logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

BAB 04

Titip Benih
BAB 04
"Airin! Dari awal aku sudah memberitahu mu. Jika aku ini hanya butuh anak tidak butuh istri lagi!"
"Jika mas hanya butuh anak! Lalu untuk apa kita menikah!"
"Aku menikahi mu agar anak yang kamu lahirkan itu bukan anak haram! Ingat cinta ku hanya untuk Laras!"
"Mas! Aku tidak pernah menuntut apapun dari mu! Aku juga sadar diri. Tapi masalah anak ini kamu tidak bicara jujur dari awal. Kamu hanya mengatakan jika istri mu menyuruh menikahi ku agar kamu bisa memiliki keturunan."
"Nah! Coba kamu pikir baik-baik dengan apa yang aku katakan itu. Bukankah semua sudah jelas diawal."
"Jelas bagaimana? Kamu hanya ingin memiliki anak dan kamu tidak ngomong jika anak ku nanti akan menjadi anak kalian berdua!"
"Seharusnya kamu itu mengerti Airin! Laras sudah cukup menekan rasa sakit hati dan cemburunya ketika aku menikahi mu."
"Apa mas pikir aku tidak menekan rasa sakit hati!"
"Jangan bilang kalau kamu sudah mulai jatuh cinta kepada ku!"
"Mas! Aku ini manusia biasa, yang memiliki hati dan perasaan."
"Itu resiko mu. Dari awal aku sudah mengatakan pada mu bahwa cinta ku hanya untuk Laras. Aku hanya menitipkan benih ku untuk kau kandung. Bahkan imbalan yang ku berikan pun setimpal dengan permintaan ku."
"Mas jika harta cukup bagi mu lalu untuk apa kamu menyimpan benih di rahim ku!"
"Sudahlah Airin! Kamu jangan membuat ku menjadi penjahat. Kamu cukup menjaga kesehatan mu agar anakku lahir dengan sehat."
Aku hanya bisa menangis. Percuma saja berdebat dengan mas Ikhsan. Karena aku pasti akan kalah. Bagi mas Ikhsan kebahagiaan Mbak Laras lah yang terpenting.
Setelah sampai rumah, aku langsung masuk kedalam kamar. Tak ku hiraukan lagi mas Ikhsan yang memanggil nama ku.
Mas Ikhsan menyusulku kedalam kamar.
"Dek... Maafkan Mas ya... Jaga baik-baik anak ku.. " ucapnya dengan lembut sambil mengusap perut ku.
Aku tidak tahu kenapa mas Ikhsan sangat mudah marah jika menyinggung Mbak Laras. Tapi setelah itu nanti akan kembali lembut.
Sebelum pergi mas Ikhsan menelpon seseorang. Setelah kepergian Mas Ikhsan datanglah seorang laki-laki bertubuh tinggi, berkulit sawo matang.
"Maaf, Bapak siapa?"
"Saya, Bagas, saya di tugaskan oleh Nyonya Laras untuk menjaga Nyonya Airin."
Mataku membulat sempurna mendengar penuturan Bagas.
"Menjaga? Maksudnya kamu akan mengawasi ku?"
"Maaf Nyonya. Saya harus memastikan keselamatan Nyonya."
"Memangnya aku harus dijaga dari apa? Siapa yang akan menyakiti ku!"
"Maaf Nyonya. Itu bukan kapasitas saya untuk menjawab. Silahkan bertanya kepada tuan Ikhsan dan Nyonya Laras."
Aku lalu menyuruh Bagas untuk masuk kedalam rumah. Setelah itu aku langsung menghubungi Mbak Laras.
"Hallo."
"Eh... Airin. Bagas sudah sampai?"
"Sudah. Mbak untuk apa ada penjaga?"
"Kamu pikir aku dan mas Ikhsan bodoh! Kami tidak mau lengah sehingga kamu bisa kabur kapan saja jika tidak ada yang mengawasi mu."
"Mbak! Aku ini bukan tahanan!"
"Hahahaha... Kamu itu tahanan bagi kami! Karena kamu sedang mengandung benih dari penerus kami."
"Apa Mbak pikir dengan melakukan semua ini bisa membuat ku dengan mudah menyerahkan anak ini!"
"Airin! Kamu jangan main-main dengan ku!"
"Aku tidak takut dengan ancaman Mbak! Aku yang lebih berhak atas anak ini."
Aku lalu mematikan sambungan telepon. Dan setelah itu aku langsung masuk kedalam kamar dan menguncinya.
Tak berselang lama ponsel ku berbunyi kembali. Ku lihat mas Ikhsan yang menghubungi ku.
"Dek... Jangan pancing Laras marah. Kamu diam dan menurut saja apa yang Laras inginkan."
"Aku bukan boneka yang bisa kalian atur seenaknya!"
"Dek. Ayolah jangan keras kepala begini."
"Dimata hati nurani mu sebagai seorang suami Mas!"
"Dek... Jangan buat mas jadi muak dengan tingkah mu!"
Mas Ikhsan langsung menutup panggilan telepon secara sepihak.
Kenapa selalu aku yang harus dituntut mengerti dan mengalah? Apakah aku tidak berhak untuk meminta keadilan?
Aku akan berusaha pergi dari rumah ini. To uang di tabungan ku sudah cukup banyak untuk ku pakai biaya persalinan nanti dan membuka usaha kecil-kecilan.
Aku tidak rela jika harus kehilangan anak ku.
Aku akan berusaha sekuat mungkin untuk mempertahankan anak ku.
Ketika aku sedang sibuk dengan pikiran ku. Tiba-tiba Mbok Minah memanggil ku.
"Nya... Boleh Mbok masuk?"
"Sebentar Mbok." Jawabku sambil mengusap air mataku.
Aku berjalan sedikit gontai ke arah pintu.
Setelah pintu terbuka, Mbok Minah langsung masuk kedalam kamar.
"Nya... Bagaimana keadaan Nyonya? Apa nyonya baik-baik saja?" Ucapnya dengan wajah cemas
"Iya... Mbok. Aku baik-baik saja."
"Nya... Maaf jika Mbok terkesan tidak sopan. Lebih baik secepatnya nyonya meninggalkan tempat ini. Nyonya berhak bahagia."
Aku terkejut mendengar ucapan Mbok Minah.
"Nya... Mbok tahu jika nyonya Laras itu egois. Mbok sangat hafal mati dengan sikap dan perilakunya."
"Mbok kok bisa tahu?"
"Mbok sudah bekerja di tempat tuan Ikhsan dari tuan Ikhsan remaja. Tuan Ikhsan itu sebenarnya orangnya baik dan lemah lembut, tapi setelah menikah dengan nyonya Laras. Tuan jadi berubah, semua apa yang diucapkan nyonya Laras selalu dituruti, bahkan sampai Ibu tuan meninggal pun. Tuan Ikhsan tidak datang karena di larang oleh Nyonya Laras."
Aku semakin terkejut mendengar penuturan Mbok Minah. Apa sebesar itu pengaruh Mbak Laras? Sampai mas Ikhsan benar-benar tunduk kepadanya.
Sepertinya aku harus merencanakan dengan matang kepergian ku ini. Agar mereka tidak bisa lagi menemukan ku.
Rumah tangga ku dengan mas Ikhsan bukanlah sebenar-benarnya rumah tangga. Jadi untuk apa mempertahankannya.
💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜
Hari itu hari dimana mas Ikhsan bersama ku. Namun aneh ketika mas Ikhsan datang ternyata Mbak Laras juga ikut.
"Mas... Har ini waktunya kamu bersama ku. Kenapa ada mbak Laras?"
"Hahahaha... Airin! Kamu kan sudah hamil. Jadi mas Ikhsan sudah tidak harus meniduri mu lagi dan mas Ikhsan sudah tidak ku ijinkan untuk meluangkan waktu bersama mu."
"Apa! Jadi mbak tidak mengijinkan mas Ikhsan untuk bersama ku? Mbak membiarkan aku melewati masa kehamilan ini sendirian?"
"Alah! Tidak usah manja! Bukankah kamu sudah biasa di tinggal pergi laki-laki yang sudah meniduri mu! Jadi anggap saja mas Ikhsan sebagai pelanggan mu bukan suami." Ucap mbak Laras dengan entengnya.
"Tidak bisa begitu dong Mbak! Jika aku harus melalui masa kehamilan ini seorang diri. Maka jangan pernah berharap kalian bisa melihat anak ini!" Ancam ku
"Sayang... Pulang lah... Biar mas disini malam ini menemani Airin. Karena kata Dokter, Dia tidak boleh stres diawal kehamilan karena bisa berefek keguguran." Ucap mas Ikhsan dengan lembut kepada Mbak Laras
"Baiklah Mas... Tapi ingat! Kamu jangan menyentuhnya lagi. Dia sekarang sudah hamil jadi kamu tidak perlu lagi tidur dengannya."
"Iya sayang... Mas janji tidak akan menyentuhnya lagi. Kami juga akan tidur terpisah. Biar mas tidur di kamar tamu."
"Baiklah Mas. Ku pegang kata-kata mu. Kalau sampai aku tahu kamu menyentuh Airin. Maka aku akan pergi dari hidupmu. Aku akan bunuh diri biar kamu dihantui rasa bersalah seumur hidup mu."
"Iya sayang... Mas tidak mau kehilangan kamu. Mas sangat mencintai kamu. Mas rela mengorbankan apapun demi kamu."
"Ya sudah aku pulang. Besok pagi kamu sudah harus ada di rumah. Bagas! Minah! Kalian awasi tuan. Jika mereka dalam satu kamar segera hubungi aku."
"Ba-baik nyonya." Jawab Mbok Minah dan Bagas serempak
Setelah itu mbak Laras pulang. Setelah Kepergian Mbak Laras. Aku kembali ke kamar.
Mas Ikhsan mengikuti ku dari belakang.
"Mas... Sudah sana ke kamar mu. Nanti Mbak Laras marah."
Mas Ikhsan tidak menggubris ocehan ku. Dia langsung menarik tanganku dan di bawanya memasuki kamar.
Mas Ikhsan langsung mencumbui ku dengan sangat bringas. Aku sudah berusaha sekuat mungkin untuk menolaknya tapi tenaga ku kalah dengannya.
Akhirnya dengan terpaksa aku melayani mas Ikhsan. Setelah selesai mas Ikhsan mandi dan keluar dari kamar.
Setelah mas Ikhsan keluar, aku pun mandi. Setelah itu aku kedapur untuk mengambil air karena tenggorokan ku terasa haus.
Namun ketika aku sampai dapur, ku lihat Mas Ikhsan sedang berbicara dengan Mbok Minah dan Bagas.
"Ini uang untuk kalian berdua. Tapi ingat jangan sampai Nyonya Laras tahu jika saya tidur di kamar Nyonya Airin."
Mereka berdua lalu mengangguk dan mengambil uang itu.
Deg.... Aku jadi takut ternyata uang bisa merubah mereka. Apakah Mbok Minah semudah itu berubah jika di sogok dengan uang?

Book Comment (216)

  • avatar
    Satria

    seru

    21/09

      0
  • avatar
    ivenawidiawansilvia

    terimakasih

    02/08

      0
  • avatar
    MartaKristina

    sangat bagus

    20/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters