logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 5 Pria di ujung Gang Sepi

Selama perjalanan menuju sevenmart tempatnya bekerja, Sheril berkali-kali menepuk wajahnya. Ada rasa hangat, malu saat terbayang tingkahnya tadi di gang sepi.
'Bagaimana kalau ada yang lihat? Apalagi kalau itu bukan Anon yang lihat.'
Sheril terus merutuki perbuatannya tadi pagi. Betapa bodohnya dia melakukan hal konyol itu.
Sesampainya di depan sevenmart. Sheri turun dari bus dan tidak lupa membayar ongkosnya.
Wajah Sheril masih memerah, ia terlihat slah tingkah. Rupanya Sheril bukanlah orang yang pandai menyembunyikan sesuatu.
Vero yang sudah sampai duluan di sevenmart menatap Sheril. Senyumnya tersungging, ada niat tersembunyi saat melihat wajah Sheril.
Sheril mendorong pintu kaca, ia memasuki sevenmart dengan pandangan yang tidak fokus.
Tuk.
Sebuah benda empuk mengenai keningnya. Sheril mendongak. Lima langkah di depannya, ia melihat Vero yang sedang tertawa. Sheril mendengkus. Ia membungkuk untuk mengambil sebungkus roti di dekat kakinya.
Tanpa mempedulikan Vero, Sheril berjalan menuju meja kasir sambil membuka plastik pembungkus roti. Setelah tiba di samping Vero, ia menggeser kursi lalu mendudukinya. Roti yang sudah dibuka bungkusnya itu, kini ia memakannya dengan lahap.
"Kamu tidak sarapan lagi?" tanya Vero.
"Hm." Sheril menjawab dengan deheman sambil mengunyah makanannya.
Vero menghela napas. Ia berjalan mendekati rak pendingin, tempat penyimpanan minuman.
Tatapan Vero berhenti pada botol susu rasa pisang. Ia teringat hari kemarin, saat pertama kali melihat Sheril. Tangannya segera meraih botol susu rasa pisang itu, lalu berjalan kembali ke meja kasir.
Botol susu rasa pisang itu diletakan di depan Sheril, membuat Sheril menoleh ke arah Vero.
"Minumannya. Kalau kurang, akan kuambilkan lagi rotinya."
"Tidak usah, makasih," ucap Sheril sambil kembali menatap botol susu di hadapannya.
"Tumben sepi, apa belum pada datang, ya?" gumam Sheril. Tatapan matanya memindai ruangan sevenmart.
"Biasanya seperti itu. Kalau ada hal baru, pasti akan ramai dikerumuni. Kalau rasa penasarannya sudah hilang, mereka akan datang saat butuh saja."
"Ah, baguslah!" seru Sheril sambil meremas plastik pembungkus kue. Kuenya sudah habis ia makan. Remasan plastik itu ia alihkan ke tangan kirinya, sementara tangan kanannya meraih botol susu dan sedotan kecil.
"Vero, kamu penduduk asli di sini, kan?" tanya Sheril tanpa menatap wajah Vero. Bagi Sheril, menatap wajah Vero hanya akan membuatnya hilang fokus.
"Hm. Bisa dibilang asli penduduk sini, kenapa?"
"Kamu tahu tempat kosan yang bagus?" tanya Sheril. Kini ia memutar badannya sehingga menghadap ke arah Vero. "Tapi yang harganya sekitar 5 sampai 10 Pound per bulan," lanjutnya.
"Hm. Nanti aku tanyakan ke pamanku. Untuk siapa?"
"Untuk aku, nggak betah rasanya tinggal serumah dengan kakak terus," ucap Sheril sambil memalingkan wajah.
"Bukannya lebih aman kalau tinggal dengan saudara?"
"Aman pikirmu!" gerutu Sheril sambil berdiri.
"Mau ke mana?" tanya Vero.
"Hm. Masih lapar," jawab Sheril sambil beranjak pergi.
Mata Vero mengikuti gerak tubuh Sheril. Ada hal yang membuatnya tersenyum saat melihat tingkah partner kerjanya itu. Baginya, satu shift dengan Sheril adalah permintaan terberat yang dikabulkan ayahnya.
"Katanya lapar, tapi kenapa makan ice cream?" tanya Vero menatap heran saat Sheril membawa tiga mangkuk kecil ice cream.
"Tenang, aku akan bayar, kok. Pak Davin juga nggak ngelarang."
"Iya, sih. Tapi ... ini masih pagi," ucap Vero.
Sheril mendelik, ia duduk sambil meletakan tiga mangkuk kecil ice cream di depannya. Satu mangkuk ia buka, isinya ice cream rasa vanila. Sheril tak memedulikan ucapan Vero, ia menyuap ice cream itu dengan lahap.
Para pengunjung mulai berdatangan. Troli dan keranjang yang tersedia di sevenmart kembali habis dipakai pembeli. Sheril menatap satu per satu pengunjung yabg hadir. Semuanya campur, laki-laki dan perempuan.
Vero beranjak pergi dari meja kasir. Ia berniat membantu para pembeli yang kesusahan mengambil barang. Atau sekadar mejawab pertanyaan dari pembeli.
Sheril menatap Vero dari meja kasir, lalu tersenyum kecil.
Sheril merogoh ponsel dari saku celananya. Sederetan pesan masuk dari minsta memenuhi layar ponselnya. Sheril pun sibuk menghapus pesan yang menurutnya tidak penting itu.
[Akhirnya kamu menyapaku]
Sheril mengerutkan alisnya. Ia mengingat kejadian tadi pagi saat berada di gang sepi itu, Sheril kembali menutup wajah karena rasa malu yang mendera.
[Kamu curang! T_T] Balas Sheril diakhiri emot menangis
[Oh, ya?]
[Kenapa tidak menjawabku?] Balas Sheril. Meski ia memainkan ponselnya, tapi tatapan matanya tetap bergerak mengawasi.
[Aku menjawabnya, kok. Tapi kenapa kamu pergi.]
[Mana ada kamu menjawab sapaanku? Aku seperti orang gila yang berbicara sendiri pagi ini!]
[Haha!]
Balasan itu yang Sheril terima. Ia kesal, lalu mematikan ponselnya.
Beberapa pembeli mulai menghampiri meja kasir, Sheril menyimpan ponselnya di saku celana lalu kembali ke pekerjaannya.
Melihat Sheril yang sedang sibuk di meja kasir, Vero segera menghampiri.
Lagi-lagi Vero melakukan apa yang tidak disukai Sheril, mengacak rambut Sheril.
"Semangat. Aku akan mentraktirmu makan siang," bisik Vero.
Sheril mendengkus, ia tidak terima rambutnya berantakan. Dengan sebal, ia menatap Vero. Yang di tatap malah sibuk membungkus belanjaan pembeli.
"Berhenti bersikap semaumu," bisik Sheril dengan nada geram.
Vero menoleh, ia hanya memberikan senyuman sebagai tanda jawaban dari ucapan Sheril.
Hari yang melelahkan berjalan begitu cepat, Sheril beranjak dari meja kasir menuju rak pendingin minuman. Ia mengambil satu botol air menral, sambil berjalan kembali ke meja kasir, tangannya sibuk membuka tutup botol.
Sambil duduk, ia meneguk air mineral itu. Hawa dingin menyentuh permukaan tenggorokannya, menghilangkan rasa haus dan membuat Sheril kembali semangat.
"Vero, kamu sudah cek barang yang di lemari itu?" tanya Sheril sambil menunjuk ke arah kiri dari tempatnya berdiri.
Vero menoleh ke arah Sheril. Lalu, matanya mengikuti arah telunjuk Sheril. "Belum," jawab Vero.
"Ok," jawabnya. Lalu berjalan ke arah yang ditunjuknya tadi. Beberapa barang mulai berkurang. Ada juga makanan yang sudah hampir lewat batas waktu pemakaian. Sheril mengumpulkan barang tersebut, lalu berjalan menuju gudang.
Beberapa pembeli datang silih berganti. Saat ini, hanya ada dua pembeli, keduanya pemuda.
Sheril membawa barang baru dari gudang. Ia merapikan barang tersebut di tempatnya. Seorang pengunjung datang mendekati Sheril. Lalu berdiri di samping Sheril.
"Ternyata kamu kerja di sini," ucap pemuda itu. Ia pun duduk jongkok di samping Sheril.
Sheril menoleh, menatap beberapa detik pemuda di sampingnya. Mengingat-ingat wajah pemuda itu. Kumis tipis menghiasi wajahnya, mata berwarna hijau terang dengan janggut tercukur rapi. Alisnya tebal dengan bulu mata lentik juga panjang. Rambutnya ikal dan dikucir sebagian. Tubuhnya atletis, ia ke sevenmart hanya mengenakan kaos oblong dan celana selutut. Sheril baru mengingatnya, ia adalah tetangga di ujung gang sepi.
"Oh. Ya, begitulah," jawab Sheril sambil kembali bekerja.
"Aku akan menunggumu sampai kamu pulang," ucap pemuda itu sambil berdiri. Ia sudah mengambil barang yang akan ia beli.
"Tidak usah, Ted. Aku pulang malam. Kamu akan lelah menunggu," jawab Sheril tanpa menoleh.
"Aku tahu, karena itu aku mau menunggumu. Bukankah tidak baik seorang perempuan selalu pulang malam?"
Sheril menghela napas, lalu ia berdiri. Menatap Tedi dengan tatapan penuh tanya. "Tapi, kalau aku pulang denganmu. Justru lebih tidak baik," jawab Sheril. Ia mengambil dus kosong lalu beranjak pergi.
Tedi terdiam, pria berkumis tipis itu hanya bisa menghela napas panjang. Matanya menatap punggung Sheril yang menjauh.
Sheril berdiri sambil menyandarkan tubuhnya di daun pintu, pemandangan di depannya begitu berantakan. Ia kini sedang di gudang seorang diri.
"Apa Tedi adalah pemilik akun Alnonim?" gumamnya.
Segera ia merogoh saku celana untuk mengambil ponsel. Tangannya dengan lincah menulis sebuah pesan pada pemilik akun yang bernama Alnonim.
[Hei. Jangan menungguku]
Pesan itu terkirim. Sheril menghela napas lega. Kini ia merasa tahu siapa Alnonim.

Book Comment (824)

  • avatar
    Carlos Santaro

    best plot story ever

    09/05/2022

      0
  • avatar
    zunzun

    penasaran bangetttt sama ceritanya.. tiap hari selalu cek apa udah update belum.. secepatnya mungkin ya.. soalnya bikin penasaran banget sama ceritanya sheril.. 😍😍🥰🥰

    28/12/2021

      1
  • avatar
    MimiAzli

    sorg pmpn yg jomblo..disukai tiga pria.

    27/07/2023

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters