logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

8. Terungkapnya Rahasia.

Saat menunggu di rumah sakit, "Artha... Artha..." lirih panggil tania, menyebutkan nama anak pertamanya.
Dan yang membalas hanyalah Dirga, karena pada saat itu kenzie masih menjemput rachel di kampus.
Dirga berucap secara perlahan, "Dirga di sini, Tante." ucapnya, sambil menenangkan tania.
"Oh, dirga?" bingungnya, sambil membangunkan sedikit kepalanya, lalu merebahkan kembali. "Artha di mana, saya juga ada di mana, dan kok ada kamu di sini?" tanya tania.
"Artha sedang menjemput rachel, dan Tante saat ini berada di rumah sakit. Saya juga di sini untuk menemani tante, hingga tante merasa sudah jauh lebih baik." jawabnya, menunjukkan kekhawatiran nya.
"Rumah sakit? Apa artha tahu, jika saya ada di sini?" tanya tania.
"Maaf tante, saya terpaksa mengabari artha, jika Tante jatuh pingsan dan saya bawa ke sakit." jawab dirga.
"Jadi dia sudah tahu tentang penyakit tante?" gumamnya.
"Sepertinya begitu, dokter yang memeriksa kondisi tante, begitu khawatir dan menyuruh Artha untuk membicarakan nya di ruangannya." jawab dirga, yang berpikiran sama pada penyakit tania.
"Sekarang saya harus bagaimana? Saya takut jika artha mengetahui ini, dan menyuruh saya untuk mengobati penyakit yang tidak bisa di sembuhkan ini." ucapnya, malah menghawatirkan rahasia penyakitnya di ketahui seluruh anak-anaknya.
"Tapi kan Tante, artha juga berhak untuk mengetahui ini semua. Dirga rasa, artha akan melakukan segala cara agar tante bisa sembuh." jawabnya, menasihati tania dengan perlahan-lahan.
"Saya hanya tidak ingin terlalu membebani pikiran nya, dan menambah beban hidupnya yang sudah berat bertambah berat lagi karena penyakit sialan ini." ucapnya, menyalahi dirinya sendiri lagi.
"Tante tidak boleh berkata seperti itu, artha juga sangat berkecukupan. Pasti dia bisa menyembuhkan tante dengan uangnya, atau tidak dia sudah memiliki asuransi kesehatan untuk tante, jadi lebih baik Tante diskusikan saja tentang penyakit ini agar tahu kejelasannya." jawab dirga, tetap memaksa Tania mengatakan secara langsung pada kenzie. "Lagi pula tante masih memiliki toko kue kan?" tanya nya lagi.
"Iya. Tante masih memiliki toko kue, tetapi yang mengelolanya adalah artha." jawabnya, lalu "Tante akan mengatakan ini hanya pada Artha, sedangkan Rachel dan Jevan tidak boleh mengetahui penyakit tante apalagi Joshua, walaupun sudah menjadi mantan suami dia juga tidak boleh mengetahui penyakit tante ini." ucapnya, mulai mempersiapkan dirinya.
"Apakah tante juga akan berkata jujur, selain dari penyakit yang Tante sembunyikan pada Artha?" tanya dirga, menanyakan hal lain yang masih di sembunyikan Tania.
"Maksud kamu apa dirga?" tanya kenzie, tak sengaja mendengar pertanyaan dirga.
Dirga dan Tania langsung melihat ke arah pintu yang sudah terbuka dan, kedatangan Kenzie yang sangat mendadak bersama dengan rachel, daffin, dan rafael.
"Artha..." ucap dirga dengan Tania sangat panik.
"Maksud kamu apa dirga? Kamu sudah tahu penyakit mamah ku?" tanya kenzie.
"Uhm... Tidak artha, aku juga baru mengetahui ini tadi." jawabnya, tidak ingin menambah kenzie semakin berpikir buruk.
Tania berusaha menyingkirkan rachel terlebih dahulu, agar dia bisa mengakui penyakitnya pada kenzie. "Rachel, kamu keluar sebentar ya. Mamah, mau bicara sama kakak dan kak dirga juga." ucap tania, dengan senyum nya.
Rachel menggelengkan kepalanya, "Tapi mah, mamah kenapa bisa di sini? Mamah sakit apa?" tanya rachel, panik dengan kondisi tania.
"Pusing sedikit, ayo keluar dulu." jawabnya, lalu menyuruh yang lain untuk keluar dari kamarnya.
Rachel melepaskan tangan Tania, "Hm, oke mah." jawabnya, menuruti permintaan Tania. Lalu "Ayo Pak daffin, pak rafael kita keluar dulu." ucapnya, sambil mengajak daffin dan rafael.
Sebelum daffin pergi keluar dari kamarnya, "Maaf ya, saya menyuruh kalian keluar dari kamar saya sebentar." ucap Tania, merasa tidak enak.
"Iya, bu. Tidak apa-apa." jawab daffin, lalu keluar bersama dengan rafael dan rachel.
***
"Ada apa mah, mamah ingin membicarakan apa?" tanya kenzie.
"Artha, sebelumnya mamah minta maaf. Karena mamah menyembunyikan penyakit ini, dari kalian semua." ucapnya, penuh haru.
"Enggak apa-apa mah, aku tahu perasaan mamah merahasiakan penyakit mamah ini." jawabnya, lalu memeluk tania.
"Apakah, rachel juga sudah mengetahui hal ini?" tanya tania.
"Tadi aku ingin mengatakan ini, tapi aku rasa mamah juga tidak ingin, jika rachel mengetahui penyakit mamah, kan?" jawabnya, yang hampir saja memberitahu penyakit tania pada rachel.
"Terima kasih nak, kamu masih menjaga rahasia ini. Sebenarnya, mamah sudah menanyakan ini pada dirga, dan dia mengatakan harus berkata jujur pada artha. Tetapi, mamah hanya bisa mengatakan ini pada mu, tanpa rachel mengetahuinya. Mamah hanya takut, jika penyakit mamah ini mengganggu kuliahnya, dan malah membuat dia berhenti berkuliah, karena harus mengurus mamah. Mamah tidak ingin itu terjadi." ucapnya, lalu mengakui kesalahannya.
"Mungkin jika rachel mengetahui penyakit mamah, dia akan melakukan dengan caranya sendiri. Jadinya, dirga dan aku akan menjaga rahasia ini dari rachel, tetapi dengan satu syarat." jawabnya, lalu mengajukan syarat tentang kesembuhan tania, jika tania tidak ingin di beritahu pada rachel.
"Apa syaratnya?" tanya nya.
"Mamah harus mengikuti apa pun yang artha katakan, dan harus menuruti setiap perintah yang artha dan dokter berikan, demi kesembuhan mamah. Bagaimana? Setuju, atau tidak?" ucapnya, ternyata semudah itu mengajukan syarat pada tania.
Tania mengangguk, "Baiklah, mamah akan menuruti apa pun yang kamu katakan, tetapi jangan sampai rachel atau pun jevan mengetahui ini ya." jawabnya, tidak banyak bicara apa-apa lagi. Yang penting, rahasia ini masih di rahasiakan untuk rachel dan jevan.
"Sesuai perjanjian. Dan sekarang mamah harus menuruti apa pun perkataan dokter yang menangani penyakit mamah ini, dan katakan pada dokter itu, jika mamah siap untuk mengikuti pengobatan kemoterapi." ucapnya, yang tidak akan melanggar perjanjian, dan Tania bisa menuruti permintaan nya.
"Tapi bagaimana dengan biaya nya, nak? Itu pasti membutuhkan biaya yang sangat besar." tanya Tania, tentu saja sudah di duga lebih dulu oleh kenzie.
"Soal biaya, sudah aku pikirkan dan itu semua sudah aku bereskan, jadi mamah hanya perlu mengikuti pengobatan agar cepat sembuh." jawabnya, sangat mengentengkan perkataannya.
Tania mengelus-elus kepala kenzie, lalu memeluknya sebagai bentuk terima kasih pada anaknya, yang mau membayarkan pengobatan nya itu. "Hm, baiklah nak. Kalau begitu, mamah hanya bisa berterima kasih pada Tuhan. Karena Tuhan telah memberikan anak yang sangat baik hati dan berbakti pada orang tuanya." ucapnya, sangat bersyukur.
"Iya mah, sama-sama. Sebagai anak, aku memang harus dan di wajibkan membahagiakan orang tua ku sendiri, dan selalu berbakti pada orang tua." jawabnya, memeluk dengan erat, hingga meneteskan sedikit air mata.
Setalah melepaskan pelukannya, "Sama-sama mah, aku akan mengabari papah, jika mamah terkena kanker." ucap kenzie.
"Jangan Artha!" bentak Dirga.
Kenzie terkejut, dengan dirga yang panik. "Huh? Memangnya kenapa?" tanya kenzie.
"Hm, tante tania bilang dia tidak akan mengatakan pada suami nya dan anak-anaknya selain kamu." jawab dirga, tanpa memberitahu hal yang sebenarnya.
Kenzie melirik pada wajah tania, dengan tatapan yang sangat serius. "Benar begitu mah?" tanya nya, sambil mengangkat satu alisnya.
Sedikit gugup, "I-iya. Mamah tidak ingin papah mu tahu penyakit mamah ini." ucapnya, lalu melirik wajah dirga.
"Tapi kan papah masih suami mamah, dan mamah harus mengabari penyakit mamah ini. Agar papah bisa kembali ke Indonesia lagi." ucap kenzie, yang merasakan keanehan pada mamahnya dengan dirga.
"Jangan sayang, jangan! Biarkan papah bekerja dengan tenang di Belanda. Jika dia mengetahui ini, jevan juga akan mengetahui nya, kamu tahu kan, jika jevan anaknya seperti apa?" jawab tania, dengan alasan kelakuan jevan yang selalu ingin tahu urusan orang lain.
Kenzie tertawa kecil, "Iya mah, dia adalah anak yang selalu ingin tahu, semua urusan orang-orang dewasa. Aku juga selalu kesal dengannya, jika dia sedang berada di sini." jawab kenzie, yang melegakan hati nya karena tidak menaruh curiga lagi pada mamahnya dan dirga.
"Ya sudah, sebaiknya sembunyikan ini juga pada joshua, jika tidak jevan akan mengetahuinya." ucapnya, memaksa tetap merahasiakan ini pada papah kenzie.
"Oke, mah." jawabnya, sambil tertawa kecil.
Dirga ingin memotong pembicaraan mereka, "Pembicaraan ini sudah selesai kan?" tanya dirga, lalu kenzie dan tania mengangguk. "Baiklah, kalau begitu dirga akan memanggil rachel dan teman-teman artha untuk masuk ke sini." ucap dirga, yang sangat lega bisa lolos dari kecurigaan kenzie.
"Panggil saja." jawab kenzie.
Dirga keluar dari kamar tania, lalu pergi memanggil rachel, daffin, dan rafael. Untuk segera bergantian masuk ke dalam.
Hanya mengeluarkan setengah tubuhnya, "Rachel, ayo masuk." panggilnya, menyuruh rachel masuk.
Rachel melirik pada pintu yang tiba-tiba terbuka setengah, lalu "Ayo Pak, kita masuk." ucapnya, pada daffin dan rafael.
Daffin, dan rafael. Hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya, lalu mengikuti rachel dari belakang.
Saat memasuki kamar Tania, daffin mengulang perkenalan nya yang karena tertunda tadi. "Malam tante." ucapnya, penuh semangat.
"Malam. Kalian teman-temannya Artha ya?" tanya nya.
"Bukan mah, mereka bukan teman artha. Tapi mereka berdua adalah partner bisnis artha dari kantor. Namanya Daffin Faaz Dhiaulhaq, anak dari pemilik perusahaan MetronHAQ yang sekarang menggantikan posisi ayah nya di perusahaan. Sedangkan yang di sana, Pak Rafael Jonathan, asisten Pak daffin." ucapnya, memperkenalkan daffin dan rafael.
"Oh, begitu. Kalian sangat tampan." jawabnya, sangat spontan.
Daffin, tertawa kecil. "Tante bisa saja. Oh ya sebenarnya juga, saya teman artha semasa SMA dulu. Saya sebagai murid baru di sekolah kenzie, dan saya juga pernah menyelamatkan nyawa artha dari kecelakaan mobil waktu itu." jawabnya, mengakui jika daffin adalah penolong nyawa kenzie.
"Oh... Jadi kamu, lelaki yang menyelamatkan nyawa Artha waktu itu?." jawabnya, sangat terkejut. Lalu, "Artha jadi selama ini, lelaki yang sering kamu ceritakan adalah dia? Kalau dia sih mamah setuju-setuju saja." ucapnya, sambil menggoda kenzie.
Daffin tidak mengerti apa yang di ucapkan tania, dia hanya tersenyum sambil melirik ke arah kenzie.
Kenzie, melihat tatapan dari daffin, lalu "Apa sih mah! Aku gak pernah menceritakan siapa pun ke mamah." ucapnya, menolak tegas. "Maaf ya fin, mamah kalau lagi sakit, emang suka berhalusinasi sendiri." ucapnya, pada daffin.
"Ih! Kamu kira, mamah kayak kamu yang selalu menghalusinasikan lelaki, yang pernah nolongin kamu dalam kecelakaan itu." jawabnya, lagi-lagi menggoda kenzie.
"Ah, mamah cukup! Di sini banyak orang, jangan omong yang enggak-enggak deh." kesalnya.
"Ah, oke-oke. Mamah gak akan bicarakan itu lagi, tapi... Kalau nanti ketemu sama nak daffin lagi, ya pastinya mamah akan bicara lagi." jawab nya menggoda kenzie.
Kenzie bergegas menutup telinga daffin, lalu membawa daffin keluar dari kamar tania. Setelah di luar, daffin tertawa terbahak-bahak dengan karena tania yang terlalu jujur, padanya tentang anaknya sendiri yang selama ini menghalusinasi darinya.
Kenzie memukul tangan daffin, lalu "Kamu kenapa ketawa? Ada yang lucu?!" tegasnya.
Daffin menatap mata kenzie sangat dalam, "Ada." jawabnya.
"A-apa, yang lucu?" tanya nya, terbata-bata.
Dengan cepatnya, "Kamu!" jawabnya, lalu mengulang "Kamu lucu." ucapnya. Setelah mendengar itu, kenzie mendorong daffin secara kasar, hingga membuat daffin terjatuh ke lantai.
*Aduh!* lirih menahan sakit.
"Kamu kenapa dorong aku? Ini sakit tahu! kalau mau dorong tuh, kasih aku aba-aba dulu, biar aku bisa siap-siap nerima dorongan dari kamu." ucapnya, daffin merasa kesal, karena di dorong secara mendadak oleh kenzie.
"Ih! Nyebelin." kesalnya,
Daffin berdiri kembali, "Aku nyebelin?" tanya daffin.
"Iya kamu nyebelin! Ngeselin banget pokoknya. Mending kamu pulang deh, males aku lihat wajah kamu di sini." tegas nya, yang tak kuat menahan tatapan mata dengan daffin.
Daffin terkekeh-kekeh, "Kenapa? Kan kalau aku di sini, kamu gak perlu berhalusinasi dengan bayangan aku. Lagi pula yang kamu bayangin dulu kan, daffin kecil. Wajah aku yang dulu sama sekarang beda, jadi aku mau nawarin kamu buat lihat wajah aku secara jelas lagi, biar kamu bisa puas menghalukan daffin yang besar." ucapnya, menggoda kenzie.
"DAFFIN!" tegas nya, "Pergi dari sini!" ucapnya, lalu mengusir daffin.
"Kalau kamu mengusir aku sekarang, berarti yang di katakan ibu mu tadi, benar adanya kan? Ayo mengaku!" ucapnya, masih senang menggoda kenzie.
"Enggak! Itu gak benar! Ah, sudah lah, lebih baik kamu pergi sekarang." jawabnya, lalu tetap mengusir daffin.
"Oke aku akan pulang sekarang," jawabnya, menuruti perintah kenzie. Lalu "Besok jangan telat ya, perusahaan kita kan ada meeting ngebahas iklan yang baru." ucap daffin, masih mengingatkan kenzie.
"Besok aku libur, aku mau menemani mamah melakukan pengobatannya, dan meeting akan di tangani langsung oleh Pak Juan sendiri." jawabnya.
"Hm, yaudah gak apa-apa. Nanti sepulang dari meeting, aku menyempatkan ke sini untuk menjenguk ibu kamu lagi." ucapnya, dengan semangat.
"Enggak perlu! Jangan ke sini, aku gak mau melihat kamu berbicara sama mamah." jawabnya, melarang daffin secara tegas untuk tidak datang menjenguk tania.
"Hm, tapi lelaki yang di dalam boleh. Kenapa hanya aku yang gak boleh? Kamu marah sama aku?" ucap daffin, merasa tidak adil.
"Ingat, kita tidak berteman. Kamu hanya partner bisnis Pak Juan, bukan teman ku. Sedangkan Dirga, dia adalah teman ku." jawabnya, itu sangat membuat hati daffin sedikit terluka.
"Dirga? Jadi, lelaki itu bernama dirga? Tunggu, sepertinya aku mengenalnya..." ucapnya, terkejut mendengar nama dirga. Lalu memikirkan siapa dirga, dan kapan dia pernah bertemu dengannya.
"Kalau gak salah, Dirga itu wartawan di Batavia TV kan?" ucapnya, yang mengingatkan wajah dirga di televisi.
"Iya, dia kerja di sana. Dan bekerja sebagai wartawan." jawabnya, singkat.
"Pantas saja, wajahnya tidak asing. Ternyata dia wartawan Batavia TV." jawabnya, baru mengingat jelas wajah dirga. "Tapi, dari mana kalian bisa saling mengenal? Dan saling dekat satu sama lain? Atau jangan-jangan, kalian berpacaran?" tanya daffin, sangat penasaran dengan dirga. Bagaimana bisa sangat dekat dengan kenzie semudah itu.
"Kamu gak perlu tahu, sebaiknya kamu pergi dari sini." jawabnya, yang memilih untuk tidak menjawab pertanyaan daffin.
"Oke-oke, aku pulang. Tapi, aku mau manggil rafael dulu ya. Sekalian pamit sama ibu kamu." ucapnya pasrah, harus mengikuti perintah kenzie jika tidak dia akan mendapatkan kemarahan dari kenzie.
"Ya sudah, sana cepetan." tegasnya.
Daffin pun pergi masuk ke dalam kamar tania, memanggil daffin lalu berpamitan dengan semua orang yang ada di dalam, termasuk berpamitan pada dirga.
Daffin menghampiri rafael, lalu "Kak, ayo kita pulang." bisik nya, berbicara saat rachel dan dirga sibuk dengan urusannya masing-masing.
Rafael terkejut, "Sekarang? Bukannya kata mu mau membahas proposal yang rachel buat?" tanya nya.
"Itu bisa di bahas nanti, sebaiknya kita pulang sekarang." jawab nya.
"Ya sudah, kita berpamitan dulu sama mereka." ucap rafael, melihat ke arah rachel, tania, dan dirga.
"Iya, biar aku yang bicara." jawabnya.
"Ya sudah, cepat." ucap rafael, ingin daffin melakukan dengan cepat.
Daffin menghampiri rachel, "Rachel, saya pamit pulang ya. Karena ini sudah malam, dan besok saya ada meeting, jadi saya harus pulang sekarang. Takut kesiangan, hehe..." ucapnya, sambil melucu di depan tania.
"Oh, gitu Pak. Ya sudah, silahkan Pak. Dan terima kasih atas pertimbangan tadi." jawab rachel.
"Maaf, pembahasan proposal kamu lebih lanjut kita bahas Minggu depan saja ya. Karena minggu-minggu ini saya lagi sibuk-sibuknya, jika kamu dan anggota kampus tidak sabar, kalian boleh mengunjungi ke kantor dan temui langsung Pak rafael." ucapnya.
"Baik Pak, terima kasih atas tawarannya." jawab rachel, tidak masalah dengan pembatalan pembahasan proposal seminar nya.
"Iya, sama-sama." jawabnya, lalu bergantian pamit pada tania. "Tante, saya pamit pulang ya. Ini sudah malam, Tante juga kan harus beristirahat. Jadi saya gak mau Tante tambah sakit, karena adanya saya di sini." ucapnya.
"Sebenarnya juga, tidak apa-apa. Saya senang kamu ada di sini." jawab tania, yang menyukai kedatangan daffin. Lalu, "Oh ya, soal yang tadi saya katakan, jangan terlalu di ambil hati. Mungkin saja saya salah orang, karena artha saat SMA juga sering mengalami kecelakaan, ntah itu karena sengaja atau tidak sengaja. Walaupun dia anaknya terlihat sangat sempurna di mata orang lain, aslinya dia itu hanya anak lemah yang butuh perhatian lebih, dia lemah karena kecerobohannya sendiri." jelas tania, yang melihat raut wajah daffin terlihat kesal setelah di tarik keluar oleh kenzie.
"Iya, Tante. Tidak apa-apa, kalau begitu saya pamit ya." jawab nya, lalu menyalami tania.
"Iya. Hati-hati di jalan." ucap tania.
Daffin pergi, tanpa mendengar jawaban dari tania. Rafael heran dengan daffin, mengapa tiba-tiba raut wajahnya berubah drastis, ia pun langsung keluar dari kamar tania, lalu berlari mengejar daffin yang sudah agak jauh dari pandangannya, dan menuju parkiran mobil.

Book Comment (233)

  • avatar
    Yxztna_28

    Bagus banget kk ceritanyaaaaa,,cepetan di up ya kk kelanjutannyaa gasabar niee,,,,semoga aja kenzie sama daffin bersatuu,,dan terornya selesaii,,jgn sampai kenzie nikah sama dirgaa,,jgn ya kk pliss,,udh bagus kalo kenzie sama daffin tpi apapun endingnya,,tetap semangat kk,,jangan lama2 ya kk upnyaa nungguin niee😊

    19/01/2022

      3
  • avatar
    Karll08

    nice

    1d

      0
  • avatar
    gempolbalerante

    Sangat berkesan sekali,,

    14d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters