logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 6 (Keberangkatan Atun)

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
( Masih Pov Atun )
Pagi harinya aku masak untuk semua orang. Tak lupa juga aku memisahkan makanan untuk mbak Misya nanti makan, karna aku belum pernah liat mbak Misya slalu makan bareng kami. Sering lihat aku mbak Misya makan setelah kami semua selesai makan.
Setelah selesai makan Ayah mertua juga suamiku mereka pun lalu berangkat untuk ke kantor. Aku masih berkutik di dapur untuk mencuci piring bekas mereka makan. Belum selesai mencuci piringnya.
Terlihat mbak Misya datang. Aku segera menyiapakan makanan yang tadi aku pisah untuk mbak Misya. Jangan tanya suaminya mbak Misya makan atau tidak dia kerjaannya hanya keluyuran saja entah kemana. Sampai sampai aku heran di buatnya.
"Dek, ini makanan untuk siapa" ujar mbak Misya, yang terlihat binggung sekali ada banyak makanan.
"Ya untukmu lah mbak kan busui harus banyak makan" jawabku sambil tersenyum lebar.
"Makasih ya dek" ujarnya yang dengan wajah gembira.
"Mbak, mas Rahman sudah bilang tentang bulan maduku pada embak?," ujarku yang penuh tanya ini. Takut mbak Misya belum tau tentang rencana bulan maduku ini.
"Iya dek, udah jangan kawatirin mbak, mbak ngak apa apa kok" Jawabnya yang seakan tak keberatan itu.
"Tapi mbak.." ujarku masih ragu ragu.
"Jangan tapi manut saja sama suamimu" jawab mbk Misya yang masih setia dengan senyumannya.
"Tapi beneran mbak ngak papa" ujarku lagi memastikan
"Bener dek, mbak baik baik saja. Itu kan perlu buat kalian berdua." jawabnya yang masih tersenyum padaku.
Aku hanya tersenyum kecut di depannya. Walaupun mbk Misya bilang baik baik saja tapi hatiku yang tak baik baik saja. Merasa slalu kawatir padanya.
Tinggal hari ini dan hari esok aku di rumah ini. Besok siang pun harus sudah di bandara. Suamiku memilih ke Paris untuk mulan madunya. Katanya impian dari dulu ingin ke Paris.
Aku hanya manut saja lah. Yang membuat aku sedih di Paris harus 6 bulanan. Lalu bagaimana dengan mbak Misya. Aku slalu memikirkan tentangnya.
Semoga saja mbak Misya slalu sehat juga baik baik saja. Saat aku tinggal ke Paris nantinya.
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
POV MISYA
Aku sangat sedih akan di tinggal oleh adikku juga adik iparku yang baik banget padaku. Tapi ya mau bagaimana lagi aku tak bisa menghalanginya.
Semoga saja impian mereka lekas terwujud harapanku. Sebisa mungkin ku sembunyikan kesedihan ini. Tak ingin ku menghalanginya mereka untuk pergi.
Setelah selesai makan aku segera kembali ke kamar tamu. Aku masih tak mau menganggu suamiku. Saat ini aku fokuskan kepada jagoan kecil yang ku beri nama Rafael Saputra.
Mirip sekali sama Mas Bram. Semoga saja sifatnya tidak seperti Mas Bram harapanku. Ku berharap banyak pada anakku ini. Ya semoga saja harapanku bisa terwujud.
Terlihat Atun bolak balik turun tangga. Sibuk sekali menyiapkan keperluan untuk besok. Karna Rafael masih tidur aku tinggal sebentar lah untuk ngebantuin Atun berkemas.
"Ada yang mbak bisa bantu dek" ujarku mencoba ingin membantunya.
"Ngak usah mbak, ini dah selesai kok. Mbak istirahat saja" ujarnya yang menolak secara halus.
"Ngak apa mbak bantuin glipat ini baju ya, Rafael lagi tidur kok" ujarku yang sambil melipat baju baju ini lalu menaruhnya ke dalam koper.
"Makasih loh mbak" ujar atun yang sambil tersenyum ramah itu.
Setengah jam akhirnya selesai untuk berkemasnya. Tiba tiba terdengar baby Rafael menangis.
Ooooeeeeekkkkk oooeeekk ooooeeekk
Aku segera menghampirinya. Terlihat ada Mas Bram di sana yang mengendong Rafael.
Terharu aku melihatnya. Baru kali ini dia mengendong anaknya sendiri. Lalu ku beranikan diri untuk mencoba bertanya padanya.
"Dah bangun mas" ujarku memulai obrolan basa basi ini.
"Iya mas laper" jawabnya singkat.
Aku segera ke dapur mengambilkan suamiku makanan. Karna makanan yang di sisihkan Atun untukku masih banyak. Aku merasa bahagia sekali semoga saja suamiku bisa berubah seiringnya dengan waktu.
"Ini mas" ujarku sambil menyerahkan piring itu ke suamiku.
Aku lalu mengendong Rafael. Biar suamiku makan dengan santai juga tenang.
"Tumben dek masakannya enak" ujarnya lagi.
"Itu tadi Atun yang masak" jawabku dengan tersenyum lebar.
Suamiku hanya megangguk saja. Terlihat suamiku makan dengan lahapnya. Setelah suamiku selesai makan. Terlihat dia main lagi sama Rafael. Tlaten juga suamiku menjaga Rafael.
Aku percaya dengan seiringnya waktu suamiku akan berubah, lebih dewasa, juga bertanggung jawab.
Karna suamiku sudah mau membantuku dengan menjaga Rafael aku pun ingin membuat adonan roti agar aku bisa berjualan lagi. Biar bisa mendapatkan rupiah lagi walaupun hanya sedikit yang penting halal.
Aku masih tak yakin jika aku bertanya tentang uang itu kepada suamiku. Takut dia malah marah bisa bikin moodnya tak bagus lagi.
Lalu aku pergi ke dapur untuk menyiapkan bahan bahan yang masih ada buat adonan roti. Buat sedikit tak apa lah yang penting besok udah bisa jualan. Tak mungkin juga aku mengandalkan adikku. Dia kan mau berbulan madu juga sudah punya tanggung jawabnya sendiri.
Aku harus bisa mandiri lagi tanpanya. Yang tak harus apa apa perlu bantuannya. Tiba tiba Atun datang menghampiriku.
"Lagi buat apa Mbak" ujar atun yang mengagetkanku.
"Heh kamu dek, bikin kaget mbak aja. Buat adonan ni biar besok bisa mbak titipin di warung lagi" jawabku yang masih sibuk dengan adonanku.
"Mbak kan harus istirahat dulu yang cukup" ujarnya yang terlihat protes padaku.
"Iya mbak tau, ini cuma buat dikit kok. mbak pasti jaga kesehatan juga" ujarku yang mencoba untuk menyakinkannya.
"Lalu Rafael sama siapa mbak" ujarnya lagi.
"Sama bapaknya dek, tu di kamar" ujarku sambil menunjuk ke kamar yang bisa di lihat dari dapur.
Terlihat Atun pun menengok. Terlihat jelas sekali dari raut wajahnya Atun juga merasa senang. Ya iya pastinya orang aku aja sebagai istrinya merasa senang juga.
Lalu aku segera menyelesaikan adonan ini. Tiba tiba Atun pun berkata lagi.
"Mbak boleh aku bantu" ujarnya yang menawarkan bantuan ini.
"Ngak usah, kamu istirahat aja kan besok harus berangkat" jawabku menolaknya.
"Iya mbak tapi..." ujarnya lagi tapi sudah aku potong pembicaraannya.
"Udah sana mbak ngak papa" jawabku lagi. Karna bentar lagi ini semua bakalan kelar.
"Beneran mbak ngak papa, kalau ada apa apa jangan sungkan panggil aku ya mbak" pintanya Atun.
"Iya" jawabku singkat sambil tersenyum padanya.
Aku segera menyelesaikan tugasku dan tak butuh waktu lama akhirnya adonan telah siyap. Ku masukkan ke dalam kulkas dulu. Biar besok tinggal pencetakannya.
Ku segera mengantikan Mas Bram menjaga Rafael. Saat aku sampai di pintu kilihat pemandagan yang bikin aku terharu saja. Baru pertama kali ini Mas Bram sangat sayang pada anaknya. Ku berharap semoga slalu seperti itu.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Pagi harinya ku bagun pagi pagi buta untuk memanggang rotinya. 2 jam sudah selesai dengan roti sebanyak 30 buah. Tinggal nanti menyetorkan ke warung saja.
Ternyata jam sudah menunjukkan angka pukul 8 pagi. Terlihat Atun Rahman turun membawa kopernya masing masing. Katanya penerbangan jam 1 siang kok udah mau berangkat aja. Lalu ku beranikan diri untuk bertanya.
"Man penerbangan katanya jam 1 siang, kok ini kalian dah mau berangkat saja" ujarku bertanya padanya.
"Iya mbak, di majuin jadi jam 10 pagi berangkatnya" jawabnya yang membuat aku kecewa.
"Yah, jadi kalian ngak mau makan dulu kah" ujarku lagi.
"Ngak mbak nanti makan di luar saja, sudah telat soalnya" jawab Atun.
"Oh ya mbak, Ini ada sedikit uang buat mbak buat modal kek atau buat nambah beli keperluan Rafael. Mbak jaga diri baik baik ya" ujar Atun yang sambil menyerahkan uang ini entah nominalnya berapa, tapi terlihat uang ini seratus ribuan semua.
"Ngak usah lah dek, mbak masih punya kok" tolakku halus. Tetapi Rahmanpun juga ikut angkat bicara.
"Ngak papa Mbak, Tadi Atun udah minta izin kok kepadaku. Trima saja ya" ujar Rahman dengan tersenyum.
Lalu aku pun menerimanya. Semoga uang ini bisa aku gunakan dengan sebaik baiknya.
"Yah, Rahman berangkat dulu ya" ujar Rahman kepada Ayah yang juga ingin berangkat ke kantor.
"Iya Man hati hati ya, jaga istrimu dengan baik. Pulang pulang harus bawakan ayah cucu" jawab ayah yang dengan mencandai adikku itu.
Semoga saja mereka lekas bisa mempunyai momongan sebagai pewaris keluarga Mahendra ini. Ku terpaksa bersenyum akan kepergian mereka, yang di susul juga kepergian ayah ke kantor. Setelah mobil Rahman melesat jauh tak terlihat lagi tiba tiba air mataku mengalir. Entahlah, kenapa sulit sekali pisah dengan adikku itu.
Aku pun akhirnya masuk ke dalam. Saat aku mengintip ke kamar ternyata Mas Bram juga Rafael masih tertidur dengan nyenyaknya. Ku hati hati menyimpan uang dari Rahman ini takut akan di ambil oleh Mas Bram lagi.
Karna mereka berdua masih tidur juga aku ke warung bentar lah untuk menitipkan roti itu. Lalu ku bergegas langkahkan kaki ini ke warungnya Mbok Darsih yang paling dekat dari rumah ini.
"Mbok mau nitip roti lagi ya mbok" ujarku pada Mbok Darsih.
"Iya neng, kok udah berani jualan saja. Kan eneng baru lahiran"ujar mbok Darsih.
"Ya gimana mbok kepaksa hehehe" jawabku nyegir.
"Ada berapa biji neng, Tapi eneng harus tep hati hati ya" ujar Mbok Darsih mewanti wantiku untuk terus berhati hati.
"30 biji mbok, Iya mbok pasti. Ya sudah mbok aku pulang dulu takut anakku nanti bangun" ujarku sambil berlalu dari warungnya Mbok Darsih ini.
Mbok Darsih hanya mengangguk saja. Ku berharap keuanganku bisa setabil lagi. Tak ingin ku menyusahkan adikku terus terusan. Apa lagi Ayah yang sudah tak peduli lagi padaku.
Saat sudah sampai di rumah, terlihat Mas Bram sudah bangun.
"Dek" ujarnya.
"Iya mas apa" jawabku santai.
"Ayok lah" ujarnya lagi merenggek padaku.
"Nunggu 40 hari lah mas" jawabku menolaknya.
"Ayok lah dek, mas ngak kuat" ujarnya yang masih merenggek.
Aku belum sempat juga untuk ber kb kenapa suamiku sudah ingin minta jatahnya. Kenapa hati ini begitu bimbang sih. Aku takut kalau bisa kebobolan saat aku belum berkb ini.
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Next ?
Misya akankan menuruti kemauannya suaminya itu ?

Book Comment (70)

  • avatar
    Stiya rahmadaniWati

    sangat baguss

    3d

      0
  • avatar
    RamadaniErna

    sangat bagus dan bikin nagih buat baca

    6d

      0
  • avatar
    BetinaRusa

    bagus

    20d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters