logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Salah

Malam mulai menunjukkan pesona nya. Begitupun dengan makhluk di dalamnya. "Sudah kah Al,"tanya Ayesha membawa sepiring bakwan. "Sedikit lagi,"ucapku masih fokus. "Ini nah bakwan,"ucap Ayesha. "Weeh makasih zheyenk pasti ikuti saran ku kemarin kan,"ucapku.
"Percaya diri banget Bu. Lagian manusia mana yang pake tepung kanji buat masak bakwan heh. Masak sayur apa kamu ini,"tanya Ayesha melihat lauk dan sayur yang sudah ku masak. "Versi mau nikah ngga nih?,"tanya Ayesha. "Kamu nih kenapa sih doain aku nikah terus heh? Kamu tau lah doa yang aneh begitu biasanya terkabul ke dirimu sendiri loh,"ucapku.
"Hah kalo bisa mau request aku. Cukup yang paham agama aja lah. Baru cover nya yang kayak Cha Eun-woo. Suaranya sebening Jong kook jadi panggil aku tiap pagi kalem gitu. Bangunin pagi, Sya bangun yuk. Whaaa,"ucap Ayesha. "Dasar K Popers. Sampai aku jadi presiden ngga ada yang begitu weh. Sudahi halu mu.
Mari bantu aku nulis. Meskipun di dunia jodoh mu masih abu abu. Tapi kalo kamu bantuin aku nulis. Pasti pangeran mu di surga minimal kayak korean mu itu. Nanti kau bisa dapat kenikmatan surga Firdaus Sya,"ucapku tersenyum penuh keyakinan.
"Itu mah alamat dilamar malaikat Malik. Udahlah Al kerjakan aja. Ku temani sambil nonton Vicenzo,"ucap Ayesha merebahkan diri di atas ranjang ku. "Gantinya aku temani kamu ke kampus,"ucap Ayesha membuatku mengingat sesuatu. "Oh iya coy untung kau ingati saudara beriman. Aku besok disuruh ke rumah bapak,"ucapku.
Byur
"Woi kertas ku tuh nah,"ucapku melihat kertas ku basah. "Asli ngerinya kau. Terlalu malas kah sudah bapak itu ya makanya suruh ke rumah biar beres,"ucap Ayesha. "Itu sudah. Aku sebagai anak yang ya udahlah selesai beres kan jadi seneng kalo sehari beres,"ucapku menyiapkan kertas baru.
"Paling ngga B+ bagus lah masih di pajang wak,"ucap Ayesha. "Aish tetep jelek. Barangkali mati listrik di rumah Pak Aufa, terus dikasih nilai A kan ngga tau,"ucap ku. "Itu baru halu. Semoga cepet kelar dan ngga dipersusah ya beb. Berdasar cerita kakak tingkat kan kau tau sendiri kalo dosen suruh ke rumah dosen sudah ngga mau ada urusan makanya harus selesai hari itu juga.
Revisinya juga harus hari itu juga,"ucap Ayesha. Dasar dua makhluk ambis, bahkan nilai B+ seolah nilai E saja. "Makanya besok jangan biarkan tidur habis subuh,"ucapku. "Gampang. Untung kembarannya Lisa Blackpink pinter,"ucap Ayesha entah bagaimana caranya berpikir.
Mungkin seisi otaknya sudah dibubuhi seluruh aktris korea bergamis dan berjilbab tersenyum atau artis korea berpeci. Melihatnya yang terus fokus membuatku tak tahan mengusilinya. Perlahan ku arahkan tanganku menuju tengkuknya.
"WHAAA,"ucap Ayesha panik bukan main membuatnya melompat dan bergerak absurd. Sontak tawa ku pecah melihatnya tertawa kencang. "Eh asem kertas ku baru aja ku tulis di kasih basah. Ngga tidur tidur aku ini,"ucapku sebal sendiri melihat kertas ku ketumpahan air dari gelas yang baru saja ku pakai minum.
"Kualat. Sudahi mainmu Al. Sini nah masih bisa ditolong. Selesaikan yang lain,"ucap Ayesha mengipasi kertas tugas ku. "Hah sampai cuma B ngga terima aku ini,"ucapku sebal. "Halu kau Al. Lagian kalo mau nilai A. Jangan rajin pas di perbaikan beb,"ucap Ayesha. "Lagian nyasar kali tuh mata kuliah,"ucapku tak terima.
"Sudahlah ndak usah ngelak, kau memang sudah rencana bodo amat dengan mata kuliah pilot plant. Jadi silahkan kerjakan tugasnya Puang. Mataku sisa 5 Watt ini. Daeng Lee Seung Gi sudah melambai ini,"ucap Ayesha tak bisa ku tolak kecuali yang terakhir. "Sudahi itu halu mu Sha. Masih ada yang Indo kenapa ngga itu aja,"ucapku.
"Jangan. Kalo Indo malah baper bikin dosa. Kalo gini asal ceplos kalo terkabul alhamdulillah kalo ngga ya udah. Ngga baper juga,"ucap Ayesha hanya bisa ku angguki. Biarlah otaknya memikirkan jalan pikirnya sendiri.
-^-
Udara dingin khas pegunungan berpadu rapi dengan kabut tebal membuatku mengeratkan jaket yang ku pakai. Bibirku tak bisa berhenti mencibir makhluk yang mengaku akte nya Korea. Minta tolong ingatkan jangan biarkan tidur habis sholat Subuh malah kamar ku di semprot parfum malaikat Subuh.
Jangankan tidur lagi berpikir masuk kamar aja ogah jadinya. Makhluk itu entah kapan bisa berpikir sedikit lebih cerdas. "Almira weh. Ngelamunin aku memang ya wajar Al. Cuma ya jangan pas di jalan dong,"ucap Ayesha terus mengoceh panggilan yang tersambung lewat headset. "Wle. Kamu dapat darimana parfum itu maemun. Awas kamu kambuh lagi gila mu,"ucapku.
"Parfum apa beb? Aku paling paham masalah parfum. Ntar ku rekomendasi kan. Kan katanya suruh bilangin. Kalo aku cuma bilangin percuma. Ntar ku tinggal nemplok lagi ke kasur. Ingat memang aku. Gara-gara kamu susah di bangunin, akhirnya kita berdua telat nge lab baru dihukum,"
"Ngga usah sok iya gitu nah. Parfum malaikat Subuh yang kamu pake semprot kamar ku tadi Subuh,"ucapku gereget.
"Ouh wangi ya beb,"
"Eom wanginya Masya Allahu Akbar. Entah berapa kali aku sujud syukur Al. Har
"Mbak,"panggil Mas ojek online memotong kalimat ku. Baru saja mau ku tanyakan, ku lihat sekeliling ku menahan tawa sembari tersenyum kecil-kecil. Kenapa juga tadi aku terlalu menjiwai sampai ngga sadar waktu motor berhenti di lampu merah. "Kalo ngamuk sama temennya nanti aja Mbak,"ucap Mas ojek online membuatku ingin mati saja.
'Asem jadi lulusan masyarakat kalo gini ceritanya,'ucapku merutuk dalam hati. "Makasih Mas,"ucapku udah kepalang malu saat motor kembali dijalankan. "Silahkan dilanjutkan lagi Mbak. Nanti kalo ada lampu merah lagi saya kasih tau,"ucapnya ingin ku tampol saja. Gara-gara mata kuliah satu ini akhirnya jadi begini.
"Al kenapa? Kamu ngga papa kan? Al weh? Aku sawan ini jadinya. Almiraaa,"
"Diam kamu Sha,"ucapku sebal tanpa mematikan panggilan hanya terdengar nyanyian entah bahasa planet mana lagi yang dia nyanyikan. Mengabaikan suara nya, mataku mulai menyusuri kawasan yang sepertinya mulai dekat dengan rumah Pak Aufa. Mari kita basmi pilot plant yang menyesakkan baru habis itu bisa ku layangkan jari ku mengemas koper.
-^-
"Mukanya lucu,"
"Kakak kok cantik,"
"Ih baju nya kayak di pasar malam waktu itu lah,"
"Tasnya warna kesukaan ku,"
"Kakinya ngga keliatan. Ehh cuma dua,"
"Kakak mau ngaji pake jilbab?,"
Punya anak main sembarang. Aku dengan niat tulus meskipun 3/4 nya paksaan dan seretan Ayesha datang begitu manis dan rapi. Jangan lupa tugasnya yang ku tulis dengan tulisan yang ngga pernah terlihat di semua tugas yang pernah ku kumpul seumur hidupku demi menyelamatkan dari nilai E.
Ctak
Lunga awakku sing kudu lunga
"Kakaknya suka koploan ternyata,"
Aku hanya bisa menghela nafas panjang untuk ke sekian kalinya. Ku matikan musik yang terputar, sembari merapikan lagi headset yang mereka tadi tarik. Ngga tau dia damage nya lagu Cidro 2 kalo Woro Widowati yang cover.
"Permisi ya Dek. Saya mahasiswi Pak Aufa. Bapak tadi minta saya datang dulu ke rumah,"ucapku lemah lembut sembari melepas masker. "Bapak siapa? Bapak loh kerja nanti sore datang. Dah lah koploan aja,"ucap anak kecil berbaju merah jambu yang tadi menarik headset ku.
"Ngga gitu Dek. Mungkin salah sasaran ya. Saya mau ada urusan dengan bapaknya,"ucapku berusaha tetap tenang. "Apa sih kak kok ngga jelas? Ibun liat nah Kakak gaje,"ucap anak berkuncir 2 berlari masuk membuatku sedikit lega. "Kampungan,"ucap anak kecil yang duduk di atas sofa ku rasa dia kelas 3.
Ayolah sekecil kalian, kalo aku ngatain tamu pas ngga ada orang tua itu sudah kayak gali kubur. Jangankan ngatain, lupa salam masuk rumah sudah di geprek sapu. Like A Squidword said : Sepertinya tatakrama belum ditemukan di sini.
"Oh Mbak nya datang toh,"ucap seorang wanita yang ku rasa eh masa iya ini istri Pak Aufa. Lain deh kali aja kerja istrinya ngga mungkin dia. "Iya Bu. Saya mahasiswi nya tadi diminta datang dulu,"ucapku. "Alah ngga usah sungkan. Ayo masuk Mbak. Barangnya taruh di atas meja aja. Ayo ikut Ibu Mbak,"ucap wanita berjilbab itu malah membawaku berlalu masuk.
"Mbak dapur Ibu lagi berantakan ini,"ucapnya membuatku segera bergabung membereskan. "Ngga papa Bu. Mau masak apa Bu,"ucapku melihat kompor yang tengah menyala. "Oalah tumis biasa Mbak. Sudah ngga usah Mbak,"ucapnya ku abaikan. Lagian siapa suruh bawa aku kesini coba. Ngga lama aku selesai dari sini bukan cuma dapat nilai A untuk matkul kurang akhlaq.
Tapi bakat masak dua wajan bersamaan. Satunya berisi sayur sop sedangkan satunya tumis kangkung biasa. Nanti begitu pulang bisa ku jadikan kebanggaan tersendiri di mata Ayesha. Auh mengingat nama dan ulah nya seharian ini cukup membuatku sebal saja.
Ku lihat sayur yang sudah mulai layu membuatku memcetuskan masa ini paling sakral bagiku. Bisa saja sebenarnya kalo aku menjadi finalis Master Chef jika masa ini bisa terlampau baik. "Udah Nduk,"tanyanya membuatku setengah mati gugup. Dengan keyakinan masih ada makhluk seperti ku.
Akhirnya ku tabur garam sesuai hati nurani. "Bu,"ucapku pelan membawa satu sendok tumis yang ku taruh di mangkuk. "Walah Nduk. Ginjal Ibu nangis ini,"ucapnya membuatku tidak lagi kaget. Bukan sekali ku dengar komentar begini. Atau ngga heh darah tinggi ini. "Maaf Bu. Saya ngerusak acara malah,"ucapku. Maksud hati mau kayak di tellywood, tampak wajah bersalah tapi wajahku terlalu kurang akhlaq memang.
Malah jadi seolah cengengesan. "Ya Allah giliran sedih jadi kayak cengengesan. Giliran seneng kayak habis ketimpa beton,"ucapku refleks sebal sendiri. "Ngga usah sedih Mbak. Tinggal tambah air, beres,"ucapnya sembari mencubit kecil pipi ku. "Ibu mau masak apalagi biar saya bantu,"tanyaku.
"Udah Mbak. Udah dimasak semua kok. Mbak kalo di kost suka masak ya,"tanya nya. "Nggak Bu. Saya malah jarang masak kalo di kost. Temen kost saya ngga ada yang tahan kalo saya masak. Soalnya suka buka pabrik garam setiap masak Bu. Hehe,"ucapku tersenyum kecil. "Mbak mbak. Nanti kasih tau Ibunya ya. Bu cari kan aku mantu ya,"ucapnya tergelak.
"Mantu lagi kan. Saya yang ngga masuk kriteria mantu Bu,"ucapku menahan senyum. Tidak perlu ku jelaskan satu persatu cukup waktu yang nanti menjelaskan. "Kata siapa ngga masuk kriteria mantu,"ucapnya. "Kata Ibu saya. Pasti setiap hari bilang : 'Anak gadis itu harus banyak di dapur, bukan pergi jadi asisten tukang bapak mu'. Gitu Bu,"ucapku lagi-lagi membuatnya tergelak.
"Ibun. Mbak Nania tumpahkan jus di kertas Kakak,"
"Mbak bisa liat dulu kah? Ibu ngga tahan mau BAB,"
Kertas? Kakak? Kata ini dipakai untuk siapa? Apa ada kata Kakak lagi di rumah ini? "Punya anak ngga di urus ya begini. Lagian banyak betul juga anaknya coba diurus yang bener gitu. Mana lagi istrinya sih.  Punya anak banyak coba di urus. GUSTI ALLAH!!!???,"ucapku segera membawa keluar kertas untuk dijemur. Aku kerjakan dengan sepenuh hati loh.
"Almira kenapa diluar?,"
"Nggak usah tanya deh. Cukup ya becanda nya. Kamu ngga tau ini tulisan paling rapi sepanjang sejarah aku ngumpul tug,"ucapku baru menyadari sesuatu. "Kenapa kertasnya basah?,"tanya Aufa. "Mas Aufa. Mbak Nania ngga sengaja tumpahkan jus di atas kertas Kakak itu,"ucap gadis berkuncir dua.
"Mas? Sejak kapan anak manggil Mas ke bapak,"ucapku lirih. "Memangnya kamu taruh kertasnya dimana Almira? Dan kamu kemana saja kenapa kok bisa sampai ketumpahan jus,"ucap Aufa bukannya mendukung ku. "Saya taruh di meja Pak. Tadi saya ketemu ibu-ibu, trus di ajak masuk. Suruh tinggalin kertas diluar,"ucapku tak mau kalah.
"Ih masa salahin Ibun. Kakak itu yang salah taruh kertas sembarangan,"ucap gadis berbaju merah.
"Loh saya ngga salahkan. Saya hanya mengatakan tadi pagi bagaimana bisa saya taruh kertas disana,"ucapku.
"Alah Kakak memang dari awal suka cari masalah loh,"
"Cukup. Kalian masuk. Saya ada urusan dengannya. Silahkan duduk,"ucap Aufa memutus perdebatan. "Dasar suka cari muka,"ucap gadis berbaju merah sebelum berlalu masuk. "Nania kamu harusnya minta maaf Dek,"ucap Aufa membuatku ingin menjitak langsung gadis itu.
"Ngga penting,"ucapnya berlalu masuk. "Ada makhluk bentukan kek gitu. Amit amit punya anak begitu. Iih,"ucapku refleks. "Iya Almira?,"ucap Aufa. "Ngga papa Pak,"ucapku menahan diri. Mood ku benar-benar hancur hanya karena perjuangan biar nilai ku ngga jatuh. "Almira dengan begini saya ngga bisa membaca nya sama sekali. Tulislah lagi saya tunggu,"ucap Aufa dengan enteng nya.
"Asem. Semalaman aku ngerjain disuruh nulis ulang lagi,"ucapku refleks entah racauan apa yang terkuak. "Ada masalah Almira?,"tanya Aufa. "Ngga ada Pak,"ucapku tersenyum kecil. "Saya masuk sebentar. Kerjakan no 1-5 saja kalo gitu,"ucap Aufa hanya ku angguki. Biar cuma sampai no 5 tetep aja sakitnya tuh nah. Aku sudah ngerjain sampai keriting malah disuruh nulis ulang.
"Loh Ibu tadi kasihan nunggu diluar dikerjain keponakan mu terus. Mending sama Ibun kan,"ucap wanita tadi membuatku hanya diam dalam gerakan ku.
"Iya Bun. Tapi Almira itu mahasiswi ku yang mau ngurus tugasnya. Kan kasihan kalo tugasnya ngulang,"
"Mahasiswi? Iya tau Ibu kalo dia mahasiswi mu. Apa salahnya mengajak calon mantu Ibu masak?,"ucap wanita tadi. "Salah orang kayaknya Bu. Saya mau perbaikan nilai. Saya bukan calon mantu Ibu,"ucapku refleks menjawab. Pantes tadi disuruh masak.
"Bun. Yang mau Aufa kenalkan bukan Almira. Namanya Citra. Dia ngga bisa datang hari ini karena masih ada urusan di kampus. Aufa lupa kasih tau,"ucap Aufa tak begitu ku respon. Lagian yang bener aja, mahasiswa dengan dosen. Kisah klasik penulis.
"Mbak ternyata salah. Mbak Almira mau nugas,"ucap gadis berbaju merah. "Ih lagian Mbaknya ngga ngomong kalo mau nugas. Kan kita kiranya calon istri Mas Aufa,"ucap Nania. "Sudah ya. Terus kalian bilang bapak yang mana,"ucap ku. "Lagian lucu sih. Masa panggil Mas Aufa pake Pak,"ucap gadis berkuncir dua.
"Sejak kapan juga Mas Aufa mau cari yang pake jilbab? Mbak ini juga pendek. Nanti ngga cocok kalo naik pelaminan. Terlalu pendek untuk Kak Aufa. Tapi kalo masak cocok lah,"ucap Nania. 'Yang mau jadi istri Mas Kebanggaan mu juga siapa?,'ucapku dalam hati menahan sebal. "Dek udah. Biarkan Almira ngerjain tugasnya dulu,"ucap Aufa menengahi.
"Oalah maaf ya Mbak,"ucap wanita paruh baya tadi hanya ku angguki pelan. "Ngga papa Bu. Kan aku jadi bisa belajar masak tadi,"ucapku tersenyum lebar. "Mas ngga bisa sama yang ini aja kah? Ibu sudah terlanjur cocok sama Almira,"ucap nya mulai melantur kemana mana. "Bun. Almira nanti ngga selesai selesai tugasnya. Kan Ibu sudah bilang iya sama Citra dan baru pertama kali juga dengan Almira,"ucap Aufa.
"Hah iya iya,"ucapnya berlalu masuk hanya ku gelengkan. Gara-gara salah server aku yang ngga mendapat keuntungan apa-apa ini. Harusnya aku yang protes, sekarang bahkan aku harus menulis lagi. Aku ngga mendapat keuntungan apa-apa ini. Ck merepotkan. Lagian udah tua kenapa ngga nikah nikah sih.

Book Comment (284)

  • avatar
    Joni Parmam

    sipppppppp

    10/06

      0
  • avatar
    WulandariDea

    cerita nya sangat bagus bangett

    09/03

      0
  • avatar
    전 정국Solehati

    cerita nya sangat menarik, tokoh nya juga sangat bagus. saya menyukai nya

    07/12

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters