logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Narasi 05

Hari Sabtu pekan ketiga setelah pertemuan satu bulan lalu. Setelah bertukar kontak satu sama lain, Raden dan Kalya berjanji bertemu di akhir pekan ketika keduanya tidak ada keperluan mendesak.
"Good Evening, lady," sapa Raden kala Kalya membuka pintu mobilnya dan Kalya hanya tersenyum untuk menanggapinya. Jaga image adalah peraturan nomor satu.
Sempat ada kekaguman kala melihat gaya rambut Kalya yang berbeda dari sebelumnya. Pink hair  is perfect for his skin. She's pretty. "wow, I like your hair. You looks prettier than before."
Kalya tersenyum, "I take as compliment. Thanks."
"So where do we go now?" lanjutnya sembari mengatur gigi mobil lalu mobilnya melaju dengan kecepatan sedang.
"Gak tau juga," jawab Kalya sembari mengucir rambutnya menjadi satu di belakang.
Raden sempat menengok dan melihat bagaimana Kalya menyatukan rambutnya layaknya ekor kuda. Ia melihat ada tato kecil di lehernya bagian belakang. "Wow, you have a tattoo on your back neck. What tattoo written there?"
"Purpose."
Bibir Raden membulat. "It's not bad. I think want to write something in my arm, soon."
"Lo mau tulisan apa, Mas?" mata kecoklatan Kalya mengamati gerak gerik lelaki di sebelahnya. "kalo gak terbiasa sama rasa sakit. Gue saranin jangan."
"Hahahaha, pengen coba tapi males dengerin omongan Bunda. Bisa gak kelar mesti ngelewatin suro bertahun-tahun."
"Unch, unpredictable."
"what's?"
"Nope."
Raden menggedikkan bahu, "Ini mau jalan kemana? Nonton? Makan? Atau kemana yang lo suka."
Kalya tampak berpikir sesaat, "ini sore menjelang malam. Kita ngopi aja di kafe temen gue ya, Mas."
Raden tersenyum kecil, "oke. Alamatnya dimana?"
"Jalan aja terus, nanti gue tunjukkin."
Di tengah perjalanan dilandan keheningan. Alih-alih mencari topik obrolan Kalya justru mengamati mobil Raden. Layaknya interior mobil lain, tidak ada kesan yang menyentuh. Didominasi hitam dan sedikit bubuhan warna merah.
Bahkan di mobilnya tidak ada musik.
Oh Tuhan.
"Mas, lo gak suka musik?"
Raden menengok ke arah Kalya dan berapa kali ia melihat perpaduan kulit pucatnya dengan warna rambutnya yang terang. Ia tak bisa berhenti mengagumi dalam hati. Raden love beauty woman. "Bukan gak suka tapi emang gue jarang dengerin musik. Gue lebih suka dengerin audio book."
"What the hell. Emang audio yang lo dengerin model kaya apa, mas?"
"Emm, buku tentang arsitek tapi kalo gue lagi putek juga nyetel musik."
Kalya mengangguk. "Ini lewat Alun-alun aja, kita ke underpass, tau kan?"
"Iya. Gue tau." Raden memutar setir mobilnya ke kanan menuju underpass. "Jangan bilang kita ke kedai kopi Kotak?"
Kalya tertawa renyah, "nah lo tau itu."
"Pemilik kafe empat bulan lalu kerjasama bareng Farmasi Arsitek gue, Ya," jawab Raden lugas, namun lawan bicaranya seperti sudah mengetahui faktanya. "Jangan bilang lo udah tau?" lanjut Raden sangsi.
Kalya tertawa, lagi, "iya, pantes sih gue gak asing sama elo. Ternyata pernah liat pas lo speech di acara pembukaan kafe."
"Oh, lo liat gue dan inget sampe sekarang? Apa ini semacam pujian?" Raden mengangkat salah satu alisnya dan melakukan senyum, berengsek, itu lagi.
"Yes, you can take as compliment. You look cool and very professional. Satisfied?"
"Yes, I am," tukas Raden percaya diri.
Kalya menarik garis lurus di bibirnya menahan untuk melakukan tidak tindakan lebih. Why a man beside her, sooo damn hot with t-shirt fit to body.
Take control, Kalya. Beruntung, ganteng ini cowok.
.baekharuu.
"Welcome. Ada yang ingin kalian pesan?" tanya lelaki dengan wajah khas Kaukasia.
"Hello and welcome back, Bro. Gimana bisnis lo?" Raden mengajaknya berjabat tangan dan disambut baik oleh lawan bicaranya.
"Ya, kaya yang lo liat. Namanya lagi merintis. Lo mau pesen Ice Americano atau lainnya?"
"Salut sama lo, By," jawab Raden basi basi, "by the way, kenalin dia Kalya Haru."
Osby tersenyum penuh arti pada Kalya, "jadi, dia siapanya lo, Den?"
"Kenalan gue, By, kenapa?"
Osby melepas jabatan tangannya dan tertawa, "Ya, lo dikata kenalan doang."
Kalya mendorong bahu Osby, "emang lo maunya apa sih!?"
"Kesayangan."
"Sampah," jawabnya Kalya sembari mendengus dan Osby puas melihat ekspresi Kalya.
"Oke. Lo berdua udah kenal ternyata. Sia-sia dong gue kenalin."
"Dia temen istri gue, Den. Oke, kalian duduk aja dulu biar gue nyuruh karyawan buat pesenan lo berdua. Ya, lo mau pesen apa? Gak ada milkshake," Osby bertanya usil yang dihadiahi delikan sebal dari Kalya.
"Ice Chocolate hazelnut."
"Oke. Ditunggu dulu, enjoy ya sama waktu kalian. Semoga berbuah manis." Osby menepuk bahu Raden.
Belum sampai tiga langkah, badan Osby berbalik dan tersenyum jail kea rah Kalya, "Oh iya, Ya, gaya rambut lo baru banget ganti ya? Keren."
Kalya menutup matanya dalam hati ia mengumpat. Asu tenan iki lanang.
Hari ini Kalya sengaja menggunakan gaya rambut yang sederhana, ia tidak memblow atau dibuat keriting gantung. Kalya hanya mengandalkan warna rambutnya yang cerah kemudian ia ikat menjadi satu di belakang.
"Sedeket apa lo sama Osby, Ya?"
Kalya berjalan ke meja dekat jendela besar sebagai dinding dan Raden mengikuti di belakangnya. "Dalam hal?"
Raden menarik salah satu kursi dan mendudukinya. "What the meaning when he say semoga berbuah manis? Gue pikir dia tau hubungan kita."
Kalya mengibaskan tangan kanannya. "Gue punya temen dari jaman kuliah. Adik tingkat gue, Intan dan sekarang dia jadi istri Osby."
Raden mengangguk mengerti. Dalam kasus ini pasti Kalya menceritakan pada Intan pasal peristiwa makcomblang ini dan si Intan menceritakannya juga pada suaminya.
Lalu menit-menit selanjutnya dilanda keheningan.
Mungkin suasana canggung mewakili meja yang diduduki keduanya. Raden juga sibuk dengan handphonenya –yang Kalya tidak tahu apa yang tengah ia lakukan.
Kalya melepas kardigan yang ia gunakan, menampilkan atasan motif flora dengan tali spageti. Rambutnya ia gerai menghasilkan warna yang teramat terang, warna merah muda rambutnya dengan kulitnya yang putih pucat.
Raden sempat melirik sebentar dan mengumpat dalam hati.
Berengsek, she's very pretty. I was affraid when I blinked, she will disappear. Hahaha.
"Ini semua yang desain lo, Mas?"
Raden beralih dari layar handphonenya menatap mata Kalya, "lebih tepatnya gue desain sesuai mau si Osby sih. Osby request dan gue coba merealisasikan. Ada bagian yang gak lo suka?"
"Enggak kok, gue suka. Desainnya sesuai sama nama kafenya. Gue suka tiap sudut diberi kotak kayu yang nempel di dinding alih-alih coretan seni."
"Maksud lo coretan seni kurang bagus?"
"Bukan, Mas, tapi kaya yang gue bilang. Desain kafe dan furniturenya sesuai sama namanya. Penasaran sih gue kenapa si Osby namain kafenya Kotak."
Raden menggedikkan bahu, "gak paham, gak nanya gue." Raden berdiri dari duduknya, "gue ke toilet bentar." Kalya mengangguk.
Lima belas menit kemudian Raden kembali duduk di depan Kalya dengan wajah panik.
"Apa, Mas? Ada apa?" Kalya menaruh handphonenya.
"Gue napas dulu, bentar." Raden menarik nafas banyak-banyak.
Kalya melihatnya menatap khawatir, Raden gak ketemu hantu kan di toilet sini?
"Mas, baik-baik aja kan?"
Raden mengangguk dan mengambil nafas lalu membuangnya dengan kasar, "jadi pas tadi gue lagi buang air, ada cowo nyolek gue. Gue nanya kenapa, dia malah liatin aset gue. Bangsat." Raden meraup wajahnya yang masih keliatan kaget.
Kalya terkekeh kecil mendengar pernyataan Raden, dugaannya salah. "Baru pertama kali lo digituin?"
Salah satu ujung bibir Raden berkedut, "Geli anjing digituin. Iya, dia emang gak ngapa-ngapain gue. Cuma liat aset gue dan nyelipin kartu nama di saku belakang gue pas lagi cuci tangan di wastafel. Geli abis."
Kalya masih terkekeh, ia menepuk pelan punggung tangan Raden di atas meja. "You're okay, Mas, you truly okay."
"Iya, gue emang berlebihan emang."
Kalya menggeleng, "nggak kok, wajar. Ini pertama kali lo digituin sama sesama jenis yang fetish sama lo. Tapi gue salut sama lo, Mas, gak teriak-teriak pas keluar dari kamar mandi."
Raden berdecak, "males drama, Ya. Heran sih kenapa mereka tetap melakukan di tempat umum, yang bisa jadi gak semua cowo punya fetish sama kayak dia."
"Mungkin ada sesuatu yang bikin mereka nangkep G-Radar dari lo, Mas."
"Gue juga gak paham, tingkat kegantengan gue bikin salah nangkep kali," jawab Raden yang diikuti tawanya.
Kalya ikut tertawa, "iya, Mas Raden emang ganteng banget hari ini."
Raden tersenyum kecil yang lebih terkesan sombong sebagai jawabannya.
"Lain kali gantengnya biasa aja ya."
Raden diam saja tak menjawab hingga makanan dan minuman yang mereka pesan datang.
"Makasih, Mbak," ujar Kalya pada si pelayan.
Kalya menyeruput minumannya, kemudian Raden menyenggol tangannya. "Liat cowok di belakang gue yang make hoodie abu-abu jeans item. Liat gak?" mata Kalya menangkap cowo yang Raden maksud, ia mengangguk, "liatin gue gak?"
Kalya mengamati wajah Raden yang baru saja menampikkan senyuman sombong, namun sekarang menangkap ekspresi keki yang lucu. "gak liatin banget tapi curi-curi pandang gitu, Mas."
Raden menggeram kesal.
"Mereka masih manusia kayak kita kok, Mas. Cuma bedanya takdir mereka berbeda sama kita."
"..."
"Mereka diberi pilihan oleh Tuhan mereka. Umat manusia telah diterangkan tentang perintah dan larangan di dunia, kemudian suatu takdir menimpa mereka. Mereka bisa saja terlahir beda dari lahir dengan memiliki sedikit perbedaan dari kodratnya.
Keputusan ada pada diri mereka untuk memilih option yes or no."
Raden terdiam cukup lama, ia masih geli badai namun pernyataan Kalya minta banget dijawab, "kayaknya statemen lo kurang tepat deh, Ya. They also don't want be different with us. But, maybe they like to be gay, lesbi, or something like that but they enjoy with their activities."
"Iya, memang sebagian dari meraka nyaman dan gak menyesal dengan diri mereka. Tapi tetep aja, Mas, they was choosen yes to be LGBT."
"Kalya, semesta selalu punya cara menyiksa manusia. Kalo dari statement lo itu kayak menyudutkan mereka adalah salah."
"Bukan bermaksud menyudutkan, Mas, mereka memang dianggap karena telah melanggar norma adat dan agama."
"Oh, social toxic."
Kalya menagguk, "kurang lebih gitu."
Salah satu bibir Raden terangkat samar, "kayak lo dong, Ya, cewek kepala tiga punya rambut cerah dan bertato. Sosial gak semudah itu nerima elo, kan."
"Exactly yes. Tapi yaudah, Papah sama Mamah ngebebasin gue dalam berekspresi."
Ayah kandung Kalya, Widodo, tidak pernah melarang Kalya melakukan apapun. Kalya dibebaskan dalam menjalani hidupnya. Widodo tipikal lelaki dengan gaya berpikir yang maju. Satu kalimat beliau yang masih Kalya ingat, "lakukan apapun yang kamu mau dan yang kamu suka, tapi jangan sampai merugikan orang lain apalagi diri kamu sendiri."
Raden mengangguk memahami. Mulai memahami karakter Kalya Haru Nasution.
Raden mengakui ia tak pernah menjalani asmara dengan wanita model yang bebas seperti Kalya. Raden hanya mengencani wanita yang penurut dan kalem.
Namun, semesta mempertemukan dengannya.
It will be interest to him, or he's interesting to her right now?
"Kalya."
"Iya?"
"Gue pengen ngenal lo lebih, mulai dari sekarang."

Book Comment (3)

  • avatar
    KeysaAmalia

    sangat baguss

    16/02/2022

      0
  • avatar
    Ferry Septiardy

    mantul

    25/01/2022

      0
  • avatar
    Setiawan

    bagus sekali

    25/01/2022

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters