logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

BAB 03

Titip Benih
BAB 03
Aku pamit kembali ke kamar ku. Jujur jika berlama-lama di meja makan. Aku takut jika tidak bisa menahan air mataku.
Aku tidak mau terlihat lemah di hadapan mereka berdua.
Setelah sampai di dalam kamar. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku tutup wajahku dengan batal agar tak ada yang mendengar suara tangisan ku.
Aku menangis sampai tertidur. Aku terbangun ketika mendengar suara ketukan pintu.
Aku lihat sudah pukul satu dini hari. Aku penasaran siapa yang mengetuk pintu kamar ku malam-malam begini.
Ketika aku membuka pintu, ternyata mas Ikhsan sudah berdiri disana.
Mas Ikhsan langsung masuk kedalam kamar.
Mas Ikhsan langsung memeluk tubuhku.
"Dek... Maafin Laras ya... Mungkin dia belum bisa menguasai rasa cemburunya." Ucapnya sambil mengecup keningku.
"Mas... Kenapa kesini? Nanti bagaimana jika Mbak Laras tahu."
"Laras sudah tidur. Mas kangen sama kamu." Jawabnya. Mas Ikhsan meminta ku untuk melayaninya.
Setelah selesai mas Ikhsan langsung kembali ke kamar Mbak Laras.
Perih... Hatiku semakin perih dibuatnya. Setelah mas Ikhsan menuntaskan hasratnya dia langsung pergi begitu saja. Tanpa kecupan mesra atau basa-basi.
Sepertinya aku harus mulai terbiasa dengan keadaan ini. Karena bagaimanapun juga aku sudah mengambil keputusan ini.
Ketika aku akan beristirahat kembali. Aku baru tersadar jika aku lupa membawa obat pencegah kehamilan.
Aku semakin gusar. Bagaimana jika aku nanti hamil? Aku menarik rambutku dengan kasar. Kenapa aku bisa seceroboh ini. Bisa-bisa aku tidak akan diceraikan oleh Mas Ikhsan jika aku hamil.
💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜
Dua minggu kami berada di villa. Selama itu juga aku melayani mas Ikhsan secara sembunyi-sembunyi dari Mbak Laras.
Setelah dari villa aku kembali kerumah. Sedangkan mas Ikhsan pulang kerumah Mbak Laras karena hari senin.
Lima hari mas Ikhsan disana tanpa pernah memberikan kabar atau sekedar bertanya kabar dengan ku.
Sabtu sore mas Ikhsan datang. Dia langsung memelukku dan langsung meminta untuk dilayani.
"Mas... Apa bedanya aku sekarang dengan yang dulu? Kamu butuh aku hanya untuk diatas ranjang saja."
"Lho! Bukankah kamu dari awal sudah tahu Dek. Jadi jangan terlalu banyak protes. Kamu melayani ku itu sudah menjadi kewajiban mu sebagai istri."
"Tapi Mas. Aku merasa jika kamu hanya butuh tubuh ku saja."
"Iya benar sekali. Aku suka dengan tubuh mu dan pelayanan mu dan yang lebih penting lagi aku ingin kamu segera hamil."
Aku hanya diam mendengar hal itu.
Walaupun kami ada di dalam satu kamar, tapi mas Ikhsan sibuk dengan ponselnya. Mbak Laras terus menelponnya.
"Iya Sayang... Mas tahu dan mas tidak akan ingkar janji."
"Iya... Mas hanya akan menyentuhnya sekali dalam satu malam. Sudah dong jangan ngambek."
Aku tahu arah pembicaraan mas Ikhsan itu. Aku seolah tidak mendengar apa yang mereka bicarakan. Aku berpura-pura tidur.
Mas Ikhsan cukup lama bertelponan dengan Mbak Laras jingga aku benar-benar tertidur.
Aku terkejut ketika aku merasa tubuhku ada yang menindih dan ketika aku membuka mata. Benar saja mas Ikhsan sudah berada diatas ku dan langsung menghujani ku dengan kecupan.
Malam itu mas Ikhsan meminta ku untuk melayaninya sebanyak tiga kali.
Karena terlalu capek. Aku kesiangan untuk membuat sarapan.
Ku lihat mas Ikhsan masih tertidur pulas. Ponsel mas Ikhsan terus berbunyi. Mungkin karena terlalu lelah sehingga mas Ikhsan tidak mendengar suara ponselnya.
Ketika akan turun. Tiba-tiba ponselku berbunyi. Aku terkejut siapa yang menghubungi ku pagi-pagi begini? Dan bukankah nomor ku ini nomor baru hanya mas Ikhsan yang tahu. Atau jangan-jangan ini nomor Mbak Laras?
Ah lebih baik aku angkat dulu. Biar aku tidak penasaran.
"Hallo."
"Airin! Dimana mas Ikhsan?"
"Mas Ikhsan masih tidur Mbak."
"Bangunkan! Aku ingin bicara penting!"
"Ba-baik Mbak."
Aku langsung bergegas membangunkan mas Ikhsan.
Mas Ikhsan langsung bangkit dan langsung mencuci mukanya. Setelah itu langsung mengambil ponsel ku.
"Hallo... Sayang... Maaf mas tadi malam lembur kerja jadi kesiangan."
"Gak sayang... Mas tidak bohong. Mas hanya menyentuhnya satu kali saja. Jika mas tidak menyentuhnya bagaimana dia bisa hamil sayang."
"Iya... Mas berani sumpah Sayang..."
Setelah itu panggilan telepon berakhir. Sepertinya Mbak Laras yang mematikan terlebih dahulu.
Setelah itu aku bertanya kepada mas Ikhsan.
"Mas... Kenapa harus berbohong?"
"Lalu? Mas harus berkata jujur. Jika tadi malam kita main tiga kali? Kamu senang jika mas bertengkar dengan Laras?"
Aku benar-benar ternganga mendengar hal itu.
"Maksud Mas?"
"Kamu senang jika Laras sakit hati dan terluka?"
"Mas! Bukankah pernikahan ini Mbak Laras yang meminta. Lalu untuk apa dia cemburu? Dan bukankah semua waktu mu bersama dia."
"Sudah jangan tambah bikin mas pusing. Kamu harus sadar posisi mu dan ingat jangan mencampuri urusan rumah tangga ku dengan Laras!"
Aku hanya bisa diam. Bingung mau menjawab apapun tetap pasti aku yang akan disalahkan.
Mas Ikhsan tidak sarapan tapi langsung pamit pulang ke rumah Mbak Laras. Padahal hari ini adalah hari dia bersama ku. Tapi karena mbak Laras merajuk akhirnya dia putuskan untuk pulang ke rumah Mbak Laras.
Aku hanya bisa pasrah menerima semua ini. Karena memang aku tidak diijinkan untuk protes.
Ketika aku duduk di meja rias. Aku melihat sebuah amplop tebal berwarna coklat. Aku segera membukanya. Dan ternyata isinya beberapa gepok uang berwarna merah.
Tak berselang lama ponsel ku berbunyi. Mas Ikhsan menelpon ku.
"Hallo, Dek."
"Iya, mas."
"Dek. Ada mas tinggalkan amplop berisi uang. Kamu pake uang itu untuk membeli apa yang ingin kamu beli. Soalnya Mas mau membujuk Laras agar tidak marah lagi. Mungkin mas tidak bisa menjenguk mu sampai bulan depan. Jadi nanti kamu kirim nomor rekening mu agar mas bisa transfer uang belanja mu."
"Iya mas. Aku ngerti."
Setelah itu mas Ikhsan mematikan sambungan telepon.
Air mata ku luruh membasahi pipiku.
Air mata ku luruh membasahi pipiku.
Tanpa ku sadari ternyata Mbok Minah sudah berdiri di depan pintu kamar.
"Nyonya... Boleh Mbok masuk?"
Aku hanya mengangguk. Mbok Minah langsung memeluk ku.
"Nyonya silahkan peluk Mbok jika nyonya butuh seseorang untuk mengurangi beban Nyonya."
Aku langsung memeluk Mbok Minah dengan erat. Tangisku pecah. Aku menangis sejadi-jadinya.
"Nyonya... Mbok tidak tahu sebenarnya apa yang terjadi. Tapi Mbok bisa merasakan bagaimana rasanya kesedihan Nyonya saat ini."
Setelah aku menumpahkan semuanya hatiku mulai terasa lega. Mbok Minah memberi ku segelas air.
"Nyonya... Yakinlah setiap ujian pasti ada hikmahnya. Mbok yakin suatu saat nyonya akan bahagia lahir dan batin."
"Terima kasih ya Mbok."
Hari-hari ku habiskan bersama Mbok Minah. Aku belajar mengaji dan memperdalam ilmu agama. Mbok Minah memanggil seorang ustadzah untuk mengajariku.
Waktu berjalan begitu cepat, tidak terasa sudah satu bulan ini mas Ikhsan tidak pulang kerumah ku.
Mas Ikhsan juga tidak pernah menghubungi ku. Tapi saldo di rekening ku bertambah.
Mungkin Mbak Laras masih marah sehingga Mas Ikhsan masih sibuk membujuknya, sehingga belum sempat mengabari ku.
Aku selalu berusaha berpikir positif kepada mereka berdua. Karena aku tahu pasti sangat berat bagi Mbak Laras untuk menerima kehadiran ku.
Sore itu ketika aku sedang duduk di teras rumah bersama Mbok Minah. Tiba-tiba terlihat ada sebuah mobil yang membunyikan klakson.
Mbok Minah langsung bangkit dan bergegas membuka pagar. Setelah mobil masuk kehalaman dan terparkir.
Turunlah dua insan manusia yang aku kenal yaitu Mas Ikhsan dan Mbak Laras.
Wajah Mbak Laras terlihat sangat berseri. Mereka tampak sangat bahagia.
"Airin. Mulai sekarang waktu mu bersama mas Ikhsan hanya satu hari. Ingat satu hari tidak boleh lebih dan tidak boleh protes!"
"I-iya Mbak."
"Jadilah adik madu yang penurut dan sadar diri. Kalau bukan karena ku. Kamu pasti masih menjadi wanita penghibur!"
Aku terdiam mendengar ucapan Mbak Laras. Dadaku bergemuruh. Ingin sekali aku menjawab ucapan Mbak Laras. Namun semua aku tahan.
"Mas... Cepat berikan oleh-oleh yang sudah kita beli untuk Airin. Setelah itu kita pulang!"
Mas Ikhsan memberi ku beberapa paper bag. Pandangan mas Ikhsan menyiratkan rasa rindu disana.
Mas Ikhsan tak banyak bicara. Setelah memberikan paper bag itu mereka langsung pergi.
Setelah kepergian mereka. Mbok Minah menggenggam tanganku.
"Yang sabar ya nyonya."
Aku hanya mengangguk sambil mengusap air mataku.
💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜
Pagi sekitar pukul delapan, aku di kejutkan dengan kedatangan mas Ikhsan.
"Dek... Mas kangen."
Mas Ikhsan langsung memeluk ku dengan sangat erat.
"Mas, malu di lihat Mbok." Tegur ku karena memang ada Mbok Minah sedang berdiri di pintu.
Mas Ikhsan langsung menarikku untuk naik kelantai atas.
Setelah di dalam kamar. Mas Ikhsan melampiaskan rasa rindunya menghujani ku dengan ciuman.
Jujur hatiku sedikit senang dengan apa yang mas Ikhsan lakukan.
Setelah selesai melepaskan rasa rindunya. Mas Ikhsan lalu langsung mandi setelah itu berpakaian kembali.
"Mas, berangkat ke kantor dulu. Mulai hari ini setiap pagi Mas pasti akan mampir. Jadi usahakan setiap pagi sudah harus siap untuk melayani ku."
Aku hanya mengangguk. Hati yang tadinya mulai terasa bahagia kini hancur kembali.
Tadinya aku berpikir jika Mas Ikhsan benar-benar rindu akan diriku. Tapi ternyata Mas Ikhsan hanya rindu dengan pelayanan ku.
Karena waktu sudah mepet, akhirnya mas Ikhsan berangkat ke kantor.
Sudah dua minggu kami selalu kucing-kucingan dari Mbak Laras.
Dan hari itu, hari dimana Mas Ikhsan menghabiskan waktu bersama ku.
Aku sedang tidak enak badan, badan ku terasa lesu, kepala terasa sakit. Karena takut terjadi sesuatu Mas Ikhsan membawaku ke dokter.
Dan setelah dari Dokter.
"Dek... Akhirnya kamu hamil juga." Ucapnya sambil mencium keningku. Tubuhku di peluk sangat erat, terlihat rona bahagia di wajahnya.
Sedangkan aku sendiri bingung dengan perasaanku, disatu sisi aku bahagia namun disisi lain aku sedih.
Ketika di dalam mobil, mas Ikhsan langsung menghubungi Mbak Laras.
"Sayang... Selamat ya sebentar lagi kamu akan menjadi seorang Ibu."
"Kamu mau minta hadiah apa?"
Aku mengernyitkan dahi mendengar penuturan Mas Ikhsan kepada Mbak Laras.
Setelah selesai bicara dengan Mbak Laras. Aku beranikan diri untuk protes.
"Mas! Apa maksudmu mengatakan itu kepada Mbak Laras?"
"Kamu kan sedang hamil Dek. Jadi sebentar lagi Laras akan menjadi Ibu."
"Yang hamil aku lalu kenapa Mbak Laras yang menjadi Ibu?"
"Dari awal aku sudah mengatakan kepada mu. Jika istri ku tidak bisa hamil makanya dia menyuruh ku untuk menikahi mu agar kami bisa memiliki keturunan."
"Maksud Mas. Anak ku nanti akan di rawat Mbak Laras?"
"Oh... Tidak! Tetap kamu yang mengurusnya tapi Laras Ibunya."
"Jadi aku dianggap sebagai apa mas!"
"Pengasuh!"
"Tidak bisa begitu Mas! Aku yang hamil jadi ini adalah anakku jika Mbak Laras mau membantu ku untuk merawat anak ini aku gak masalah."
"Airin! Sudah cukup! Jangan melewati batasan mu!"
"Aku tidak melewati batasan mas! Aku yang berhak atas anak ini. Jika Mbak Laras mau anak ini maka harus di rawat bersama. Aku tidak mau jika aku hanya dijadikan baby sitter anakku sedangkan Mbak Laras menyandang status Ibu!.

Book Comment (216)

  • avatar
    Satria

    seru

    21/09

      0
  • avatar
    ivenawidiawansilvia

    terimakasih

    02/08

      0
  • avatar
    MartaKristina

    sangat bagus

    20/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters