logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 3 Harga Diri

DERUMAN sang kuda besi membisingkan jalanan yang lumayan kosong. Dedaunan kering terlindas membuatnya beterbangan hancur. Pohon yang menjulang tinggi goyah akibat getaran tanah yang bergesekan dengan roda mesin.
Satu persatu motor ninja itu melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Tepat di sebuah perempatan mereka menarik rem membuat kendaraan yang mereka tunjangi berhenti mendadak secara bersamaan.
Motornya berbaris dengan rapi. Begitu juga dengan motor di seberang mereka. Sang pengendara sama-sama menatap dengan tatapan tajam.
"Turun!" perintah salah satu dari mereka. Ketiga temannya membuka helm full face lalu turun dari motornya.
Ragistic berjalan dengan gagah menghampiri Bastard yang masih setia menunjangi motornya.
"Pinggirin motor butut lo!" sungut Alcasta.
"Taruhannya adalah darah untuk minggirin motor butut gue," ucap Alpha dengan nada menantang.
Yash! Ragistic berhasil memancing amarah Bastard. Mereka tahu kelemahan Bastard, mudah sekali membangkitkan emosi mereka.
Alcasta turun dari motornya dengan segera lalu berdiri tepat dihadapan Alpha, "berapa harga darah lo?"
"Siapa yang paling banyak meneteskan darah. Dia yang paling rendah harganya," ucap Alpha.
Alcasta tersenyum smirk lalu langsung menghantam pipi Alpha hingga tersungkur. Begitu juga dengan teman-temannya saling menghabisi satu sama lain.
Bunyi tulang yang diadukan terdengar begitu jelas. Pukulan demi pukulan disertai emosi yang membara membuat mereka begitu brutal.
Alcasta yang berada di atas tubuh Alpha terus menghabisi tanpa ampun. Wajah Alpha hampir saja tidak dikenali akibat luka lebam yang membengkak serta darah yang mengalir dengan deras.
Mata Alcasta tertutup oleh emosi. Tidak ada ampun dan rasa iba untuk musuhnya. Dimatanya, ia ingin menang.
Ketiga teman Alcasta tersungkur tidak berdaya sedangkan ketiga teman Alpha langsung memisahkan Alcasta dari tubuh Alpha.
"Tanya sama bocah so' jagoan itu. Siapa yang harganya paling rendah!" teriak Alcasta.
PRISCA melihat jam yang bertengger di dinding rumahnya. Jarum jam menunjukkan pukul 16.00. Prisca mendesah kesal karena adiknya tidak kunjung datang. Padahal, jam pulang sekolah sudah berlewat empat jam yang lalu.
Drt... drt...
Ponselnya bergetar menandakan panggilan telepon masuk. Prisca segera merogoh sakunya. Ia melihat layar ponsel yang tertera nomor tidak dikenal.
"Hallo?" ucap Prisca setelah menerima panggilan.
"Kak Pris. Ini gue Gavin. Lo bisa ke rumah sakit sekarang?" sahut sang penelepon di seberang sana.
"Ada apa?" tanya Prisca dengan nada khasnya.
"Alpha, kak."
"Kenapa Alpha?" nadanya terdengar mulai cemas.
"Biasa, kak." Prisca mendesah berat. Lagi-lagi adiknya membuat ulah. Hampir setiap minggu adiknya selalu absen di daftar rumah sakit.
"Gue ke sana." Lalu Prisca menutup panggilan dan segera menuju rumah sakit yang diberi tahu oleh Gavin.
Sesampainya di rumah sakit ia langsung menuju IGD. Matanya langsung tertuju pada seorang remaja berseragam sekolah yang tergeletak di atas brankar.
Kakinya berjalan sedikit cepat. Rambutnya terkibas oleh ayunan langkah kakinya. Air matanya menetes tak tertahan.
"Kak Prisca?" panggil Alpha disertai rintihan.
"Kapan lo mau berubah, ha? Kenapa lo nggak pernah ngertiin gue yang susah cari uang buat makan kita, buat biaya gue sekolah. Kenapa?" cerca Prisca. Matanya mulai memanas sehingga memerah.
"Maafin gue, kak," lirih Alpha namun percuma bagi Prisca, ia selalu mengulanginya.
"Coba lo di posisi gue! Gimana capeknya pulang sekolah langsung kerja sampai malam. Dan, jadi lo enak. Lo pulang sekolah mau main atau pun istirahat, gue nggak pernah protes sama lo. Asalkan lo jangan kayak gini terus, Alpha!" bibir Prisca gemetar. Ia menahan emosinya agar tidak meluap di tempat ini.
"Maafin gue kak, maafin gue." Alpha sepertinya merasa sangat bersalah mendengar penderitaan Prisca.
"Sekarang kita pulang ya, kak." Alpha berusaha beranjak dari brankarnya.
"Gak! lo tetap di sini. Maaf, gue nggak bisa temanin lo karena gue harus kerja."
"Nggak, kak. Gue mau dirawat di rumah aja sama lo. Gue yakin segera sembuh, kok." Alpha memaksakan senyumnya.
"Lo harus dirawat di sini. Luka lo parah, Alpha!" geram Prisca.
"Alpha segera sembuh kalau kakak yang rawat. Paling di sini cuma diinfus aja. Lebih baik di rumah. Kakak kompresin Alpha, terus dimanjain sama kakak, disuapin, dimandiin. Iya, kan?" nada bicara Alpha terdengar merengek dan meminta belas kasihan. Ia terus tersenyum walau sudut bibirnya terasa sangat perih.
"Kalau di rumah sakit terus, nanti kalau kakak kerja, Alpha sendirian, dong?" kini nadanya berubah menjadi sangat manja.
"Lo itu bad boy! Ngapain manja?" sungut Prisca.
"Gue manja sama lo, kak. lo itu pengganti nyokap." Alpha mengelus punggung tangan Prisca.
Hati Prisca yang membeku kini mencair seketika, "yaudah. Lo bisa jalan? Gue nggak ada uang buat naik kendaraan."
Alpha merogoh sakunya dan mengeluarkan satu lembar uang, "gue ada, kak."
Prisca membantu Alpha turun dari brankar dan berjalan keluar dari rumah sakit.
Sesampainya Alpha dan Prisca di rumah. Prisca menuntun Alpha berjalan sampai kamarnya. Prisca menyelimuti tubuh Alpha, "istirahat." lalu Prisca hendak beranjak.
"Kak." Alpha menggenggam tangan Prisca. "Maafin gue ya," lanjutnya. Sorotan matanya terlihat sangat menyesal.
"Lo ingat pesan gue, Al. Lo boleh main sama teman lo ke mana pun selagi lo punya uang, asal lo jangan buat onar. Selain ribet masalah uang, gue juga khawatir sama tubuh lo yang ga selamanya kuat. Ngertiin gue ya," jelas Prisca.
Alpha tidak bisa menjawab ucapan Prisca. Ia hanya memeluk Prisca dengan erat hingga meneteskan air mata di baju Prisca. "Gue beruntung punya kakak kayak lo, kak."
"Yaudah lo istirahat. Gue kerja dulu." Prisca meregangkan pelukannya.
Alpha menggenggam tangan Prisca, "gue sayang sama lo, kak."
"Gue jauh lebih sayang lo." Prisca mengelus pelan pipi Alpha.
"Hati-hati ya, kak. Kalau ada yang gangguin bilang sama gue. Nanti gue langsung samperin lo."
"Oke."
"Gue mau cium dulu." Prisca berdecak. Adiknya ini tidak pernah absen untuk mencium pipinya setiap waktu.
Bagi Alpha, seorang Prisca yang hadir dihidupnya bagai malaikat pengganti sang ibu. Ia menyayanginya melebihi seorang adik kepada kakak.
"Lo itu nyokap sekaligus bokap gue. Lo selalu bisa rubah peran lo di depan gue. Gue sayang banget sama lo Pris," ucap batin Alpha.
SESAMPAINYA Prisca di sebuah cafe, ia segera bergegas masuk dengan tergesa-gesa sehingga membuat seisi cafe tertuju kepadanya.
"Maaf pak saya telat. Tadi saya habis dari rumah sakit, adik saya terkena musibah," ujar Prisca kepada atasannya dengan kepala menunduk.
"Tidak apa-apa, saya percaya sama kamu. Sekarang cepat kamu ganti baju."
"Baik, pak. Terima kasih." Prisca pun langsung menuju kamar mandi untuk mengganti bajunya menjadi seorang pelayan di cafe.
"Mbak!" teriak seorang pengunjung memanggil salah satu pelayan di cafe.
Seorang waitress menghampiri pengunjung tersebut, "iya mas pesan apa?"
"Milk shake empat, ice blend dua."
"Ada tambahan mas?"
"Nggak."
"Baik, tunggu ya mas."
Waitress itu menghampiri Prisca yang baru saja keluar dari kamar mandi, "kamu kasih ini ke meja nomor sembilan. Aku ke kamar mandi dulu."
"Iya, kak." Prisca menyiapkan pesanan yang dicatat di buku pesanan.
10 menit kemudian ia membawa nampan dan menuju meja nomor sembilan.
"Manekin?" panggil seseorang itu dengan suara yang familiar. Bahkan, sangat familiar.
"Lo kerja?" tanyanya kembali. Prisca malas melihat wajah seseorang itu. Siapa lagi jika bukan Diago Alcasta yang memanggilnya dengan sebutan 'manekin'.
"Eh kebayang nggak, sih. Prisca jadi pelayan, terus diam aja nunggu orangnya duluan yang ngomong," celetuk Edgar diselingi nada candaan.
"Kok lo diterima jadi pelayan, sih? Kenapa nggak diterima jadi patung selamat datang di depan?" timpal Bryan membuat ketiga temannya tertawa terbahak-bahak.
Prisca membalikkan badannya untuk kembali menuju dapur cafe.
"Semangat kerja, Manekin! Jangan lupa kerjain tugas!" teriak Alcasta saat Prisca mulai menjauh.

Book Comment (1012)

  • avatar
    Robi Borent'z Namsembilan

    sip

    1d

      0
  • avatar
    Seliivanka

    bgs alur ceritanya

    5d

      0
  • avatar
    WicaksonoAkbar

    aku suka banget sama novelah aku sangat senang dengan novelah aku terkadang juga sukai juga Sukaesih film dan juga aku suka yang bagus yang bagus terima kasih ya play store play store aku sungguh kagum dengan novel hari ini aku cinta novel dan terkadang aku aku juga terkadang membaca di novel itu sangat seru sekali saya juga bukan sekali sama novira siapa Novi

    9d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters