logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 7

Keesokan harinya, suara gemuruh terdengar begitu keras hingga membuat penghuni gedung di mana Gabriel dan juga Leo tinggal. Begitu mereka berdua menyadari akan hal itu, tiba-tiba saja suara jeritan bahkan tangisan terdengar di mana-mana. Gabriel yang masih dalam keadaan baru saja terbangun dari tidurnya, tanpa berlama-lama langsung keluar dari kediaman Antoni dan melihat sekitar. Ketika Gabriel sudah berada di luar, dirinya melihat orang-orang yang meninggal di hadapannya. Banyak sekali mayat yang berserakan di hadapan dirinya tersebut. Dengan wajah yang dipenuhi rasa kebingungan, Gabriel hanya bisa terdiam melihat semua itu. Beberapa orang yang masih hidup sibuk melarikan diri. Tepat di atas gedung tersebut hancur sebagian sehingga banyak yang menjadi korban. Kejadian kali ini hampir sama dengan yang terjadi di markas organisasi perlindungan manusia yang ada di kota Antherius. Tidak lama kemudian, pihak keamanan datang untuk mengevakuasi penduduk sekitar termasuk Gabriel.
“Maaf, anda juga harus segera pergi dari tempat ini. Terlalu berbahaya jika terus berada di sini,” ucap petugas keamanan dengan tegas kepada Gabriel yang masih berdiri terdiam menyaksikan semuanya.
“Apa yang terjadi?” ucap Gabriel dengan bingung.
“Ini bencana,” ucap seseorang yang tiba-tiba datang menghampirinya. Orang tersebut berpakaian jas hitam rapi memiliki warna mata yang sama dengan dirinya. Gabriel yang langsung terkejut dengan kehadirannya membuatnya tidak dapat mengatakan apa pun.
“Anda juga sebaiknya tidak berada di sini,” sahut petugas keamanan kepada orang tersebut.
“Jangan khawatir, ini tidak akan menimbulkan kekacauan,” ucap orang tersebut dengan santai dan berdiri tepat di hadapan Gabriel.
“Siapa kau?” tanya Gabriel.
“Robert. Panggil saja aku Robert.”
“Apa yang anda lakukan di sini?”
“Saya hanya kebetulan datang kemari karena mendengar kabar buruk bahwa tempat ini baru saja terjadi kecelakaan.”
“Bagaimana anda bisa datang kemari secepat itu?”
“Itu tidak penting. Bagaimana aku datang kemari. Hanya saja, jika kau terus berada di tempat ini kau juga bisa menjadi korban.”
“Kenapa? Tidak. Bukan hanya Antherius tapi di sini juga seperti ini?”
“Jika kau merasa kesal itu wajar. Jika bukan karena kutukan itu, ku rasa kejadian seperti ini tidak akan pernah terjadi.”
“Apa? kutukan? Apa maksud anda?”
“Jika kau ingin tahu, datanglah ke kediamanku. Akan ku beri tahu apa yang ku tahu,” ucap Robert sambil memberikan kartu namanya yang terdapat alamat kediaman Robert.
Gabriel yang masih memperhatikan kartu nama tersebut, kemudian dirinya mengantongi kartu tersebut. Setelah dirinya selesai melihat sekitar, Gabriel langsung pergi untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dan kini Leo yang masih berada di dalam kediaman Antoni, untung saja tempat mereka berdua berada tidak terkena bencana. Oleh karena itu, Leo hanya melihat melalui jendela dan kemudian melanjutkan pekerjaannya itu. Berbeda dengan Gabriel yang sekarang berada bersama dengan orang-orang yang mengalami luka akibat kejadian tersebut.
“Anda baik-baik saja?” ucap Gabriel kepada seorang wanita yang berpakaian olahraga.
“Ah, iya. Hanya tangan saya yang tergores sedikit.”
“Biar ku obati,” ucap Gabriel sambil menempelkan plester ke tangan wanita tersebut dengan perlahan.
“Terimakasih.”
“Iya sama-sama. Oh iya, sebenarnya apa yang terjadi?”
“Itu..... saya juga tidak paham. Tiba-tiba bangunan di lantai atas hancur setelah itu semua orang panik begitu terjadi. Hanya itu yang ku tahu.”
“Ah, begitu rupanya.”
‘Sial! Kali ini apa lagi?’ batin Gabriel
Ketika orang-orang sedang di evakuasi dan beberapa yang terluka di pindahkan ke rumah sakit, mereka semua menghindari wartawan. Di luar sana para reporter sudah mengantri untuk mencari informasi mengenai kejadian pagi ini. Gabriel yang kemudian menerobos kerumunan reporter, membuat dirinya merasa kesulitan untuk bergerak. Tidak jauh dari tempat itu, seseorang memperhatikan sekitar dengan tatapan dingin. Orang tersebut kemudian menghilang ditelan angin. Kehadirannya tidak dapat di ketahui. Gabriel sudah berhasil melewati mereka dan sekarang dirinya sedang menuju ke suatu tempat yang tidak lain adalah central keamanan. Tepat di depan gedung keamanan, Gabriel memasuki tempat tersebut tanpa ragu.
“Permisi, anda mencari siapa?” ucap seorang petugas keamanan yang merupakan seorang wanita dengan rambut pendek.
“Di mana Robert?” ucap Gabriel kepada wanita itu dengan tegas.
“Beliau ada di ruangannya. Silahkan lewat sini,” ucap wanita tersebut sambil memberitahukan arah menuju ruangan Robert.
TOK TOK TOK
“Silahkan masuk,” ucap Robert.
Gabriel kemudian memasuki ruangan tersebut dan tepat di hadapannya Robert sedang duduk di kursinya. Dilihat dari mana pun sepertinya Robert merupakan orang yang cukup sibuk terlihat dari banyaknya dokumen di atas meja kerjanya. Gabriel kemudian menghampirinya.
“Seperti yang sebelumnya kau katakan. Kau bilang akan memberitahukan semua yang kau tahu padaku,” ucap Gabriel.
“Tentu saja. Terimakasih kau sudah datang kemari. Baiklah langsung ke intinya saja ya. Kejadian hari ini bukanlah sebuah kebetulan. Kau tahu kenapa? Ini semua sudah direncanakan.”
“Apa maksudmu? Siapa yang merencanakan?”
“Soal itu masih belum yakin. Hanya saja. Ini sama dengan yang diramalkan sebelumnya.”
“Ramalan? Kenapa tiba-tiba membahas tahayul seperti itu? bukankah itu jelas tidak mungkin terjadi.”
“Ini lah kenapa aku harus memberitahumu.”
“Apa?”
“Kau tahu organisasi perlindungan manusia?”
“Tentu saja.”
“Mereka sudah lama terbentuk bahkan sebelum aku dan dirimu lahir. Kehadiran mereka bukanlah tanpa sebab. Dan lagi-lagi itu semua tidak terlepas dari yang namanya sejarah.”
“Maksudmu, semua tragedi ini ada hubungannya dengan masa lalu?”
“Benar. dan jika kau penasaran akan ku ceritakan.”
“Sejujurnya saya hanya penasaran dengan apa itu keberadaan mereka yang dinamakan Abyss?”
Mendengar pertanyaan Gabriel, dalam sekejap membuat Robert terkejut. Pasalnya di kota ini dilarang mengatakan kata itu. wajahnya yang pucat kemudian Robert mengepalkan tangannya dan akhirnya menarik nafas perlahan namun dalam. Gabriel yang masih menunggu jawaban darinya kini hanya terlihat diam. Suasana yang kemudian berubah secara drastis menjadi mencekram. Robert kemudian mencoba untuk mengatakan sesuatu kepada Gabriel.
“Apa?” ucap Gabriel dengan terkejut.
“Itu adalah kenyataan.”
“Mustahil. Tidak mungkin. Bukankah itu hanya legenda semata?”
“Aku mengerti dengan reaksimu yang seperti itu,” ucap Robert dengan tenang.
Gabriel tiba-tiba ambruk dengan terduduk di lantai begitu mendengar apa yang dikatakan oleh Robert. Sejauh ini dirinya hanya mengetahui permukaannya saja. Apa pun yang ada di hadapannya hanya sebuah kehancuran. Dari dalam dirinya tidak pernah terbayangkan akan takdir tersebut. Raut wajahnya yang semakin terlihat tertekan membuat dirinya jauh di lubuk hatinya dipenuhi dengan amarah. Rasa kecewa dan bahkan penderitaan menjadi darah dagingnya. Gabriel termenung untuk sesaat. Robert yang melihat Gabriel seperti itu hanya terdiam tanpa melakukan apa-apa. Di tempat yang berbeda di sebuah taman yang dipenuhi dengan ribuan bunga mawar berwarna putih dan kemudian angin berhembus di sekitar tempat itu. bunga-bunga yang berwarna putih perlahan berubah menjadi merah darah. Seseorang sedang duduk di kursi santai di hadapan bunga-bunga itu dengan ditemani secangkir teh hangat. Ribuan kelopak mawar merah di terbangkan angin membuat suasananya semakin indah. Perempuan itu tidak lain adalah Ilya. Ketika dirinya sedang asik dengan suasana minum teh, tidak lama kemudian seseorang datang menemuinya dengan membawa sebuah buku yang tidak asing.
“Ini, hanya ini yang ku dapatkan,” ucap orang itu kepada Ilya sambil memberikan buku tersebut.
“Tidak masalah. Duduklah. Kau mau teh?”
“Tidak perlu. Aku harus segera kembali.”
“Oh, secepat itu ya?”
Pria tersebut kemudian pergi meninggalkan Ilya yang berada di taman. Ilya kemudian memandangi buku tersebut dan tersenyum.
“Sudah waktunya ya?” gumam Ilya sambil memandangi langit.
Televisi dan media lainnya hari ini di penuhi oleh berita kejadian yang terjadi di gedung apartemen distrik 34. Mereka yang masih berada di rumah sakit juga menonton acara tersebut dan tidak sedikit dari mereka yang mengalami traumatik. Dokter sibuk menangani pasien korban bencana tersebut. Di sana seorang wanita muda bernama Lira memandangi jendela sambil meneteskan air mata. Tangisannya yang membuat suster bingung membuat Lira di diagnosis PTSD (Post Traumatic Disorder). Di dalam buku hariannya Lira menuliskan bahwa dalam beberapa hari kejadian buruk akan selalu datang dan itu tidak dapat dihindarkan. Lira juga menulis bahwa tidak lama lagi seluruh dunia akan menjadi gelap. Karena tulisannya tersebut, Lira terus meneteskan air mata.
“Permisi Lira?” ucap seorang dokter kepada Lira yang sedang termenung sendirian di tempat tidurnya.
“Iya.”
“Apa ada yang terasa sakit?” ucap dokter dengan lembut sambil memeriksa kondisi tubuhnya.
“Tidak. Dokter?”
“Iya? Ada apa Lira? Apa ada yang ingin dikatakan?”
“Berhati-hatilah.”
“Eh?”
Ucapan Lira itu membuat dokter yang memeriksanya kebingungan. Dan tidak lama kemudian suster datang berteriak memanggil dokter bahwa di luar sedang terjadi kekacauan. Dokter tersebut yang merasa terkejut kemudian berlari ke luar dan mengabaikan Lira. Benar saja, di luar rumah sakit beberapa orang datang sambil membawa senjata. Mereka semua terlihat sangat marah, petugas kesehatan yang lain sedang sibuk menangani mereka yang saat itu mencoba menerobos area rumah sakit. Pihak keamanan juga datang untuk menghentikan aksi tersebut. Di salah satu sudut tempat yang ada di sana, seorang wanita tersenyum menyeringai disertai dengan tawa kecil melihat situasi yang sudah tidak terkendali. Wanita itu terus memandangi mereka dengan pandangan penuh kegembiraan.
Kali ini Gabriel sudah meninggalkan ruangan Robert. ketika dirinya hendak pergi dari tempat itu, tiba-tiba saja dirinya merasa pusing tidak tertahankan sehingga membuatnya tidak sadarkan diri dalam sekejap. Melihat Gabriel yang terkapar di lantai, seorang petugas keamanan membawanya ke rumah sakit dengan ambulan. Gabriel kemudian dirawat di sebuah rumah sakit terdekat. Dirinya yang tidak sadarkan diri terlihat pucat seakan mendekati ajal. Di dalam alam bawah sadarnya, kali ini dirinya bertemu dengan perempuan itu lagi. Rambut perak dengan mata berwarna ruby membuat Gabriel terpana melihat sosok perempuan itu. Di bawah cahaya di tengah lautan kamelia berwarna merah.

Book Comment (129)

  • avatar
    Nul fikriAfrihan

    ngap lu

    12d

      0
  • avatar
    Jakajaya Anugerah

    ini sangat bagus sekali

    03/07

      0
  • avatar
    LungsetMan

    menarik

    30/06

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters