logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

DIA GADIS YANG MEREKA CARI

Seperti rutinitasnya yang biasa setiap pagi. Nara berangkat ke kantor karena hari ini banyak pekerjaan yang benar-benar mendesaknya sampai-sampai lupa untuk istirahat.
Dia keluar dari taksi, meski sudah menjadi sekertaris di perusahaan terkenal dia masih tetap menggunakan taksi untuk pergi kemana-mana. Mungkin tahun depan dia akan menyicil mobil agar tidak kesulitan pergi kemana-mana, termasuk untuk menemui putri kesayangannya.
“Selamat pagi Bu Nara,” sapa seorang sekuriti dengan sangat ramah.
“Pagi Pak, mari....” Nara tersenyum ramah, lalu dia melanjutkan langkahnya setelah mendapat jawaban dari sekuriti itu.
Nara tiba di ruangannya, dia meletakkan tas di atas meja lalu duduk di kursi. Benar-benar banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan. Hari ini dia harus memberikan laporan mengenai meeting tempo hari kepada Danu dan minggu depan pemilik perusahaan ini sudah benar-benar digantikan.
Rasanya Nara tidak rela jika Biru yang menjadi atasannya, benar-benar bisa makan hati dia nanti.
Suara bunyi telepon membuat dia mengehentikan aktivitasnya lalu menjawab panggilan itu.
“Halo, selamat pagi,” sapanya dengan ramah.
“Pagi Nara, boleh ke ruangan saya sekarang?”
“Baik Pak, mohon ditunggu.”
“Ah, terlalu formal begitu. Santai saja.” Terdengar kekehan Danu dari seberang telepon, Nara ikut tertawa. Dia benar-benar peduli mendapat atasan yang sangat baik seperti Danu.
Nara menutup teleponnya, lalu dia segera pergi menuju ruangan Danu sambil membawa beberapa laporan yang sudah dia selesaikan. Ini yang paling Danu sukai, Nara selalu cepat mengerjakan pekerjaannya bahkan setiap kali dia memeriksanya tidak satupun yang salah.
Dia mengetuk pintu ruangan Danu sebanyak tiga kali lalu segera membuka pintu, “selamat pagi,” sapanya dengan ramah namun dia terkejut sesaat setelah melihat Andre yang duduk dihadapan Danu.
“Selamat pagi Nara,” jawab Andre dengan senyum lebar.
“Selamat pagi,” di sambung Danu yang tertawa kecil. Dia seperti memiliki satu rencana dalam kepalanya.
“Ini Pak, laporan awal. Selebihnya, saya serahkan nanti karena belum selesai.” Nara meletakkan kertas itu di atas meja, lalu dia berdiri tepat di samping Andre yang selalu menatapnya dengan senyum mengembang.
“Astaga Nara, saya memintamu kemari bukan untuk meminta laporan ini.” Danu meraih kertas-kertas itu, dan membukanya satu per satu. Dia menggelengkan kepala, benar-benar laporan yang sempurna.
“Sudah ayo duduk, ada yang ingin saya bicarakan denganmu.” Nara mengerutkan keningnya, dia lalu duduk dan berharap dalam hati semoga ini mengenai permintannya yang ingin kembali ke posisi semula.
“Mengenai apa Pak?” tanya Nara, sebenarnya dia juga bingung kenapa ada Andre di sini. Tidak biasanya juga mereka bertemu di ruangan Danu seperti ini.
“Begini Nara,” Danu menarik nafas, bersiap untuk menceritakan apa yang hendak dia sampaikan, “berapa usia kamu?”
Nara mengerutkan keningnya karena tidak biasanya Danu bertanya seperti ini, tapi dia juga tetap menjawab, “em, sekitar dua lima Pak. Kenapa?”
“Sudah punya pacar?”
“Belum.”
“Ah, kebetulan sekali!” jawab Danu dengan antusias, dia berdiri dan menatap keduanya dengan senyum mengembang.
Nara mengerutkan kening, apanya yang kebetulan. Memangnya apa yang sedang terjadi di sini. benar-benar menciptakan kebingungan di kepalanya. Dan tidak biasanya juga Danu bertanya mengenail hal seperti itu.
“Begini Nara. Karena kamu masih singel dan Andre juga, bagaimana jika kalian ngedate. Saya lihat kalian sangat cocok.”
Nara benar-benar syok mendengar ucapan Danu, apa-apaan ini! Apa Danu sedang berniat menjodohkan mereka? Ini benar-benar tidak lucu.
Wanita itu hanya tersenyum kikuk, dia tidak tahu harus mengatakan apa. Nara menoleh ke samping dan mendapati Andre yang masih saja tersenyum. Apa orang ini sudah gila atau bagaimana, Nara tidak paham.
“Iya, nanti malam aku jemput kamu ya...,” Andre kembali tersenyum dan itu menandakan dia tidak ingin di tolak, “plis, sekali ini saja.”
Nara benar-benar benci dengan keadaan seperti ini, melihat orang lain memohon padanya. Yang berakhir dia sendiri tidak tahu ingin mengatakan apa.
**
Sementara Xabiru di dalam ruangannya, pria itu sedang sibuk dengan beberapa proposal yang diperiksa. Dia membantingg proposal itu dengan kesal, tak satupun yang bisa masuk ke dalam pikirannya.
Sejak kemarin yang ada dalam kepalanya hanya Nara, Nara dan Nara.
“Akh! Brengsek!” dia membanting pintu, rasanya ini benar-benar menyiksa. Ada apa dengannya, tidak biasanya dia seperti ini, kenapa tiba-tiba dia merasa ada yang salah dalam dirinya terlebih ketika menatap wajah Nara.
“Aku yakin pasti dia udah melet aku!” gumamnya dengan kesal, karena sejak dulu hingga sekarang tidak pernah ada seorang gadis pun yang melekat dalam pikirannya. Dan sekarang kenapa bisa seperti ini.
Suara dering telepon membuyarkan lamunan Xabiru, dia menggelengkan kepalanya lalu mengangkat panggilan itu.
“Halo.”
“Selamat pagi Pak Xabiru, Pak Chrisyan ingin bertemu dengan Bapak.” Kening Biru mengerut, ada apa teman sialannya itu datang pagi-pagi ke kantornya.
“Ya. Biarkan dia masuk.”
“Baik Pak, terimakasih....”
Biru segera menutup panggilan itu, lalu kembali menatap proposal sialan yang tak kunjung selesai. Dia meraihnya lagi lalu membaca sesaat dan sialnya yang muncul di lembaran kertas itu malah wajah Sekertarisnya itu yang sedang tertidur lelap seperti malam kemarin.
“Akh brengsek!” pekiknya lalu melemparkan kertas-kertas itu ke arah pintu. Bertepatan saat itu Chrisyan masuk dan dia terkena lemparan proposal itu.
“Woi selow men! Kau kenapa bangke! Aku baru sampai udah di timpuk aja.” Biru terkekeh saat menyadari jika proposal itu mengenai kepala Chris.
“Eh sorry, sorry. Aku lagi kesal,” Biru berdiri untuk menghampiri Chris yang sedang memungut kertas-kertas itu, “thanks,” sambungnya lagi saat Chris menyerahkan benda itu padanya.
“Kau kenapa sih! Gak suka aku ke sini?” Chris berjalan menuju sofa lalu duduk di sana dan di susul Biru setelah dia meletakkan kembali proposalnya di atas meja kerja.
“Bukan gitu,” Biru menghempaskan bokongnya di sofa, “ada apa pagi-pagi ke sini?” tanyanya sambil menatap Chris yang sedang merapikan rambutnya yang terlihat berantakan akibat timpukan Biru.
“Aku mau tanya sesuatu.”
“Apa?”
“Sekertarismu itu siapa namanya?” kening Biru mengerut, ada rasa tidak suka ketika dia mendengar pertanyaan Chris. Untuk apa juga dia menanyakan hal itu. Menyebalkan.
“Kenapa?” tanyanya dengan nada tidak suka.
“Kau ingat mantanku yang jadi taruhan kita?” ah, Biru ingat sekali akan dia. Dan hingga saat ini entah kenapa dia merasa berdosa akan perbuatannya beberapa tahun lalu, dan jika ada kesempatan dia akan meminta maaf padanya.
“Ah, Kau tau Chris,” tatapan pria itu lurus ke depan, membayangkan hal bodoh yang sangat dia sesali hingga saat ini, “sampai sekarang aku merasa berdosa, aku pengen minta maaf sama dia. Dimana dia sekarang?” dia kembali menatap Chris yang sama-sama menunjukkan wajah penuh rasa bersalah.
“Itu dia Bi. Semenjak kejadian itu bodohnya aku memblokir semua akses komunikasi sama dia. Dan sampai sekarang aku gak tahu keberadaan dia.” Terdengar nada putus asa dari bibir pria itu, rasa bersalah ini benar-benar ingin membunuhnya.
“Kau sudah ke rumahnya?”
“Udah, tapi keluarganya udah pindah dan aku tidak tahu kemana,” Chris menatap Biru dengan tatapan serius, “Sekertarismu. Namanya siapa?” tanyanya dengan penuh harap agar Biru menjawabnya.
Apa sih dia, kenapa selalu bertanya tentang Nara. Biru benar-benar tidak dapat menyembunyikan kekesalannya.
“Memang kenapa sih!”
“Kasih tahu saja namanya siapa,” lama-lama Chrisyan kesal dengan pria. Padahal ini pun untuk kepentingannya juga.
“Ck,” Biru berdecak kesal,“ sejujurnya dia tidak ingin memberitahu tapi penasaran juga untuk apa Chris ingin tahu nama sekertarisnya itu.
“Nara,” Biru menarik nafasnya, “Naraya Ayudia.”
Deg! Seketika tubuh Chrisyan terpaku, nafasnya naik turun setelah mendengar jawaban Biru. Naraya? Tidak salah lagi, ini tidak salah. Dia, Nara yang Chris cari selama ini.
“Bi....”
Melihat wajah temannya yang seperti orang bodoh, Biru kebingungan. Setan apa yang hinggap di kepala pria ini sampai dia cengo seperti itu.
“Kaukenapa!” dia memukul lengan temannya itu, tapi sepertinya Chris memang sedang syok.
“Bi, dia....” dia-dia apa sih, Biru sama sekali tidak paham.
“Gak salah lagi, sekertarismu. Dia Nara, mantanku! Cewek yang kita cari selama ini. Cewek yang udah kita jadikan bahan taruhan!”
Deg!
Seketika tubuh pria itu mematung, jantungnya terasa ingin melompat dari tubuhnya. Jadi Nara adalah cewek yang dia tiduri beberapa tahu lalu?
***

Book Comment (313)

  • avatar
    Imagirl

    good novel, dah gak bisa berword" lagi saya. 👍🤩

    04/04/2022

      0
  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    06/08

      0
  • avatar
    PutriAnisa

    alur nya bagus tidak membosan kan

    19/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters