logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 2 Menjadi Pelindungku

Masakazu Kyo, itulah namanya. Siswa yang kuperkirakan berusia 18 tahun sepertiku karena dia pun duduk di bangku kelas 3 sama sepertiku. Hanya saja kami tidak satu kelas karena di sekolah ini, wanita dan pria ditempatkan di kelas yang berbeda. Menurutku hal ini dilakukan untuk menjaga konsentrasi siswa dalam belajar. Kyo juga murid pindahan, dia menuntut ilmu di sekolah ini mulai dari awal semester ini.
Kyo sangat populer bahkan kepopulerannya mengalahkan siswa yang dulu menyandang gelar most wanted sebelum kedatangan Kyo. Bukan sebuah rahasia lagi bahwa hampir semua siswi di sekolah ini mengidolakannya. Bukan berarti aku pun mengidolakannya karena aku bahkan belum pernah sekalipun berbicara dengannya. Sering aku menatapnya dari kejauhan tapi aku sama sekali tak memiliki keberanian untuk mendekatinya. Meskipun sangat populer tapi Kyo merupakan siswa yang nakal, menurutku. Aku mengatakan ini karena melihat penampilannya yang urakan membuktikan bahwa dia bukanlah siswa yang baik. Hanya dengan melihat penampilannya, jelas dia telah melanggar begitu banyak peraturan di sekolah ini. Rambutnya yang panjang untuk ukuran rambut seorang pelajar serta rambutnya yang sengaja dicat merah itu membuatku semakin yakin akan penilaianku padanya memang tepat. Hanya saja hingga saat ini aku sama sekali tidak mengerti kenapa dia masih tetap dipertahankan di sekolah ini.
“Aku bertanya, apa yang sedang kalian lakukan?” tanyanya yang membuat Akemi dan kedua temannya semakin panik. Tentu saja mereka panik dan gugup saat ini, karena perbuatan mereka yang begitu kejam padaku kini tertangkap basah oleh pria yang begitu mereka puja.
“T-Tidak, kami hanya sedang menegur anak ini,” jawab Akemi sambil menunjuk ke arahku. “Apa kami mengganggumu?” gumam Akemi dengan suara bergetar. Terlihat jelas dari raut wajahnya, dia begitu ketakutan.
“Sangat mengganggu. Bisakah kalian pergi dari sini?” Dengan wajah datarnya, Kyo mengatakan itu. Detik itu juga Akemi, Eri dan Mimi saling berpandangan, sebelum mereka mengangguk bersamaan dan bergegas pergi meninggalkanku berdua saja dengan Kyo.
Aku menundukan wajah untuk menatap keadaanku yang sangat berantakan. Seragamku yang robek di beberapa bagian sehingga bahu telanjangku kini terekspos jelas. Rambut panjangku yang basah kuyup dan kotor karena makanan yang ditumpahkan Akemi. Bahkan makanan itu pun ikut mengotori kening dan wajahku. Jangan lupakan wajahku yang banjir oleh air mata. Aku juga yakin kedua mataku pasti sembab dan memerah sekarang. Aku menyilangkan kedua tangan, untuk menutupi bagian atas tubuhku agar tak terlihat olehnya. Aku merasa malu berada dalam situasi seperti ini di depan pria yang paling populer ini.
Karena suaranya tak kunjung terdengar padahal dia sedang berdiri di hadapanku, aku pun mencoba memberanikan diri untuk menatap ke arah Kyo. Perasaan malu seketika berubah menjadi panik ketika kusadari Kyo tengah menatapku.
“Mereka kejam sekali. Itulah mengapa aku tidak ingin mengusik wanita. Mereka sangat mengerikan,” ucap Kyo tiba-tiba sambil mengulurkan sebuah saputangan padaku.
Aku sempat enggan menerimanya, namun mengingat betapa buruknya keadaanku saat ini membuatku akhirnya menerima saputangan itu. Kusingkirkan makanan yang masih berada di atas kepala dan kuhapus noda pada wajah juga seragamku. Sobekan pada seragamku cukup besar setelah kuamati lebih teliti, rasanya tak mungkin aku sanggup mengikuti pelajaran dengan kondisi seperti ini.
“Pakai ini.”
Aku mengalihkan pandangan dan kini aku menatap Kyo yang masih berdiri di depanku sembari mengulurkan jaketnya. Jaket hitam yang sejak tadi dia kenakan kini sudah berada di tangannya, aku bahkan tidak menyadari kapan dia melepas jaket itu. Kali ini aku benar-benar enggan untuk menerimanya sehingga aku hanya diam mematung menatap jaket itu.
“Terimalah dan pakai jaketnya,” katanya sambil memaksa tangaku menerima jaket itu. Kini aku tak sanggup lagi menolaknya. Aku mengambil jaket yang masih terulur itu lalu kukenakan untuk menutupi seragamku yang robek dan kotor.
“Ayo ikut aku. Aku akan mengantarmu pulang.”
“Tapi aku masih ada kelas sebentar lagi,” balasku cepat, setelah aku berhasil mengendalikan keterkejutanku mendengar dia yang menawarkan diri untuk mengantarku pulang.
Kyo mendengus, “Jadi kau masih mau mengikuti kelas dengan keadaan seperti itu? Jika aku jadi kau, aku tidak akan melakukan hal bodoh itu.”
Aku hanya bisa terdiam mendengar perkataannya yang kurasa memang benar. Tidak mungkin aku tetap melanjutkan pelajaran dengan penampilan seperti ini.
“Ayo, ikut aku.”
Kyo melangkahkan kakinya tanpa menunggu responku dan aku merasa tidak memiliki pilihan selain berjalan mengikutinya.
Dia membawaku ke parkiran dimana motor sport merahnya terparkir. Setelah menyerahkan helmnya padaku, dia pun menyuruhku untuk menaiki motornya.
“Lalu kau bagaimana? Kau jadi tidak memakai helm.”
Kukatakan itu setelah menerima helm yang dia berikan padaku. Ya, aku merasa telah banyak merepotkannya hari ini.
Kyo tersenyuk tipis, “Tidak apa-apa, kau pakai saja. Cepatlah naik.”
Meskipun keraguan itu masih menggelayuti hati, pada akhirnya aku tak bisa membantah lagi. Setelah kupakai helmnya, aku pun bergegas menaiki motornya.
“Pegangan yang erat ya,” ucapnya, namun kuabaikan. Akan tetapi, laju motornya yang begitu kencang membuatku tanpa sadar melingkarkan kedua tanganku pada pingggangnya dengan erat. Motor sport merah ini pun membawa kami pergi meninggalkan area sekolah.
Aku sempat panik ketika dia menghentikan motornya di suatu tempat. Suatu tempat yang berjarak cukup jauh dari rumahku.
“Tempat apa ini?” tanyaku dengan tanpa mengurangi kepanikan yang kurasakan. Sejujurnya semua pikiran negatif mulai bermunculan di dalam kepalaku saat ini.
“Tunggulah sebentar di sini, aku akan segera kembali.”
Lagi dan lagi tanpa menunggu responku, dia berlari meninggalkanku. Sempat aku berpikir untuk pergi dari sini selagi dia pergi, tapi semua kebaikannya tadi membuatku mengurungkan niat itu. Rasanya aku sungguh tak tahu berterima kasih jika pergi begitu saja tanpa berpamitan padanya.
Tak lama dia pun kembali dengan membawa dua eskrim di tangannya. Dia memberikan satu eskrimnya padaku. Meski aku heran dengan tindakannya ini, aku tak sanggup menolaknya.
“Aku senang membeli eskrim di sini, rasanya enak. Kau cobalah.”
Melihatnya tengah menjilati es krimnya dari jarak sedekat ini, entah mengapa membuat jantungku berdetak melebihi ritmenya. Aku bahkan bisa mendengar suara detakannya dengan jelas. Aku sempat khawatir dia dapat mendengarnya juga. Sejak dulu aku mengakui ketampanan Kyo, tapi aku tak mengira melihatnya sedekat ini membuatku semakin terpesona pada ketampanannya. Aku pun mulai mengerti alasan siswi-siswi di sekolahku mengidolakannya.
“Tadi itu kenapa mereka membully-mu?”
Suaranya yang berat dan tiba-tiba itu membuat jantungku nyaris melompat keluar dari rongga dada, mungkin karena aku terlalu banyak melamun juga tadi.
Setelah sebisa mungkin mencoba mengendalikan detak jantungku yang tak seperti biasanya ini, aku pun menjawab pertanyaannya, “Aku juga tidak tahu,” jawabku singkat.
“Ini aneh, aku yakin mereka memiliki alasan melakukan kekejaman itu padamu.”
Suasana kembali hening di antara kami karena aku tak lagi memberikan jawaban. Dia masih melanjutkan kegiatannya melahap es krimnya, begitu pun denganku. Setelah memakan es krim yang terasa begitu enak ini, perasaanku mulai tenang. Detak jantungku perlahan kembali berdetak dengan semestinya. Mengingat semua kebaikan Kyo padaku hari ini, membuatku merasa sangat buruk jika aku tak menjawab pertanyaannya tadi.
“Mereka tidak menyukaiku karena aku bukan anak orang kaya seperti mereka. Aku bisa menuntut ilmu di Hokkaido International High School karena beasiswa yang kuterima. Sepertinya mereka tidak bisa menerima keberadaanku yang tidak sederajat dengan mereka, karena itu mereka membully-ku agar aku keluar dari sekolah.”
Kyo berdecak seraya menoleh ke arahku, “Haah? Alasan yang aneh. Menurutku orang sepertimulah yang berhak menuntut ilmu di sana. Siswa yang pintar dan berprestasi sepertimu, bukan siswa yang menggunakan uang orangtua padahal mereka sama sekali tidak memiliki kemampuan. Itulah sebabnya aku tidak menyukai sekolah itu.”
Perkataanya itu sungguh membuatku terkesiap. Aku tak pernah menyangka Kyo tidak menyukai sekolah kami, sekolah elit yang diidamkan semua pelajar. Atau mungkin aku salah dengar, perkataannya terdengar aneh bagiku.
“Apa mereka sering melakukan itu padamu? Menyiksamu seperti tadi?”
Pertanyaannya ini membuatku teringat akan beberapa kenangan buruk yang menimpaku di masa lalu. Kejadian seperti hari ini memang bukan yang pertama bagiku. Akemi dan teman-temannya sudah sering melakukan itu. Aku tidak ingin membicarakan keburukan teman-teman sekelasku di hadapan Kyo, tapi aku pun tidak ingin membohonginya.
“Tidak sering tapi pernah beberapa kali,” Jawabku. Aku tak ingin membohonginya.
“Itu namanya sering, nona. Hahaha ...”
Jantungku yang sempat berhasil aku kendalikan, kini kembali berpacu dengan cepat, menatap dia yang tengah menertawakan perkataanku.
“Apa kau selalu diam seperti tadi ketika mereka menyakitimu?”
Kini aku menjawabnya hanya dengan sebuah anggukan.
“Seharusnya kau melawan. Pantas saja mereka senang membully-mu. Apa kau pernah melaporkan mereka pada pihak guru?”
Menyaksikan aku menggelengkan kepala, dia pun tampaknya memahami semua peristiwa yang menimpaku di sekolah. Dia mengembuskan napas pelan sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Kau ini. Seharusnya kau jangan diam seperti itu. Jangan biarkan mereka menindasmu.”
“Aku tidak ingin memperburuk keadaan. Lagi pula, aku yakin suatu hari nanti mereka akan bosan menggangguku.”
“Haah ... pemikiran yang bodoh. Kau ini terlalu polos,” ungkapnya. Aku terdiam.

Keheningan kembali di antara kami, tak ada lagi yang ingin aku katakan padanya. Sepertinya dia pun tidak memiliki keinginan untuk melanjutkan perbincangan kami.
“Oh, iya. Siapa namamu?” tanyanya, memecah keheningan yang sebenarnya membuatku tidak nyaman.
“Sakuragi Hanna,” jawabku singkat.
Kyo tersenyum tipis, “Hanna ya, nama yang bagus.” Kyo tiba-tiba menatap wajahku lekat yang sangat buruk untuk jantungku yang lagi-lagi berdetak tanpa mampu kukontrol.
“Karena aku tidak suka melihat orang yang ditindas. Baiklah Hanna, mulai hari ini aku akan menjadi pelindungmu. Jangan ragu untuk meminta bantuanku jika ada yang menganggumu lagi,” ucapnya sambil tersenyum lebar.
Aku tak mengatakan apa pun karena lidahku terasa kelu sekarang. Ada apa dengan pendengaranku? Katakan aku tidak salah mendengar barusan? Benarkah Kyo mengatakan hal yang bagai mimpi ini?

Book Comment (14)

  • avatar
    cutieenana

    sumpah ini novel keren banget , btw aku org malaysia , aku sangat menyukai novel kamu <333 !! alur ceritanya sangat bagus bahkan bisa bikin aku nangis terisak-isak ... sukses selalu kak , jangan stop menulis novel , aku akan sentiasa mendukungmuu <333 i will look forward to your next novel ! hehe much love from malaysia 💓

    10/07/2023

      0
  • avatar
    SaniyahSalwa

    ceritanya bagus bangett

    08/04/2023

      0
  • avatar
    TASYA ANASTASYA

    mmtp bgt

    01/12/2022

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters