logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

06

Bada magrib aku, Kanaya, dan Atika berangkat mengaji dinniyah, kami sama sama kelas 1 awalaiyah, padahal Kanaya dan Atika sudah bisa loncat langsung kelas 2 Awwaliyah, tapi mereka ber2 tawadhu sekali, aku terkadang suka inscure kalau sedang berkumpul dengan mereka berdua.
"Sudah hafal sampe bab berapa Ra? " Tanya Atika yang sudah setoran muhafadzoh kitab jurumiyah.
"Aku mungkin cuman 2 bab tik" jawabku mulai minder, karna Atika sudah 3 bab di atasku sedangkan Kanaya 1 bab di atas ku.
"Alhamdulillah banyak dong Hira, semangat dong supaya akhir tahun kita bisa sama sama ikut muhafazoh bareng bareng" Atika memang pendiam jarang sekali bercanda, selalu kasih semangat dengan siapapun yang ia kenal. Terkadang ucapannya singkat tapi sangat masuk kedalam hati. Tak lama nama ku di panggil, dan Alhamdulillah 2 bab lancar dan mendapatkan tanda tangan jadi tidak perlu mengulang Minggu depan.
" Pengen banget nasi goreng loh Hira Tika" sahut Kanaya tiba tiba .
"Yaudah yuk nanti beli, abis ngaji Qur'an" jawab ku.
Nasi goreng pakde kiting memang favorit santri di sini, selain harganya merakyat rasanya jangan di ragukan lagi.
Jam pulang sudah berdering, semua santri berhamburan keluar untuk bersiap siap kembali ke asrama dan menunaikan sholat isya. Awwaliyah
"Hira mau ngapain?" Tanya mba Fathul
" Mau nyuci baju mba" jawabku pelan
" Ikut mba aja yuk ke ndalem, lagi buat kue" seperti turun hujan di kala kemarau, bantu bantu ndalem adalah keinginan semua santri disini, bagi para santri disini santri ndalem sangat beruntung karna bisa dekat dengan para Masyayikh yang berilmu tinggi dan sangat tawadhu, tanpa pikir panjang aku langsung mengiyakan ajakan mba fatul
" Mau banget dong mba, tapi aku malu heheh"
" Cuman ada 4 orang kok, kita di dapur atas buat kuenya, jadi jauh dari keramaian" aku langsung meletakan hanger kembali kedalam lemari, dan seketika melupakan cucian yang sudah menggunung, Karana pakaian bisa di cuci kapan saja, bahkan bisa laundry tapi kalau ajakan bantu ndalem Ndak bisa di prediksi.
~~~
Yang ada di dalam dapur adalah mba mba anak ndalem yang sudah mahir membuat kue, dari bolu, brownies, puding, dan lain lain, aku sendiri yang belum mengetahui bagaimana membuat kue ini dan itu, berungunya mba mba disini mau mengajariku walaupun hanya terori belum praktek, karna saat ini bukan waktunya.
" Semoga Gus  tampan idaman ikut deh heheh" celetuk mba Khodijah yang membuat suasana menjadi lebih ramai
" Gus tampan idaman yang mana sih kok aku lupa ya " balam mba Miftah sambil memasukan adonan bolu kedalam loyangnya
" Yang sering bareng sama Gus Abizar iku loh mif, yang tampan, mapan, dan beriman" lanjut mba Khodijah
" Yang senyumnya menggoda kaum hawa hehehe" tumpah mba Fathul membuat suasana makin seru
" Biasanya beliau ikut kesini gak sih mba?" Tanya mba miftah yang semakin penasaran, aku hanya diam disana Karana aku sendiri pun belum mengetahui seseorang yang mereka bicarakan
" Biasanya sih ikut, ya semoga aja ikut, dapet berkah loh liat wajah orang Sholeh " yang ada di dalam pun tertawa kecil aku pun sama ikut tertawa karna ketawa mereka walaupun pelan tapi sangat menular
Tak lama mba Fanny datang, dan menyuruh 2 orang untuk ke ruang makan mempersiapkan berberapa sajian. Mba Fathul pun mengajak ku, beruntung sekali aku bisa masuk ndalem untuk yang ke dua kalinya.
" Sate sama sayur tempe baladonya di pindahin ke wadah yang besar ya mba" ucap Ning Fanny, sambil menunjuk wadah beling yang berada di dekat dispenser, aku mengambil nya dan memberikan kembali kepada mba Fanny
" Mba yang sudah langsung di siapkan atau nanti saja?" Tanya mba atul dengan suara yang lembut.
"Boleh mba, sekalian piring dan sendok nya di siapkan ya" mba Fathul menganggukkan kepalanya
Aku dan mba fatul masuk kedalam ruang tamu yang sangat luas karna menyatu dengan ruang tv, dan ada Gus Abizar dan seorang laki laki, yang sepertinya itu Gus atar, karna mba Izza pernah bilang kalau gus atar itu sekilas mirip dengan Gus Abizar, beliau ber dua sedang memainkan ponselnya di kursi.
Tak lama Ning Fanny datang menghampiri aku dan mba fatul, Ning Fanny mengkoordinir apa saja yang harus di persiapkan disini, sambil kami berbincang bincang sedikit.
"Kalo kamu namanya siapa? " Tanya mba Fanny kepadaku.
"Bahira mba" jawabku yang agak dekdekan
"Santri baru ya?" Aku mengangguk sambil tersenyum,
Jika di lihat dari dekat mba Fanny sangat cantik, putih bersih, dan beliau ternyata di suka dengan yang namanya make up, Masya Allah indah sekali ciptaan mu ini, batin ku yang terus kagum yang saat ini berada di dekat ku.
"Yang betah disini ya nduk, kalo Ndak betah banyak banyak baca Alfatihah buat diri sendiri, baca sholawat, jangan suka maksa buat belajar kalo lagi ada perasaan Ndak betah, coba nenangin pikiran, shering sama mba mba yang senior di kamar, atau jajan " ucap Ning Fanny, kami berbincang sambil bercanda sedikit, aku akan selalu ingat apa pesan Ning Fanny kepadaku.
" Saya juga dulu ketika awal mondok suka nangis gak betah, tapi saya coba baca alfatihah setiap hari, habis sholat gak boleh ketinggalan, jajan yang banyak, ngobrol sama kawan, pokonya sampe lupa kalo ada beban, yah karna yang namanya mondok itu kita harus mandiri, kuat hati, kuat nahan rindu sama orang tua, kuat segala galanya, tapi santri ya seperti itu hina ketika mencari mulia ketika di cari"
Suara dan nasihat Ning Fanny membuat telinga ku nyaman mendengar nya, ingin terus mendengar kata perkata dari beliau.
"Jurumiyah sampun khatam nduk?" Tanya ning Fanny lagi
"Alhamdulillah sampun mba" jawabku pelan
Tak lama ada santri putri yang menghampiri ning Fanny dan berkata kalau keluarga pondok pesantren Al qolam sudah datang, Ning Fanny bergegas turun ke bawah mengajak ku dan mba atul untuk ikut menyambut tamu kehormatan. Gus Abizar sudah lebih dulu turun, Dengan rasa bangga dan senang yang tak bisa di jelaskan aku berjalan di belakang Ning Fanny dan mba atul. Aku sudah menuruni anak tangga sampa akhir, dan seketika kaki ini lemas seperti tak bertulang, gemetar, kaget, seperti mimpi, melihat seseorang yang perlahan sudah mulai ku lupakan dari hidupku.
GUS ARBANI?? seketika aku ingat kata terakhir dari beliau,
(saya berharap tak ada takdir yang bisa mempertemukan kita kembali selain jodoh ya, karna saya Ndak mau jatuh lebih dalam lagi, cukup hari ini tidak untuk besok dan besok besok seterusnya) kata Gus Arbani dulu.
Mata beliau mantapku perlahan aku membalas tatapan datar beliau lalu kembali menunduk, beliau tak berubah masih sama seperti beberapa bulan yang lalu, tapi aku tak tau dengan perasaannya.
Sebelum kembali ke dapur, aku bersalaman kepada keluarga pondok pesantren Al qolam, menggarap berkah dari beliau. Lalu aku dan mba fatul kembali ke dapur, melanjutkan tugas.
(Hiraa, kenapa kamu muncul lagi di hadapan saya, tugas saya untuk melupakan kamu itu belum selesai, susah payah saya menghindar , tiba tiba kamu hadir di saat saya lagi berjuang keras buang perasaan ini) batin Arbani yang kaget juga melihat keberadaan Hira di hadapannya.
"Hira kalo mau ke asrama gak papa, ini juga udah selesai" ucap mba atul, memang aku harus pergi ke gedung B untuk membantu anggota yang lainya.
~~~
Sebelum ke gedung B aku mandi lalu sholat asar bersama mba Fika berjamaah di Mushola Putri. Aku bersiap siap bersama Kanaya, pikiranku masih terbayang tentang Gus Arbani.
"Kamu kenapa sih Ra, dari tadi diem aja tumben, " tanya Kanaya tiba tiba.
"Gak papa" jawabku singkat
"Gak yakin aku kalo kamu gak papa, abis berantem sama Wafa? Atau abis di tembak Gus Abizar?" Tebak nya
" Ih ngawur kamu nih, yudah yuk buruan, gak enak sama mba iza udah nungguin"
Dengan mengenakan sarung hitam, baju tunik berwarna maroon yang serasi dengan jilbabnya. Aku dan Kanaya menuju gedung B lewat belakang agar tidak melewati asrama putra. Aku berharap tak ada takdir yang mempertemukan aku dengan Gus Arbani kembali. Karna sejak pertemuan tadi siang, aku merasa kalau aku jatuh cinta dengan beliau. Dan aku tak mau lebih jatuh lagi, sama seperti apa yang dulu beliau ucapkan.
(Astaghfirullah Hira, sadar diri yukkk, kamu gak pantes buat beliau, buang jauh jauh perasaan yang gak pantes ini ya, inget kamu bukan seorang Ning) batinku
Sesampainya di gedung B berberapa dekorasi sudah terpasang dengan indah, kursi dan karpet pun sudah.
" Hira sama Kanaya bantu buat kaligrafi aja ya di lokal 4, alatnya udah disana ada Wafa sama mba Amel juga kok, kita mengejar waktu soalnya" ucap mba iza yang begitu sibuk mengkoordinir semuanya, karna Gus Abizar sebagai ketua jam'iyah putra tidak bisa ikut terjun kelapangan saat ini. Jadi mba iza yang hendel semuanya di bantu kak Idris sebagai wakil Gus abizar. Aku dan Kanaya menuju lokal 4 yang mba iza maksud
"Assalamualaikum" ucapku dan Kanaya
"Waalaikumsalam" jawab mba Amel, mba Firli, dan Wafa yang sedang melukis papan triplek.
"Ada yang perlu di bantu mba?" Tanya ku
"Kalian ber dua tolong lanjutin ya, soalnya mba sama mba Firli mau ke asrama belum mandi sekalian mau piket juga" ucap mba Amel. Santri disini harus bisa membedakan mana yang kewajiban dan mana yang kesibukan. Jika jadwalnya piket ya harus tetep piket walaupun sesibuk apapun kita, karna itu sebagian dari belajar bertanggung jawab. .
"Oke mba" jawabku dan Kanaya serempak.
"Wafa? Ini perlu di lanjutin sama aku atau aku ngerjain yang lain?" Tanya ku kepada Wafa yang masih sibuk dengan kuasnya
"Buat yang lain aja, biar itu saya yang nerusin" jawabnya tanpa menoleh ke arahku
"Buat lukisan islami estetik bisa kan?" Tanya Gus abizar yang tiba tiba masuk bersama dengan Gus Arbani, seketika aku mematung menatap si pembicara.
Gus Arbani masih menatap tajam tanpa segaris senyum sedikit pun, aku lalu menundukan kepala.
" Insya Allah bisa Gus, tapi harus print gambar nya dulu di warnet" jawab Wafa dengan lembut
" Gak usah ke warnet fa, kelamaan pake hp saya aja, nanti kalo udah kasih ke mba iza aja hp nya" ucap Gus abizar sambil memberikan hp nya kepada Wafa.
" Gambarnya udah saya cari, simple aja tapi enak di liat, jangan pake warna warna yang mencolok ya. " Lanjut Gus abizar.
"Siap Gus" jawab Wafa.
(Rasa apa lagi ini?? )Batinku.
Ku pikir setelah memberikan handphone beliau berdua meninggalkan kami di ruangan ini, nyatanya tidak, Malahan beliau memantau kerja kami agak lama, tapi tanpa mengajak bicara aku dan Kanaya, hanya Gus Arbani, dan Wafa yang di ajak bicara
" Hira kayanya lebih bagus kalau daunnya di buat seperti daun yang gugur aja ,supaya lebih estetik" ucap gus Arbani yang membuat Gus abizar dan yang lainya bingung, karna tak ada yang  mengetahui bahwa aku alumni di sekolah pondok pesantren yang di pimpin oleh orang tuanya Gus Arbani.
"Loh sampean kenal to Gus?" Tanya Gus abizar kaget
" Alumni yayasan Al qolam juga" balas Gus Arbani singkat. Hatiku semakin tak karuan, detak jantung yang tak beraturan membuat ku sulit untuk konsentrasi melukis, beruntung Gus Arbani dan Gus abizar meningkatkan kami. Jadi aku bisa lebih fokus untuk melanjutkan lukisannya.

Book Comment (84)

  • avatar
    FitriyahSyifaul

    masyaallah ❤️

    19d

      0
  • avatar
    Zainap Putry

    bagus

    11/07

      0
  • avatar
    Ridho yasinMuhammad

    enak ya membacaya

    10/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters