logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 5 Berbelanja

Pagi menyapa, kicauan burung menjadi musik pengiring pagi yang sangat indah. Sinar mentari mulai menyeruak masuk melalui celah jendela mengantarkan rasa hangat saat menerpa wajah.
Tania mengucek matanya berulangkali, mencoba mengumpulkan nyawa yang masih tercerai berai. Sehabis sholat subuh tadi dia memilih untuk tidur lagi karena semalaman matanya sulit terpejam. Adegan yang tidak disengaja bersama Mika  membuat matanya melek semalaman. 
Tania memang selama ini belum pernah dekat dengan seorang lelaki. Untuk pertama kalinya dia merasakan berdebar saat bersama Mika.
Tania beranjak dari tempat tidurnya dan segera membersihkan diri. Setelah selesai dia turun ke lantai satu dan mendapati semua orang sudah berkumpul di meja makan untuk sarapan.
"Anak cewek kok jam segini baru bangun, memalukan," celetuk Mika saat dia melihat Tania.
"Maafkan saya Tante, Om, tadi malam saya tidak bisa tidur jadi bangun kesiangan." Tania memberikan alasan kenapa dia bisa bangun kesiangan. Tidur di tempat baru membuatnya butuh beradaptasi ditambah lagi pikirannya yang dipenuhi oleh Mika sukses membuatnya sulit untuk memejamkan mata.
"Tidak apa-apa sayang, kamu pasti belum terbiasa tidur di kamar barumu ya? Kemarilah, ayo kita sarapan." Stefi sepertinya tahu apa yang dirasakan Tania.
"Iya Tante." Tania duduk di kursi kosong antar Mika dan Wira. Dia merasa sedikit canggung berada di posisi itu.
"Tadi malam ada penampakan tidak Mbak?" tanya Adit tiba-tiba, hal itu membuat Tania seketika menoleh kepadanya.
"P--penampakan?" tanya Tania sambil menyendok nasi goreng ke piringnya.
"Iya, kamar Mbak itu ada genderuwonya loh."
"A--apa?" Tania memekik mendengar nama genderwo disebutkan. Hal itu sontak membuat Adit cekikikan.
"Jangan aneh-aneh deh Adit. Tania, perbanyak sholat-mu, niscaya yang namanya hantu tidak akan berani mengganggumu." Dev memberikan saran yang cukup bijak. Mendengar Papanya berbicara Adit langsung terdiam.
"Iya Om." Tania seperti menemukan sosok Papanya di diri Devan, seorang yang jarang sekali bicara namun sangat bijak dan bisa dijadikan sebagai panutan.
"Lagian hari gini masih saja percaya yang namanya hantu, dasar udik." Satu kalimat sindiran muncul lagi dari mulut Mika.
"Jangan mengatai Tania seperi itu Mika, Mama tidak pernah mengajari kamu bersikap kurang ajar." Stefi terlihat tidak suka dengan perkataan anak keduanya itu.
"Maaf Ma," ucap Mika dengan pelan.
"Tania, habis ini kita berbelanja ya, besok kamu sudah mulai masuk kuliah kan?"
"Belanja? Tapi baju saya sudah banyak Tante."
"Baju jadul semua kayak gitu kok."
"Mika!"
"Maaf Ma."
"Pokoknya kamu harus ikut belanja sama Tante, kamu tahukan kalau Tante itu sudah lama kepengen punya anak perempuan."
"Baiklah Tante," jawab Tania pasrah. Sepertinya dia bakal jadi bahan percobaan oleh Stefi.
Tania dan Stefi sudah sampai di sebuah pusat perbelanjaan, mereka langsung menuju toko pakaian. Sedari tadi Stefi tak henti-hentinya menyuruh Tania mencoba baju, sekiranya baju itu cocok maka akan dia ambil. Tania sendiri merasa tidak enak jika belanjaannya nanti semua dibayar oleh Stefi.
"Tante, ini sudah terlalu banyak, sudah saja ya Tante," pinta Tania yang sudah kewalahan membawa banyak barang belanjaan.
"Belum sayang, habis ini kita beli sepatu dan tas dulu, kebutuhanmu kuliah banyak, jangan sampai kesan pertama masuk kuliah itu buruk. Kamu harus terlihat wow dihari pertama kuliah biar nantinya kamu punya banyak teman."
"Teman yang hanya melihat penampilan saja buat apa Tante, saya maunya teman yang bisa menerimaku apa adanya."
"Paling tidak mereka tidak akan meremehkanmu saat melihat pakaian yang kamu kenakan. Sekarang kita cari tas dan sepatu yuk." Tania pasrah, dia hanya bisa mengikuti Stefi dari belakang sambil sesekali ngedumel. Baru sekali ini dia berbelanja barang yang begitu banyak. Terlebih lagi semuanya akan dia kenakan. Kalau di desanya dia biasanya berbelanja baju di pasar, selain harganya lebih murah, pasar juga lebih dekat dengan rumahnya ketimbang harus pergi ke mall.
Setelah mendapatkan semua barang yang mereka inginkan, maksudnya yang Stefi inginkan, mereka menuju ke lantai lima untuk makan siang.
Sebelumnya Stefi sudah memanggil Pak Mamat, untuk mengambil barang belanjaan mereka.
"Jadi bagaimana anak-anak Tante, Tania?" tanya Stefi tiba-tiba saat mereka sedang menikmati steak.
"Bagaimana apanya, Tante?" Tania balik bertanya.
"Sudah kamu putuskan mau pilih yang mana?" Pertanyaan Stefi sontak membuat Tania terbatuk-batuk.
"Ish, makan pelan-pelan, Tante tidak akan minta kok."
"Ini juga pelan Tante, cuma pertanyaan Tante yang sedikit menohok Tania."
"Hehehe, maaf deh, Tante cuma kepengen cepat-cepat punya cucu."
"Hah? Cucu?"
"Iya, kuliah pas punya suami kan juga bisa."
"Tante gimana sih? Kemarin katanya nyuruh aku untuk kuliah dulu yang bener terus kejar cita-citaku, ini kok malah berubah."
"Habisnya kemarin Tante lihat postingan teman-temannya Tante yang sudah punya cucu rasanya Tante juga kepengen gitu."
"Astaga Tante."
Tania tidak habis pikir dengan wanita di depannya, bisa-bisanya menyuruhnya untuk memilih salah satu diantara putranya. Mana yang dipilih semuanya minus, tidak ada yang menarik dari mereka semua kecuali wajahnya. 
Tiba-tiba kejadian semalam saat bersama Mika muncul dipikiran Tania, tidak mungkin dia memilih orang itu untuk dijadikan suami. Lagipula dia sepertinya sangat membenci Tania.
"Tante Stefi, apa kabar?" Seorang wanita muda dengan pakaian dan gaya yang sangat wah menyapa Stefi.
"Eh, Sarah, kabar Tante baik," jawab Stefi sambil memalingkan muka, sepertinya dia tidak menyukai wanita muda itu.
"Apa kabar Wira? Lama sekali aku tak jumpa dengannya," ucap wanita yang bernama Sarah itu.
"Dia baik, sebaiknya jangan ketemu lagi deh, kamu kan sudah punya suami ngapain nanyain dia?"
"Em, sebenarnya aku tidak bahagia dengan kehidupanku yang sekarang Tante. Aku mau kembali sama Wira saja."
"Enak saja mau kembali, dulu dengan seenaknya kamu meninggalkan dia sekarang mau minta balikan, emangnya anakku itu apaan? Dia bukan barang yang bisa kamu pungut setelah dengan seenaknya kamu buang ya. Mending kamu jadi istri yang baik deh buat suami kamu dan jangan ganggu anakku lagi."
Dari pembicaraan dua wanita yang ada di depannya, Tania mengetahui kalau dulu Sarah itu adalah kekasih Wira. Sarah meninggalkan Wira dan menikahi lelaki lain.
"Tidak Tante, saya tetap ingin kembali kepadanya, semoga Tante merestui kami berdua. Sebelum itu saya akan menceraikan suami saya dulu. Saya juga yakin kalau Wira masih mencintai saya kok." Wanita itu berucap dengan sangat percaya diri
"Jangan mimpi kamu Sarah, Wira tidak akan mau kembali kepada wanita yang pernah mematahkan hatinya. Jangan harap aku akan menerimamu sebagai menantu saya."
"Saya tidak main-main dengan ucapan saya, Tante. Saya akan mendekati Wira dan mendapatkan hatinya lagi."
"Ayo kita pergi Tania, Lama-lama Tante bisa stres menghadapi wanita gila ini." Stefi menyeret Tania pergi dari restoran.
"Kita pulang saja yuk Tante," ajak Tania.
"Tante butuh pijatan biar lebih rileks, marah-marah membuat tenaga tante terkuras."
"Pijatan?" Tania mengerutkan keningnya, apakah yang dimaksud Stefi dengan pijatan itu? Tania tidak paham.
Stefi mengajak Tania ke sebuah Salon dan Spa yang ada di lantai empat mall tersebut. Dia juga memesankan perawatan full body untuk Tania.
"Aduh Tante, Tania tidak usah saja ya?" Tania yang belum pernah pergi ke salon merasa tidak nyaman.
"Kamu juga harus merasakan pijatan dari terapis di sini, dijamin kamu akan tertidur pulas saat jari jemari mereka yang lentur menyentuh tubuhmu."
"Iya deh Tante."
Tania hanya bisa menuruti keinginan Stefi. Untuk pertama kalinya Tania menginjakkan kaki di salon dan menikmati semua fasilitas yang ditawarkan oleh pemilik salon.
Tania menjerit kesakitan saat bulu yang ada di kaki dicabut oleh terapis. Bahkan seisi salon bisa mendengar jeritannya. Tania terlihat tertidur lelap saat punggungnya dipijat, benar apa yang dikatakan Stefi kalau jari-jari para terapis mengandung obat tidur. Tania baru terbangun saat seorang terapis menyuruhnya terlentang dan melanjutkan pijatan pada bagian depan badannya.
Rambut Tania yang tadinya panjang dan lurus alami sekarang di keriting gantung, itu juga karena keinginan Stefi. Tania tidak bisa menolaknya karena percuma berdebat dengan Stefi, ujung-ujungnya Tania juga bakal kalah.
Setelah selesai, Stefi menyuruh Tania mengganti pakaiannya dengan yang mereka beli barusan. Tidak ada celana panjang dalam belanjaan mereka tadi, yang ada hanya dress saja, sepertinya Stefi ingin merubah Tania menjadi gadis yang feminin.
"Sudah Tante." Tania keluar dari ruang ganti dengan baju barunya.
Stefi juga sudah mengganti pakaiannya dengan gaun yang sangat cantik.
"Wah, kamu memang dari sananya sudah cantik sih, dipoles sedikit saja jadi nambah deh cantiknya," puji Stefi.
"Tante bisa saja deh." Tania yang dipuji demikian tentu saja merasa malu, wajahnya sedikit memerah, dia tidak mampu menyembunyikan perasaan senangnya saat itu.
"Ayo kita pulang, Wira sudah menunggu kita di bawah."
"Hah? Bukannya kita tadi diantar Pak Mamat ya, Tan? Kok sekarang Mas Wira yang menjemput kita?" 
"Pak Mamat, Tante suruh pulang, Wira yang jemput soalnya kita sekalian ke acara kondangan saudara Tante."
"Kondangan? Kenapa Tante tidak ngomong sebelumnya? Saya kan malu kalau ketemu sama saudaranya Tante."
"Halah, pakai acara malu segala, biar kamu terbiasa dengan keluarga besar Tante, nantinya kamu kan juga bakalan jadi mantu Tante."
Mendengar kata mantu Tania merasa tidak nyaman, pasalnya dia tidak tahu dengan siapa nantinya akan menikah. Ketiga anaknya saja bersikap cuek kepadanya, mana mungkin bisa dekat dengan mereka kalau begini caranya.
"Yuk keluar."
"Iya Tante."
Wira sudah menunggu di depan salon, Stefi langsung membuka pintu belakang dan masuk ke dalamnya. Tania juga mau masuk tapi langsung di halangi Stefi.
"Kamu duduk di depan saja."
"Tapi Tante …."
"Kasian Wira sendirian, sudah sana," ucap Stefi sambil menutup pintu belakang agar Tania tidak bisa masuk.
Tania menuruti keinginan Stefi dan duduk di samping kemudi. Wira fokus dengan kemudinya tanpa sedikitpun menoleh ke arah Tania. Sepanjang perjalanan Tania hanya diam saja, sedangkan Wira dan Stefi terlihat sibuk bercerita.
"Wira, tadi Mama ketemu Sarah di mall."
"Terus?" tanya Wira penasaran. Bagaimanapun juga Wira pernah menjalin hubungan yang cukup lama dengan Sarah, butuh waktu untuknya melupakan sakit hati karena dihiananti Sarah.
"Katanya dia bosan sama suaminya dan mau balikan sama kamu."
"Benar-benar gil* tuh cewek."
"Sebaiknya kamu cepetan nikah deh, biar dia tidak mengganggumu lagi," saran Stefi.
"Pacar saja tidak punya Ma, gimana mau nikah?" 
"Sudah ada calonnya kok."
Mendengar kata calon Tania sedikit was-was, kemungkinan besar Stefi akan menjodohkannya dengan anak tertuanya.
"Calon apaan sih Ma?" tanya Wira sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Itu di sampingmu."
"Sampingku?" 
"Mendingan kamu nikah sama Tania saja dari pada pusing nyari di luar." 
Wira menoleh ke samping dan baru ingat kalau ada Tania di sana.
"Hah?" pekik Wira dan Tania bersamaan.

Book Comment (66)

  • avatar
    NgEme

    Saya sangat suka dengan ceritanya, seru

    15d

      0
  • avatar
    NiRa

    ceritanya sangat menarik

    18d

      0
  • avatar
    FahriFahri

    ceritanya sangat menarik

    22d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters