logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 30 Foto Prewedding

Mata Lintang disambut oleh hamparan pasir putih nan memukau. Tak ingin berlama-lama lagi, Lintang pun bergegas turun dari mobil. Ia meninggalkan sepasang high heelsnya dan lari bertelanjang kaki ke arah gemuruh deburan ombak pantai.
Ishan tertegun melihat sisi Lintang yang seperti anak kecil diberi permen itu. Pasalnya selama ia bersama Lintang tujuh tahun yang lalu, ia hanya melihat kesempurnaan Lintang. Lintang yang cerdas, punya pemikiran dewasa sebelum waktunya dan sedikit kelakuannya yang absurd.
Namun hari ini, Lintang tersenyum lebar. Tampak seperti gadis polos sehingga mampu membuat Ishan terpesona lagi.
"Ini gila! Apakah aku akan mampu melihat air mata kesedihan menenggelamkan senyum bahagianya ini?" gumam Ishan yang masih terpana melihat Lintang dari dalam mobilnya.
Panasnya terik matahari tak menghentikan langkah riangnya mencicipi hangatnya air laut.
Lintang berlarian lincah bermain kejar-kejaran dengan sang ombak. Sangking semangatnya ia sampai membuang blazernya begitu saja.
Ishan yang sudah hanyut dalam pesona keriangan Lintang pun akhirnya turun dari mobilnya dan mengikutinya sambil memungut blazer Lintang.
"Tang! Ayo kita ke villa dulu untuk ganti baju," seru Ishan.
"Tidak! Kita foto prewedding dengan pakaian ini saja! Pakaian kantor juga kece. Kamu panggil saja fotografernya," jawab Lintang yang masih asyik bermain dengan ombak pantai.
Ishan yang tahu betul bahwa setiap perkataan Lintang adalah mutlak dan tidak bisa lagi diganggu gugat pun langsung menelepon sang fotografer dari pada berdebat membuang waktu.
Saat tengah asyik bermain, tiba-tiba mata Lintang teralihkan pada seorang pria paruh baya yang tengah berjalan sambil menuntun kuda berwarna hitam.
Ishan yang paham apa yang ada di kepala Lintang saat melihat mata Lintang yang berbinar ketika melihat kuda pun langsung protes.
"Sudah! Jangan mikir macem-macem, deh! Kita lakukan foto prewedding seperlunya aja," ucap Ishan.
Tak menggubris ucapan Ishan, Lintang langsung memanggil pria paruh baya yang menuntun kudanya tersebut.
Tanpa pikir panjang, Lintang langsung bertanya dan berniat untuk menyewa kuda tersebut. Sayangnya, kuda itu bukan untuk disewakan. Sang pemilik menjelaskan bahwa kuda tersebut masih baru dan masih sulit untuk dijinakkan.
Matanya yang tadi berbinar kini tenggelam dalam kekecewaan. Lintang mengelus kepala kuda tersebut dengan wajah murung penuh harap.
Keberuntungan masih berpihak padanya, kuda tersebut menunjukkan kesukaannya pada Lintang sehingga membuat sang pemilik luluh dan akhirnya mengizinkan Lintang menunggangi kuda tersebut secara cuma-cuma.
Ishan berusaha mencegah keputusan sang pemilik. Namun, semuanya terlambat dan Ishan hanya bisa menepuk jidatnya pasrah.
Lintang mengambil blazernya dari tangan Ishan. Ia mengikatkan blazer tersebut di pinggangnya untuk sedikit menutupi pahanya.
Benar saja, saat Lintang menaiki kuda itu tiba-tiba rok spannya sobek tak mampu lagi mengimbangi gerakan bebas Lintang.
Ishan membelalakkan matanya mendongak melihat Lintang.
"Apa itu tadi?" tanya Ishan dengan wajah terkejut.
"Tentu saja suara rok yang robek! Memang apa lagi?" jawab Lintang santai. Seolah ia sudah menyiapkan diri untuk hal itu.
"Sebaiknya kamu turun sekarang dan ganti bajumu!" perintah Ishan. Lagi-lagi Lintang mengabaikannya dan justru sibuk melepaskan pelana kuda.
"Heh ... heh! Apa yang sedang kamu lakukan? teriak Ishan cemas.
"Kenapa kamu melepaskan pelana kudanya? Tang! Jangan sembrono!" sambungnya lagi.
Sang pemilik kuda pun tak kalah cemas melihat kelakuan Lintang yang terbilang nekat.
"Pokoknya kalau terjadi apa-apa sama Mbak, saya tidak mau disalahkan lho, ya? Mbaknya sendiri yang sembrono," ucap sang pemilik kuda yang takut jika disalahkan kalau-kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
"Tenang saja, Pak! Buktinya kuda Bapak nyaman saat belai," jawab Lintang menenangkan sang pemilik kuda.
Setelah selap melepas pelana kuda tersebut Lintang mulai memberi isyarat sang kuda untuk berlari kencang menembus angin laut yang riang berhembus.
Ishan mengendurkan dasi yang tiba-tiba terasa mencekik padahal rasa khawatirnya lah yang menyesakkan dadanya. Ishan terus memandangi Lintang yang melesat kencang dan mulai menjauh dari pandangannya.
Sehingga Ishan berinisiatif untuk menyewa motor pantai atau yang biasa disebut ATV.
Ishan melajukan motor roda empat itu dengan kecepatan tinggi, tapi Lintang masih belum terkejar.
Saat Ishan hendak menambah kecepatannya lagi, tiba-tiba ponsel di dalam sakunya berdering tanda panggilan masuk. Ya, itu adalah panggilan dari sang fotografer.
Ishan menghentikan laju motor roda empatnya dan kini fokus menerima telepon tersebut.
Ishan meminta sang fotografer untuk pergi ke tempatnya berhenti saat ini. Saat selesai dengan teleponnya tiba-tiba ia dikejutkan oleh kehadiran Lintang yang sudah berada di belakangnya.
"Bisakah kamu berhenti seenaknya!" bentak Ishan.
"Tidak! Karena 'seenaknya' adalah nama tengahku," jawab Lintang yang justru menanggapi amarah Ishan dengan candaan.
Ishan terdiam, ia menusuk Lintang dengan tatapan matanya yang tajam.
"Apa? Kenapa melihatku seperti itu? Mau mengajakku berkelahi?." tanya Lintang ngawur sebab merasa ngeri dengan tatapan mata Ishan yang serius.
Ishan masih diam. Kemudian Ishan melepas jasnya dan mengikatkannya pada pinggang Lintang.
"Tak bisakah kamu lebih menyayangi dirimu sendiri? Dua kali! Sudah dua kali jantungku kamu permainkan dengan nyawamu," ucap Ishan penuh penekanan dengan suaranya yang bergetar.
Tangannya turut bergetar saat pandangannya mulai buram karena air mata yang mulai menetes. Pria itu menunjukkan betapa takut dan lemahnya jika sesuatu terjadi pada Lintang.
"Kamu—menangis?" tanya Lintang yang masih saja menepis rasa pekanya.
"Kamu tidak berubah! Masih saja tidak peka!" jawab Ishan sambil menyeka air matanya.
"Air mata buaya, ya?" tanya Lintang yang pada dasarnya ia tak pernah percaya pada ungkapan hati Ishan selama ini.
"Kalau kamu tidak pernah percaya pada ketulusanku, lantas untuk apa kamu memutuskan menjadi pengantinku?" tanya Ishan jengkel.
"Bukankah sudah jelas? Aku hanya sedang mencoba melewati batasanku. Aku mencoba melawan phobiaku karena aku merasa sedikit aman disentuh olehmu!" terang Lintang.
Di tengah ketegangan dua sejoli itu, tiba-tiba seseorang menyela perdebatan mereka.
"Maaf! Permisi ... kalian ini mau foto prewedding atau mau membuat drama?" sela sang fotografer yang sedari tadi menyaksikan drama kedua sejoli itu.
"Diam!" bentak Lintang dan Ishan serempak.
Sang fotografer langsung menutup mulutnya. Bosan menunggu, akhirnya sang fotografer mempunyai ide gila. Yakni memotret pertengkaran kedua calon pengantin itu.
"Lalu, apa keputusanmu? Masih ingin menikah atau batalkan saja?" tanya Lintang.
"Tentu saja lanjut! Kenapa aku harus membuang kesempatan sekali seumur hidup ini!" jawab Ishan mantap.
"Kalau begitu, tunggu apa lagi? Ayo kita selesaikan foto prewedding kita!" seru Lintang.
Saat keduanya menoleh hendak meminta sang fotografer memulainya, fotografer tersebut langsung maju memperlihatkan hasil jepretannya.
Masih dengan stelan yang senada, yakni kemeja putih dan bawahan berwarna hitam kedua pasangan yang tampak berantakan itu nampak epic dan serasi di dalam kamera tersebut.

"Konsep kalian sangat unik. Pegawai kantoran yang depresi karena tertekan terus-terusan berkerja dan memutuskan mengakhiri tekanan tersebut dengan menikah. Benar-benar ide brilian!" ucap sang fotografer.

Book Comment (329)

  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    08/08

      0
  • avatar
    UdinAsyahdin

    senang sekali

    22/05

      0
  • avatar
    Samsul Muhammad

    hebat

    19/04

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters