempat yang asing baginya dan bersama dengan orang asing. Namun biar bagaimanapun, ia harus bersikap profesional dan tidak bisa menolak pekerjaan itu. Toh Maya juga bisa liburan bersama buah hatinya sekaligus menenangkan pikiran.
Setelah menyelesaikan daftar barang yang akan dibawa, ia melangkah menuju tempat tidur untuk memanjakan tubuhnya yang lelah karena bekerja seharian. Beberapa kenangan pahit kembali hinggap di pikirannya, namun kemudian segera ditepis. Saat ini, ia sudah mengikhlaskan apa yang telah terjadi.
Bersambung....
Hai, selamat datang di karya keduaku di FiNovel, Novelah dan StoryOn. Jangan lupa follow IG @Leena_gie untuk info seputar karya-karyaku yaa. Happy reading ^^

Book Comment (149)

  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    06/08

      0
  • avatar
    a******2@gmail.com

    ok good

    24/05

      0
  • avatar
    PratiwiWidya

    ceritanya bagus

    11/05

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters