logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 3 SALAH LIHAT

Ctrekk
Lampu kembali menjadi terang.
"Kamu ya, ngerjain saya?"
Syukurlah tadi yang nabrak aku bukan setan tapi lebih parah dari setan sih ini mah.
"Ngerjain apa?"
"Kamu kan yang matiin KWH?"
"Enggak kok, mati sendiri ... Kok nyalain aku."
"Jangan bohong."
"Apaan sih,Da ... Orang lagi bete juga, ini tuh malam Minggu Da ... Sekali-kali diizinin keluar."
"Malam mingguan? Keluar mau jajan? Ketemuan sama laki-laki yang gak tahu bibit dan bobotnya? Kakak kamu nitipin kamu ke saya buat kerja bukan untuk keluyuran ... Kalau ada apa-apa siapa yang disalahin?"
"Tapi ... Da, ihhh yaudah iya ... Iya, tapi matiin yah lagu Indianya, aku mau tidur ngantuk."
"Jadi bener kan dugaan saya kalau tadi kamu yang sabotase!"
"Iya, maaf de Da ... Sengaja."
Haha, kabur!
Sebenarnya, Si Uda itu baik orangnya cuma ya baiknya kadang-kadang.
Sepertinya benar kata si Mas pelanggan tadi siang, bahwa aku harus meminta si Uda tambah karyawan ya minimal satu orang kek biar aku ada temennya juga.
Bosen lama-lama sendirian di kamar, udah gitu dalam keadaan jomblo lagi.
Parah gak sih.
Buka Hp, main FB dan Wa bahkan selfi-selfi pake kamera IG tak juga menghilangkan kejenuhan ini.
Rasanya aku benar-benar butuh hiburan.
Dulu, pas aku masih di rumah bosen gini suka main catur sama Bapak tapi sekarang gak bisa.
Mereka menyuruh aku mandiri, gak tergantung lagi sama mereka.
Minimal bisa cari penghasilan sendiri, intinya aku harus punya pengalaman.
Tapi, kok sedih juga yak jauh dari keluarga begini.
Bayangkan bangun tidur subuh, setelah solat aku langsung turun ke bawah ngupas-ngupas bawang atau persiapan buat jualan lainnya.
Terus sampai malam gak berhenti-henti kerja.
Beres jam kerja ya tidur dan besoknya begitu lagi dan seterusnya.
Terkadang aku merasa lelah menjadi dewasa.
Pokoknya yang pernah hidup merantau pasti tahulah deritanya.
****
Subuh, Si Uda ngebangunin katanya hari ini dia gak ke pasar dan gak jualan juga.
Alasannya sih mau nengok anaknya yang di Jakarta Utara, ngirim duit buat keperluannya.
Btw, Si Uda adalah Duda dan anaknya sudah remaja kelas dua SMP.
Katanya mereka berpisah karena, perselingkuhan.
Ngeri yak, tapi salut sama Si Uda ... Walau udah pisah tapi tetap tanggung jawab sama anaknya, kebanyakan kan pura-pura lupa.
"Terus aku ngapain,Da?"
"Ya terserah, kok nanya saya."
"Da, ih ... Masa sendirian di sini?"
"Anggap aja ini gantinya malam mingguan jadi kamu bebas mau ngapain aja tapi ingat jangan keluyuran."
"Ikut Uda aja, yak." Rengekku.
"Gak, kamu repot."
"Yaudah kasbon."
"Tuh kan Ujung-ujungnya kasbon, heran."
"Masa iya libur kerja gak ngapa-ngapain, minimal kan jajan."
"Yaudah,Nih ... Bukan kasbon, ini saya ngasih."
"Oke, makasih ya Uda ... Oh iya salam sama anaknya."
"Rugi anak saya dapat salam dari kamu."
"Ih, sadis banget."
Akhirnya, aku bisa libur juga.
Hal yang jarang-jarang ini.
Btw, ngapain yak biar otak rada fresh dikit.
Seratus ribu mungkin cukup sih kalau jajan ke indoapril tapi masa iya ke sana lagi, bosen.
Jadi ngelamun di depan Toko deh, bingung mau ke mana.
Tiiiiiddd
Klakson mobil itu benar-benar membuat aku spot jantung.
Dia fikir jantungku murah apa.
"Bawa mobilnya santai aja kenapa sih?!" Ketusku, hampir saja mau aku lemparin sendal tuh kacanya.
Eh tapi keburu yang empunya keluar dan terlihatlah seorang laki-laki berseragam biru telor asin.
Roman-romannya aku kenal.
"Tutup yak?" Tanyanya.
"Buka kok."
"Apanya? Orang ini loringnya nutup."
"Udah tahu pake nanya, iya nutup si Uda pergi."
"Lah, situ kenapa ngejogrok di sini sendirian?"
"Suka-suka dong, repot amat."
"Padahal saya mau sarapan."
"Di depan tuh kan ada Warteg."
"Hmm, Iya tahu tapi gak minat ... Saya sudah jatuh hati sama masakan di sini."
"Kirain jatuh hati sama saya, haha."
"Hari ini sih belum, gak tahu kalau nanti sore."
"Idih apaan sih garing."
Sejenak kami sama-sama terdiam, eh diam-diam dia buka kacamatanya dan astaghfirullah kenapa mendadak penglihatan ngeblank.
"Kenapa?" Tanyanya.
Oh, Tuhan ini pasti ujian.
Kenapa Mas Tower hari ini beda banget ... Pasti gara-gara kumisnya di cukur tipis-tipis jadi gimana gitu kalau gak pakai kaca mata.
"Heii ... Heii You okey!"
"Hai .. Hei ...Hai ... Hei namaku Tata lah."
"Eh, Tata ya ... Kan saya gak tahu."
Kulihat dia tersenyum tipis, hadeh percepat waktu sekarang juga.
Aku gak mau kebawa perasaan begini.
"Boleh gak sih kalau saya duduk di sini?"
"Di emperan?" Tanyaku memastikan.
"Iya, siapa tahu kan ada tukang uduk lewat."
"Mana ada ... Mimpi!"
Aroma parfumnya gila, sembriwing banget.
Kira-kira merknya apa ya, jadi pengen beli biar samaan.
Ih, apaan sih Tata.
Ini juga laki, kenapa mepet-mepet ... Ke ada udang di balik bakwan deh.
Apa benar dugaanku selama ini kalau Mas Tower itu ada rasa sama aku tapi apa iya?
"Terus mau ngapain di sini,Mas Tower?"
"Ya duduk aja."
Kesurupan nih pasti orang, kemarin aja ketus judes sekarang sok deket banget.
Pake ikut duduk segala lagi.
"Mas gak kerja? Ini sudah siang lho."
"Hari ini libur."
"Lah, kenapa pake baju seragam kerja?"
"Ya emang dari kemarin belum sempet ganti."
Idih, amit-amit ... Ganteng-ganteng kok jorok.
Btw, emang dia ganteng? Enggak juga.
"Kamu juga gak nyanyi?" Tanyanya.
"Nyanyi india."
"Owalah, apaan sih."
"Yaudah saya pamit ... Ngobrol sama kamu gak seru, gak asyik."
"Lah?!"
"Oh iya, besok buka gak?"
"Sepertinya buka."
"Owh oke."
"Oke ... Oke , Mohabbat ... Nnnnnn Mohabbat," ucapnya pelan dengan irama lagu khas Mohabbatein.
Duh, suaranya lumayan juga.
Dan akhirnya dia masuk mobil terus pergi.
Udah gitu aja, entah gak jelas banget.
Dari pada kelamaan bingung, mending ke indoapril aja lumayan ngikut ngadem di AC.
Beruntung tempat itu dekat jadi ya cukup jalan kaki aja.
Hmm, sepertinya hari ini indoapril lumayan cukup ramai.
"Mungkin karena, ini hari Minggu ... Orang-orang kantoran pada libur," ucapku sebelum mendorong pintu kaca yang menguras tenaga ini.
Menuju rak mie instan adalah tujuan utamaku.
Kebetulan kan stok mie ku sudah habis.
"Wah, rasa ayam geprek menarik ... Soto juga ... Eh, ayam pop ... Original satu deh."
Habis itu lanjut ke rak sabun mandi, sepertinya sabun mandiku habis juga.
Minyak wangi, sabun cuci dan masih banyak juga yang aku butuhkan.
"Permisi,Mbak ini belanjaan saya di total ya."
Aku meletakkan satu keranjang belanjaan di meja kasir.
Sang kasir pun tersenyum lalu jari-jari manisnya mulai menekan komputer.
"Sudah di total ya,Mbak ... Jadi semuanya dua ratus lima ribu," ucap Sang kasir dengan sopan dan anggun.
"Hah? Sebanyak itu?"
"Iya, Mbak ... Ini sudah sesuai kok harganya."
"Hmmm ...."
Aduh bagaimana ini, mana aku cuma bawa uang seratus ribu lagi itu pun pemeberian si Uda tadi.
Masa iya ngutang, gak asyik banget kan.
Bisa di serang penjaga indoapril aku.
"Bentar ... Bentar ya Mbak mendadak mata saya berbayang,"ucapku tentu berbohong.
Dari balik pintu kaca, aku melihat seseorang berjalan mendekat ke arah pintu.
"Mbak, ini seratus ribu dulu yak ... Kurangnya minta sama Mas-Mas yang pakai seragam warna biru telor asin ya ... Hmmm, dia suami saya," ucapku tergesa ketika melihat Mas Tower baru saja memasuki indoapril.
Sesaat sang kasir tertegun.
"Kalau gak percaya potong Mbak ... Potong leher ayam."
Akhirnya Sang Kasir percaya juga.
Sebelum Mas Tower menyadari keberadaanku.
Buru-buru aku kabur duluan, masalah Mas Tower urusan belakangan.
Yang pasti kini aku bisa selamat dan keluar dengan aman tanpa diuber-uber tuh kasir.
****
Sesampainya di kamar aku langsung menghidupkan kipas angin, ah capek juga habis lari-lari.
Padahal gak ada yang ngejar tadi ngapain pula aku lari, hmmm dasar Tata.
Hah?!
Rupanya aku ketiduran, bangun-bangun sudah lewat Ashar.
Sepertinya si Uda juga udah pulang, tuh terdengar suara kran nyala.
Oh, libur hari ini benar-benar menyenangkan.
Jarang banget bisa tidur siang sampai pules begindang.
"Da?!" Panggilku, ketika melihat si Uda baru saja keluar dari kamar.
Sepertinya dia habis mandi.
"Kenapa?"
"Hmm, tadi pas aku tidur ada orang nyariin aku gak?"
"Enggak tuh, lagian buat apa orang nyariin kamu?"
"Dih, yakali gitu."
"Gak ada ... Oh iya tadi saya beli ketoprak kamu makan ya ... Ada di dalam kulkas."
"Tumben? Tapi makasih ya Uda."
"Iya."
Ngacirlah aku ke bawah menuju kulkas.
Bangun tidur lapar juga.
Baru aja mau buka kulkas, kudengar ada gedoran loring dari depan.
Ah, ganggu saja sih. Mau tidak mau aku beralih buru-buru membuka loring.
"Mas ... Tower?!" Pekikku sambil nutup kolor pakai blazer yang aku kenakan.
Entah fashion dari mana blazer berpadu dengan kolor, wes suka-suka aku tok.
Namun, tampaknya dia tidak sendirian tapi bersama seorang wanita yang jauh lebih cantik dari yang kemarin.
Mereka tak berkata apa-apa, hanya menatapku saja.
Jadi mendadak serem.
"Ada apa?!" Tanyaku sedikit gerogi.
Keduanya saling pandang seperti mau berkata tapi sebuah tepukan di bahuku membuat aku melonjak kaget
"Eh, tikus goooott!"
"Kamu kenapa,Tata?!"
"Eh, Uda ... Ngagetin aja."
"Kamu tuh ngapain bengong?"
"Ini ... Lho."
Aku garuk kepala tidak gatal.
"Ini lho ... Ini lho apa ... Itu Pak petugas PLN nanya KWH kita di mana? Kok malah bengong," gerutunya.
Hah,PLN?!
Seketika aku mendadak blank!

Book Comment (70)

  • avatar
    Iin Raencika

    bagus

    16d

    ย ย 0
  • avatar
    LaiaDewimanis

    sangat terharu dgn ceritanya๐Ÿฅบ๐Ÿฅบ๐Ÿ˜“

    24d

    ย ย 0
  • avatar
    Sakdiah

    Ceritanya best! tak bosan ๐Ÿ’– Terbaikkkk ๐Ÿ‘๐Ÿ‘๐Ÿ˜

    24/08

    ย ย 0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters