logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

3.Lima Tahun Kemudian

Sebagai siswa baru pindahan, tentu saja Rendy belum tahu situasi dan kondisi sekolahnya. Bahkan dia juga belum tahu apalagi mengenal seorang pun teman sekolahnya yang baru. Dengan kata lain dia merasa asing dengan lingkungan sekolahnya yang baru. Maka sembari menunggu bel tanda masuk berbunyi,. Rendy pun duduk-duduk di dalam kelas sambil mencoba mengenali lingkungan ruangan kelasnya. Dia tahu kalau dirinya di terima di kelas II-A, karena tadi sebelum masuk ke kelas ini, terlebih dahulu dia telah menemui kepala sekolah, dan oleh kepala sekolah dia disuruh menemui guru wali kelas II-A. Dari guru wali kelas II-A dia disuruh untuk menunggu di ruang kelas sambil menunggu bel tanda masuk jam pelajaran pertama berbunyi.
Tak begitu lama kemudian, seorang siswa lain kelas itu masuk. Rendy pun berusaha untuk tersenyum ramh, dengan harapan siswa itu akan membalasnya, untuk kemudian bisa diajak untuk berkenalan. Sehingga dia akan punya teman untuk diajak ngobrol dan bisa dimintai keterangan mengenai sekolah itu.
"Hai?" sapa Rendy
"Hai juga," balas siswa itu.
Siswa bertubuh gempal itu pun melangkah ke meja di mana dia duduk. Kemudian meletakan tas sekolahnya, lalu menghampiri Rendy yang masih berdiri di depan rang kelas tanpa tahu harus duduk dimana. Karena sebagai siswa baru dia belum tahu dimana dia akan duduk.
"Anak baru, ya?" tanya siswa bertubuh gempal itu.
"Ya," jawab Rendy. " Nama saya Rendy," kata Rendy kemudian memperkenalkan diri sembari mengulurkan tangan kanannya, mengajak bersalaman dan berkenalan dengan siswa bertubuh gempal itu.
"Ah, beruntung sekali Rendy, karena anak itu mau menerima dan membalas uluran tangannya. Bahkan kemudian balas memperkenalkan namanya.
"Gue Beno."
"Senang berkenalan denganmu," kata Rendy.
"Sama-sama. Oh ya, pindahan dari mana?"
"Brebes"
"Oh..." Beno manggut-manggut . "Tinggalnya di mana?"
"kebun pala."
"Beno kembali manggut-manggut.
"Kamu sendiri dimana, Beno?"
"Gue di Otista."
Kini giliran Rendy yang manggut-manggut, meski sebenarnya dia belum tahu persis di mana wilayah Otista sebagaimana yang disebutkan oleh
Beno.
"Rendy..."
"Ya?"
"Kalau boleh gue tahu, kenapa lo pindah?"
"Ikut ibu."
"Bokap lo?"
"Meninggal beberapa bulan yang lalu."
"Ohhh...gue ikut prihatin."
"Terimakasih."
"Enggak perlu berterimakasih. Karena gue pikir, nasib kita sama, jadi wajar kalau kita yang merasa senasib sepenanggungan menjalin persahabatan, bukan?"
"Kamu begitu baik, Beno."
"Enggak juga. Bahkan di sekolah ini, gue dikenal sebagai anak badung."
"Oh ya?"
"Begitulah."
"Tapi, aku tidak melihat sifat kenakalanmu."
"itu karena lo belum tahu dan belum mengenal gue lama, Rendy. Tapi kalau lo sudah siapa gue yang sebenarnya. Dan gue harap lo enggak kagetbjika tahu siapa gue yang sebenarnya..."
"Aku tak akan kaget."
"lo, yakin?"
"Ya."
"Karena sewaktu di Brebes pun aku terkenal sebagai anak nakal."
"Oh ya?"
"Begitulah. Karena kamu telah berkata jujur padaku, maka aku oun ingin berkata jujur kepadamu. Bukankah untuk menjadi seorang sahabat yang baik, kita harus saling jujur satu sama lain?" kata Rendy sambil tersenyum.
"Ya, begitulah," sambut Beno sambil tersenyum.
"Oh ya, sewaktu masih di Brebes, kamu suka berkelahi?"
" sebenarnya aku tak ingin lagi mengingat masa laluku. Tapi karena kamu mau menganggapku sebagai sahabat, Baiklah akan kuceritakan padamu siapa aku sebenarnya," kata Rendy sambil tersenyum. Kemudian dia pun menceritakan bagaimana kelakuannya ketika masih duduk di SMA Negeri 2 Brebes." Saat aku masih di SMA Negeri 2 Brebes aku dikenal sebagai preman SMU."
"Oh ya?"
"Ya."
"Wow... sebegitu hebatkah kenakalan ama sepak terjang yang lo lakuin semasa lo di Brebes sampai-sampai lo mendapat sebutan seseram itu?" tanya Beno.
"Entahlah, Apakah sebutan itu pantas buatku atau tidak. Yang pasti, teman-teman sekolahku dan juga anak-anak sekolah yang lain, bahkan masyarakat memberi gelar seperti itu," Ucap Rendy sembari menghela nafas panjang, untuk kemudian dengan bibir tersenyum dengan wajah mengenang, dua menggeleng-gelengkan kepala.
"Gue rasa, Mereka memberi lo gelar pasti bukan sembarangan ngasih gelar, Rendy."
"Mungkin."
" Kalau boleh gue tahu, sampai sejauh mana sih sepak terjang lo, sehingga teman-teman sekolah lo dan juga masyarakat sampai memberi lo gelar preman SMU?"
Tanya Beno ingin tahu.
"Benar kamu ingin tahu?"
"Ya."
"Kamu janji tak akan menilaiku sombong?"
"Gue tahu lo jujur, Rendy. Mana mungkin gue akan menilai lo seperti itu? Sebagai seorang sahabat, gue hanya ingin tahu aja."
Rendy tidak langsung memberikan jawaban. Sesaat ia terdiam sembari kembali menghela nafas panjang dengan wajah menerawang, Seakan berusaha mengingat kembali kenangan masa lalunya, saat dia masih berada di Brebes.
Kemudian Rendy pun menceritakan sepak terjang sewaktu dia masih berada di SMA Negeri 2 Brebes.
Beno yang mendengar cerita Rendy hanya bisa melongo bengong dengan mata tak berkedip memandang ke wajah teman barunya.
"Hei, kenapa?" tegur Rendy.
"Gila lo..."
"Siapa yang gila?" tanya Rendy.
"Keberanian lo, Rendy," tutur Beno. "Gue aja, enggak berani menentang apalagi melawan Kakak Pembina. Eh lo malah bisa membuat kakak-kakak Pembina MOS lo takluk."Beno geleng-geleng kepala dengan wajah masih menunjukkan rasa kagum memandangi wajah Rendy dengan mata tak berkedip.
"Bagi aku, asalkan benar, maka buat apa takut?"
"Ya ya, lo benar, Rendy. Kalau kita berada di pihak yang benar, buat apa kita takut?" timpal Beno sembari mengangguk-anggukan kepala dengan wajah masih menggambarkan kekaguman terhadap Rendy." Terus, selain menundukkan para senior yang terkenal suka bertingkah borjuis itu, apalagi yang lo lakuin sehingga akhirnya diberi gelar sebagai preman SMU?"
"Gebrakan keduaku setelah menaklukan para senior adalah dengan menaklukkan Nicko Adi Putra."
"Siapa dia?"
"Anak seorang bupati."
"Wah?!"
"Rendy tersenyum.
"Kenapa?"
"Enggak...enggak apa-apa, Terusin cerita lo, gue pingin denger."
Rendy kembali tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepala.
"Nicko memang bukan anak pemberani seperti Bram, Ahmad dan Agus" tutur Rendy memberitahu. "Namun sebagai anak seorang Bupati, Nicko merasa tak ada yang berani kepada dirinya. Sehingga sikap dan tingkah lakunya pun seenaknya sendiri. Memandang remeh dan rendah orang lain. Dan itu membuatku paling gak suka. Namun untuk memberi pelajaran kepada nya secara langsung tanpa ada masalah, aku tidak enak. Maka meski aku tak suka dengan sikap dan tingkahnya, Namun aku tak mau bertindak kepadanya. Sampai suatu hari..."
Rendy pun menceritakan kembali kejadian saat dia masih berada di Brebes. Saat dia masih bersekolah di SMA Negeri 2 Brebes.
Semakin terperangah Beno mendengar penuturan Rendy. Bahkan Beno yang di SMU Negeri 62 Jakarta dikenal sebagai anak Badung,, sehingga banyak ditakuti oleh teman-teman sekelas dan sekolahnya, dibuat berinding ngeri, membayangkan bagaimana sepak terjang Rendy sewaktu masih berada di SMA Negeri 2 Brebes.
"Gila...lo berani benar?"
Rendy hanya menghela nafas panjang.
"Beno..."
"Ya?"
"Aku harap kamu tidak menceritakan hal ini pada yang lain."
"Kenapa?"
" Aku tidak ingin orang memandangku seperti Sewaktu aku masih di Brebes. Kamu mau janji kan?"
"Ya, gue janji. Tapi, kalau ada orang yang mau menyakiti gue, lo mau kan menolong gue?" pinta Beno.
"Tergantung."
"Maksud lo?"
"Kalau kamu yang salah duluan aku tidak bisa menolongmu. Tetapi kalau kamu tak bersalah, kemana pun dan dengan siapapun kamu berurusan, aku janji akan membantumu," jawab Rendy dengan bibir tersenyum meyakinkan.
"Thank. Gue akan menuruti apa yang lo katakan."
"Sungguh?"
"Ya."
"Aku senang mendengarnya, Beno."
"Gue juga senang menjadi sahabat lo, Rendy."
Satu persatu para siswa pun mulai berdatangan, karena tidak lama lagi bel tanda masuk akan berbunyi. Dan anak-anak kelas II-A pun tampak memandang asing ke arah Rendy yang memang belum mereka kenal.
"Teman-teman...!" seru Beno pada teman-teman sekolahnya yang seketika langsung mengarahkan perhatian ke arah Beno yang mereka kenal sebagai anak Badung di SMU Negeri 62. "Kenalkan, ini Rendy, sahabat gue! Dia adalah siswa baru di sekolah kita, khususnya di kelas kita. Dia pindahan dari Brebes. Gue harap kalian mau menerimanya dengan baik, sebagaimana gue juga menerimanya sebagai sahabat gue! kalau ada yang enggak mau atau enggak suka atas keberadaannya di kelas kita, silakan ngomong sama gue!"
Next Bab....

Book Comment (1223)

  • avatar
    EgiivrzMhmd

    baru pertama kali baca keren

    3d

      0
  • avatar
    Dedi Alfito

    bagus jg ceritanya smoga semua yg membaca bisa terhibur

    12d

      0
  • avatar
    UserMela

    bagus

    22d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters