logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

BAB 05

Titip Benih
BAB 05
sepertinya aku harus memanfaatkan mereka berdua untuk bisa kabur dari rumah ini.
Aku sekarang tahu kelemahan mereka berdua. Jadi dengan cara sama seperti yang mas Ikhsan lakukan. Yaitu dengan menyogok mereka dengan uang, pasti mereka akan berpihak kepada ku. Bukankah waktu itu mas Ikhsan berhasil. Jadi apa salahnya aku juga mencobanya dan aku yakin mereka pasti akan memakan umpanku.
Aku berdehem. Agar mas Ikhsan tahu jika aku akan ke dapur.
"Kamu mau kemana Dek?"
"Mau ambil minum, haus."
"Biar Mbok saja yang ambilkan. Kamu istirahat saja di kamar."
Aku mengikuti perintah mas Ikhsan. Aku akan bersikap manis hari ini dengannya. Karena aku menginingkan sesuatu darinya, Yaitu aku akan meminta sejumlah uang yang nominalnya lumayan besar.
Biar saja, untuk sementara waktu aku akan bersandiwara sampai kandunganku sudah benar-benar kuat untuk perjalanan jauh. Karena, jika sekarang ini aku pergi, aku takut jika nanti terjadi sesuatu dengan kandunganku dan aku tidak mau hal itu terjadi.
"Mas... Aku pengen jalan-jalan." ucapku manja. Ya tentu, sandiwara ini tidak terlalu sulit bagiku. Karena pekerjaan ku dulu yang mengaharuskan aku untuk bersikap manja kepada para lelaki hidung belang. Jadi sandiwara seperti ini sudah biasa bagiku.
"Tumben kamu manja banget hari ini Dek? Apa wanita hamil memang begitu?"
"Coba Mas tanya sama Mbok Minah. Apakah perempuan hamil muda memang manja seperti aku? Atau hanya aku saja yang begini."
Tak berselang lama mas Ikhsan memanggil Mbok Minah.
"Mbok. Apa benar jika orang hamil muda itu suka manja dan suka pengen yang aneh-aneh?"
"Bener Tuan. Orang hamil muda itu sangat sensitif dan sangat butuh kasih sayang yang lebih dari biasanya. Apa lagi kalau tiba-tiba pengen sesuatu pasti ingin suaminya yang membelikannya dan itu harus dituruti kalau tidak bisa marah dan kadang malah menangis."jawab Mbok Minah sambil mengedipkan matanya kearah ku. Mas Ikhsan terlihat manggut-manggut mendengar jawaban Mbok Minah.
"Ya sudah. Mbok boleh pergi."usirnya.
Setelah kepergian Mbok Minah. Tiba-tiba mas Ikhsan mendekat kearah ku.
"Adek mau apa? Ngomong sama Mas, nanti pasti Mas belikan."
"Bener Mas? Tapi keinginan ku ini aneh lho Mas."
"Memang adek pengen apa?"
"Aku pengen kita jalan-jalan berdua dan tidur di hotel. Aku pengen menghilangkan rasa jenuh Mas."
"eeehhhmmm... Baiklah. Malam ini kita jalan-jalan dan tidur di hotel."
"Bener Mas? Terima kasih ya Mas." ucapku sambil bergelayut manja di lengannya.
"Mas telepon Laras dulu ya Dek."
Tanpa menunggu persetujuanku. Mas Ikhsan menghubungi Mbak Laras.
"Sayang. Mas harus keluar kota ada pekerjaan mendadak."
"Oh... Jadi sayang sibuk? Gak bisa ikut dengan Mas?"
"Iya gak apa-apa sayang... Mas faham. Mas pergi sendiri kalau begitu."
"Gak, mas tidak mengajak Airin."
"Ya sudah kalau begitu Sayang... love you."
setelah menghubungi Mbak Laras. Mas Ikhsan langsung memeluk ku.
"Ternyata Laras sibuk Dek. Jadi kita bisa pergi bulan madu di hotel selama tiga hari."
Mas Ikhsan ini sikapnya mudah bertul berubah. Kadang terlihat jika dia sangat menyayangiku. Tapi, terkadang terlihat jika Dia hanya butuh tubuhku saja.
Ah! Bodo amat lah yang terpenting aku harus bisa meminta uang yang jumlahnya cukup banyak untuk nanti bekal aku lari darinya.
Siang itu kami berangkat. Kami benar-benar menikmati waktu bersama tanpa gangguan dari Mbak Laras.
Jujur aku benar-benar dimanja dan perhatikan oleh mas Ikhsan. Aku hampir saja luluh olehnya. Aku mulai terasa nyaman selalu bersamanya.
Apa ini karena pengaruh kehamilan ku? Atau memang aku mulai menaruh hati kepada mas Ikhsan?
Tidak! Aku tidak boleh jatuh cinta. Karena, jika aku sampai jatuh cinta bisa sulit untukku pergi darinya.
Sudah dua hari kami menghabiskan waktu bersama dan ini adalah malam terakhir kami menginap di hotel. Ketika sedang bermanja-manja dengan Mas Ikhsan, tiba-tiba Mbak Laras menelpon.
Dan ketika aku akan beranjak pergi tangan Mas Ikhsan menahanku. Jadi aku tetap berada diatas dada bidangnya. Dan mas Ikhsan lalu mengangkat telepon Mbak laras.
"Iya sayang..."
"Mas masih di luar kota, besok malam baru pulang."
"Ya pasti Mas langsung pulang kerumah kita dong."
"Gak lah sayang... Mas tidak mau lagi menyentuh Airin." ucapnya sambil mengecup bibirku.
Mataku melotot kearahnya tapi mas Ikhsan hanya tersenyum.
"Sumpah sayang... Mas tidak lagi menyentuh Airin."
"Ya sudah kamu jangan terlalu keras bekerjanya."
Setelah itu Mas Ikhsan menaruh ponselnya diatas meja. Dan setelah meletakkan ponselnya, mas Ikhsan menggodaku untuk minta dilayani.
"Katanya tidak mau menyentuh ku?"
"Itu kan untuk menyenangkan hati Laras."
"Tapi Mas sampai mengucapkan sumpah lho."
"Sudah... Ayo layani Mas... Mas sudah tidak tahan."
"Jadi orang itu jangan munafik ah Mas."
"Jangan memancing keributan disaat kondisi Mas lagi begini!"
"Kenapa? Mas jadi tidak bernafsu?"
"Jangan buat Mas menjadi kasar!"
Setelah itu Mas Ikhsan langsung menarikku dan aku langsung di paksanya untuk melayaninya.
Setelah selesai, Mas Ikhsan langsung memakai bajunya dan pergi entah kemana. Sepertinya dia sangat kesal ketika aku mengatakan jika dia orang yang sangat munafik.
Aku tidak mau ambil pusing. Nanti juga mas Ikhsan pasti akan kembali ke hotel lagi.
Dan benar saja satu jam kemudian. mas Ikhsan sudah datang dengan membawa plastik berisi dua bungkus nasi kuning.
"Mas tumben mau makan nasi kuning malam-malam begini?"
"Gak tahu tiba-tiba kepengen makan."
Setelah itu mas Ikhsan langsung menyantap nasi kuning itu dengan sangat lahap. Namun beberapa saat setelah itu Dia langsung mual dan memuntahkan semua makanan tadi.
Aku jadi cemas melihat hal itu. Aku takut terjadi sesuatu dengannya.
"Kamu kenapa Mas?"
"Gak tahu tadi Mas pengen sekali makan nasi kuning. Tapi setelah memakannya kok eneg dan mual gini."
"Jangan-jangan kamu yang nyidam Mas."
"Ah! Jangan ngawur. Mana ada laki-laki nyidam."
"Coba cek di google siapa tahu ada informasi tentang hal itu."
Tak menunggu lama mas Ikhsan langsung mengambil ponselnya dan benar saja dia mencari informasi tentang hal itu.
Setelah mendapat jawaban mas Ikhsan langsung mencium perut ku.
"Dasar anak Papa ini nakal sekali. Belum lahir saja sudah ngerjain Papa. Nanti pasti Mama juga kamu kerjain juga."
Aku hanya bisa tersenyum melihat tingkah mas Ikhsan seperti itu. Dan setelah mencium perut ku, mas Ikhsan langsung menghubungi Mbak Laras.
"Sayang... Mas nyidam ini."
"Mas juga gak tahu. Tiba-tiba mas pengen banget makan nasi kuning tapi setelah makan beberapa suap langsung muntah."
"Anak kita memang nakal Sayang... Belum lahir saja sudah ngerjain papanya. Nanti kalau sudah lahir pasti ngerjain mama nya."
"Ya tentu kamu dong Sayang yang jadi mamanya. Tidak mungkin Airin."
Hatiku benar-benar sesak mendengar hal itu. Bisa-bisanya mas Ikhsan melakukan hal itu kepada ku tepat di depan ku.
Tanpa terasa air mataku menetes. Mas Ikhsan yang melihat ku menangis lalu mematikan sambungan telepon.
"Kamu kenapa Dek?"
"Mas! Sebenarnya apa sich yang ada di pikiran mu? Kenapa kamu bisa ngomong seperti itu!"
"Ngomong apa? Memang ada yang salah dengan omongan Mas?"
"Mas! Aku ini yang akan melahirkan anak ini. Jadi aku adalah Ibu dari anak ini bukan Mbak Laras!"
"Sudahlah Dek. Nanti kita bisa bikin anak lagi yang ini biarkan Laras yang menjadi ibunya."
"Tidak bisa seperti itu! Anakku ya anak ku mau itu anak pertama maupun kedua. Jangan buat aku berpikir untuk pergi dari mu ya Mas!"
"Kamu tidak akan bisa pergi kemana-mana Dek. Aku akan menemukan mu dimana pun kamu berada. Jika tidak percaya coba saja."
DEG... entah mengapa aku jadi sedikit takut mendengar ucapan Mas Ikhsan. sepertinya Dia tidak main-main akan ucapannya itu.

Book Comment (216)

  • avatar
    Satria

    seru

    21/09

      0
  • avatar
    ivenawidiawansilvia

    terimakasih

    02/08

      0
  • avatar
    MartaKristina

    sangat bagus

    20/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters