logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 5 Tugas Ketua Kelas

Tett...
Bel berbunyi menandakan kegiatan belajar telah di mulai, namun Alcasta, Edghar, Bryan dan Arthur belum juga masuk ke dalam kelas.
Satu pelajaran telah berlalu. Kini jam pelajaran sudah berganti.
Pintu kelas terbuka menandakan seseorang masuk, "apa sudah masuk semua?" tanya Pak Bayu yang menjabat sebagai guru piket.
Marva mengabsen seluruh kelas dengan bola matanya. Alisnya sedikit bertaut saat memandang arah belakang kelas. Ia menggigit bibir bawahnya dengan ekspresi resah.
"Alcasta, Edghar, Bryan dan Arthur belum masuk, pak," sahut Marva yang menjabat sebagai sekretaris.
"Ke mana?" tanya pak Bayu dengan ketus.
"Marva gak tahu, pak," jawab Marva dengan hati-hati. Karena guru yang dihadapannya ini terkenal killer.
"Kalian ada yang tahu?" tanya pak Bayu menggema.
"Nggak tahu, pak," jawab semua murid dengan serempak.
"Ketua kelas mana?" tanya pak Bayu dengan tegas.
Prisca mengangkat tangan kanannya ke atas membuat pak Bayu menoleh kearah Prisca, "sini." Prisca pun berjalan menghampiri pak Bayu.
"Kamu itu ketua kelas di sini! Kamu itu seorang pemimpin, kalau ada yang belum masuk kamu cari tahu!" bentak pak Bayu. "Kamu telefon sekarang salah satu dari mereka!" perintah pak Bayu dengan tegas.
"Maaf, pak. Saya nggak punya nomor mereka," ujar Prisca.
Pak Bayu menghela nafas, "kamu niat nggak sih jadi ketua kelas? Kamu yang mencalonkan atau pilihan kelas?" tanya pak Bayu dengan sangat geram.
"Pilihan kelas, pak," jawab Prisca.
"Saya dengar kemarin mereka ada di rooftop. Tapi, nggak ada yang cari. Sekarang mereka belum masuk, nggak ada yang cari juga?" pak Bayu menatap Prisca yang menunduk, "dimana tanggung jawab kamu sebagai ketua kelas?"
"Saya tidak mau tahu. Kamu harus dapat informasi mereka! Kalau tidak, kalian bersihkan kamar mandi," sergah pak Bayu membuat Prisca mengangguk. Pak Bayu meninggalkan kelas tersebut sedangkan Prisca kembali ke tempat duduknya.
"Kita bantuin, Pris," ujar Marva.
"Kenapa sih mereka nyusahin banget," keluh Mauren sembari menutup wajah dengan buku tulisnya.
"Pak Bayu juga! Kenapa kita yang kena?" sungut Aletha tidak terima.
"Karena kita seksi!" jawab Marva dengan cepat.
"Oh, jelas! Gue yang paling seksi," sahut Mauren seraya mengibaskan rambutnya.
Aletha menoyor kepala Mauren, "seksi jabatan!"
Marva memposisikan duduknya menjadi menghadap ke tiga temannya, "tapi, kita cari informasi ke mana?"
"Seantero sekolah nggak ada yang tahu kontak mereka, sih," ucap Aletha yang ikut berpikir.
"Serahin sama gue," ujar Mauren seraya mengibaskan tangan di wajahnya.
Aletha mengangkat satu alisnya, tidak yakin.
"Kita masuk ruangan tata usaha aja," usul Mauren dengan nada santainya.
Aletha dan Marva membelalak, "masuk kandang macan?"
"Selagi ada Mauren di dunia ini. Kalian jangan risau," ucapnya dramatis.
Prisca menoleh ke arah belakang, "nggak ada cara lain?"
Mauren mengangkat ke dua bahu pasalnya tidak tahu cara lain.
Tett..
Bel istirahat berkumandang membuat murid Alundra berlarian menuju surga dunia. Mereka berhamburan dengan kecepatan lari seperti cheetah dan kelaparan seperti zombie. Teriknya matahari pun membuat tubuh kehilangan cairan elektrolit.
Berbeda dengan empat sejoli ini. Mereka harus berlari menuju ruangan tata usaha yang dikenal ruangan keramat dan mematikan. Mereka mengendap-endap untuk memasukinya.
"Lo yang masuk, gue yang jaga!" usul Mauren kepada ke tiga temannya.
"Maksud lo kalau pak Bayu datang terus kita ketahuan dan lo nggak gitu?" protes Aletha.
"Percuma lo kabur juga. Di mana ada kita di situ ada lo! Pak Bayu pasti berpikir ke sana," timpal Marva.
"Pak Bayu juga pintar. Jangan selalu meremehkan orang padahal kita sendiri lebih rendah," ucap Prisca.
Ah! Satu manusia yang irit berbicara ini selalu saja savage ketika berbicara. Tidak asal. Bermutu dan berkualitas. Pantas saja mahal untuk melontarkan kata.
"Kena kan lo," kekeh Aletha.
"Sayuran favorite lo cabai merah, ya? Pedes banget kalau nyemprot gue," gerutu Mauren.
"Udah! Nanti pak Bayu keburu datang," lerai Marva. "Gue sama Prisca masuk. Lo berdua jaga di sini," lanjut Marva.
Prisca memasuki ruangan diikuti oleh Marva sedangkan Aletha dan Mauren menjaga di luar ruangan.
Marva sibuk mencari absen kelas XI IPA 2. Dengan ketelitiannya ia pun menemukan dan mencari absen Diago Alcasta bersama Prisca yang sibuk berkutat dengan ponselnya.
Tiba-tiba pintu ruangan di ketuk beberapa kali oleh ke dua temannya.
"Tunggu. Nomornya susah," ujar Marva.
"Pak Bayu udah dekat!" teriak Aletha sedangkan Mauren terus mengetuk pintu.
"Dua lima, Pris. Bukan lima dua!" ujar Marva dengan panik sedangkan ekspresi Prisca masih saja datar.
"Pak Bayu lima langkah lagi!" teriak Mauren sedikit ditahan.
"Ayo, ayo!" Marva menyimpan buku absen lalu menarik Prisca keluar dari ruangan.
"Kalian ngapain!" teriak pak Bayu sedangkan empat sejoli itu sudah berlari, "salah masuk ruangan, pak!" teriak Mauren yang sudah cukup jauh.
Nafas mereka terengah-engah. Saluran nafas seperti tersendat dan oksigen seperti hilang begitu saja. Mulut mereka terbuka seperti ikan di darat.
Mauren melambaikan tangan pertanda menyerah. Aletha memutar balik lalu menarik Mauren dan membawanya berlari menjauh dari ruangan keramat dan mematikan itu.
Kaki mereka akhirnya menginjak lantai kantin yang mulai dingin oleh hembusan angin. Hanya saja bau tidak sedap yang terhirup sehingga tetap mengancam mematikan.
"Pak Tono es jeruk empat!" teriak Mauren seraya duduk di kursi.
"Ah! Rasanya gue pingin habisin empat setan itu!" murka Aletha.
"Jangan, nanti lo harus di ruqyah karena makan setan," sahut Marva dengan nafas yang hampir habis.
Prisca langsung saja berkutat kembali dengan ponselnya. Jarinya bergerak naik turun dan ekspresi andalannya berubah menjadi kebingungan.
"Kenapa, Pris?" tanya Marva.
"Nomornya baru setengah," ujar Prisca membuat ke tiga temannya membelalak.
"Serius!" Aletha terkejut seraya mencondongkan badannya untuk melihat ponsel Prisca.
"Oh my mine! I'm crazy!" teriak Mauren sembari mengacak rambutnya.
"Kak?" panggil Alpha menghampiri Prisca.
"Maaf nggak bisa pulang bareng. Gavin minta antar ke toko buku," terang Alpha dengan nada merasa bersalah.
"Toko buku atau turnamen?" pungkas Prisca membuat Alpha terkekeh.
"Turnamen, kak." Alpha menunjukkan deretan giginya yang rapi, "tapi, kalau lo nggak ada yang antar gue bisa batalin, kok."
"Ada. Lo jangan pulang malam."
"Siap ibu negara!" Alpha hendak mencium Prisca namun Aletha segera mendorong Alpha.
"Kasus yang tadi aja masih hangat, Al!"
Alpha menautkan ke-dua alisnya, "kasus apa?"
"Kalian cium-ciuman di parkiran!" sela Mauren.
Alpha terkejut lalu tertawa, "adik kakak kok dijadiin kasus. Iri bilang karyawan!"
"Panggilan untuk siswi kelas sebelas IPA dua. Prisca, Marva, Mauren dan Aletha untuk segera datang ke ruangan tata usaha. Terima kasih." Pengumuman menggema di setiap penjuru Alundra membuat empat sejoli ini semakin prustasi.

Book Comment (1012)

  • avatar
    Robi Borent'z Namsembilan

    sip

    1d

      0
  • avatar
    Seliivanka

    bgs alur ceritanya

    5d

      0
  • avatar
    WicaksonoAkbar

    aku suka banget sama novelah aku sangat senang dengan novelah aku terkadang juga sukai juga Sukaesih film dan juga aku suka yang bagus yang bagus terima kasih ya play store play store aku sungguh kagum dengan novel hari ini aku cinta novel dan terkadang aku aku juga terkadang membaca di novel itu sangat seru sekali saya juga bukan sekali sama novira siapa Novi

    9d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters