logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

4. Titik Terang.

Arjuna menyesap gelas vodka itu hingga tandas. Pikirannya kembali melayang pada kejadian tadi pagi. Saat ia mengunjungi apartemen mamanya untuk mencari tahu keberadaan adiknya, tapi hasilnya lagi-lagi nihil.
Arjuna sudah terlanjur mentransfer sejumlah uang yang cukup besar pada mamanya, namun sampai sekarang perempuan itu belum mengirimkan berkas yang ia janjikan.
Pikirannya saat ini benar-benar kacau. Bukan uang yang ia permasalahkan, tapi ia memikirkan nasib adiknya yang tidak pernah ia ketahui keberadaanya. Ia bahkan tidak tahu jenis kelamin adiknya itu. Malang sekali nasibnya. 
Sejak mamanya menikah dengan lelaki itu, Arjuna tidak mau lagi berurusan dengan mamanya. Arjuna bahkan tidak mau tahu siapa ayah tirinya, latar belakang ayah tirinya, keadaan mamanya setelah menikah. Arjuna benar-benar tidak mau tahu. Tapi semakin lama hati kecilnya terbuka, ia merasa perlu mencari adik tirinya yang juga kabarnya ditelantarkan juga oleh mamanya.
Sungguh biadab. Ia tidak mau adiknya bernasib sama sepertinya dulu. Tidak. Jangan lagi. 
Ditambah fakta yang ia tahu, adiknya memiliki kekurangan fisik membuat hatinya semakin gelisah.
Lelaki itu mengusap wajahnya gusar. Menyapu pandangan pada lautan manusia yang sibuk berjoget ria. Tiba-tiba tatapan matanya terkunci pada perempuan cantik yang tengah berusaha melewati lautan manusia tersebut. Beberapa kali gadis itu terdorong, tapi ia tetap berusaha melewati gerombolan manusia liar itu.
Musik semakin memekakan telinga. Arjuna masih fokus menatap Julia. Ia bertanya-tanya apa yang dilakukan Julia di dalam bar? 
"Hati-hati Bung. Matamu bisa copot kalau kau melihatnya seperti itu." Tiba-tiba seorang lelaki berbadan kekar yang duduk di sebelah Arjuna. "Bung?" Panggil lelaki itu sekali lagi, namun tetap tidak dapat respon dari Arjuna yang masih terpaku. Seseorang yang merasa diabaikan itu memukul pundak Arjuna pelan. 
Plaaakk.
"Hei!" Arjuna mengumpat marah menatap tajam manik mata Jonatan pemilik bar yang entah sejak kapan sudah berada di sebelahnya.
"Aku bicara padamu dari tadi, sebenarnya siapa yang kau lihat?" tanya lelaki berbadan kekar itu diselingi tawa lebarnya.
"Dia …."
Jonatan mengikuti arah pandangan Arjuna. Matanya ikut terkunci pada satu titik yang menjadi objek Arjuna dari tadi.
"Dia memang sering berkunjung," ujar Jonatan pendek.
Arjuna menatap Jonatan sebentar, lalu kembali mencari keberadaan Julia. Di sana perempuan itu tengah digoda oleh beberapa lelaki hidung belang. Julia hanya melempar senyuman canggung campur risih menanggapi lelaki yang menggodanya.
"Cih, perempuan murahan."
"Hei … hei, jaga mulutmu. Dia gadis baik-baik, lagipula dia ke sini pasti cuma ingin menemui pemabuk itu," jelas Jonatan menyesap vodkanya.
"Pemabuk?"
Jonatan mengangguk singkat.
"Ayahnya," ujar pria itu lagi. Ia meletakkan gelasnya lalu menatap Arjuna yang masih mengamati Julia dengan serius. "Kau menginginkannya? Aku bisa mengurusnya untukmu, tapi aku menginginkan bayaran mahal.” Jonatan menawar. 
"Cih, kau berkata seolah dia adalah milikmu. Dia tidak mudah ditaklukkan."
"Ow, dia memang bukan milikku Bung. Tapi kebetulan ibunya berhutang banyak padaku karena selalu kalah judi, dan sialnya dia tidak segera melunasi hutangnya.” Lelaki pemilik bar itu curhat meratapi nasib uangnya yang tidak segera dibayar lunas.
"Aku akan membayarmu lebih jika dia datang sendiri padaku.” Arjuna menantang dengan senyuman iblisnya.
"Mudah saja. Besok malam keinginanmu akan terkabul, dan kau harus membayar mahal untuk ini."
Arjuna tersenyum remeh. Mendapatkan Julia yang keras kepala tidaklah mudah. Harga diri perempuan itu terlalu tinggi untuk ditaklukkan.
"Tapi kasihan juga dia, memiliki seorang ayah yang pemabuk dan ibu yang tukang judi. Aaaah, hidupnya memang tidak adil." Jonatan menggeleng-geleng menatap Julia yang semakin hilang dari pandangannya. Dan Arjuna sama sekali tidak peduli dengan latar belakang gadis itu. Rasa simpatinya telah musnah semenjak kejadian “tamparan” di kantor beberapa minggu lalu.
"Besok, aku tunggu janjimu," gumam Arjuna pendek.
Jonatan menatap Arjuna penuh tertarik. Lalu mereka saling berjabat tangan.
"Deal!"
Arjuna menatap Julia yang baru saja menghilang dengan senyuman iblisnya. 
***
Ruangan dingin yang dipenuhi dengan berbagai berkas penting menjadi rutinitas tempat di mana ia bekerja. Arjuna menatap layar komputer dalam mode off sehingga memantulkan bayangan gedung-gedung besar di belakangnya. Kadang kala pikirannya kosong, memikirkan sesuatu yang entah itu apa. Sesekali ia juga memainkan cincin perak lambang pertunangannya dengan salah satu anak dari koleganya. 
Arjuna tersenyum penuh arti ketika seseorang yang ditunggunya sejak tadi datang dengan membawa map berwarna coklat di tangannya. Dia Ruben, sahabat Arjuna yang kebetulan kerja di perusahaannya. 
"Bagaimana?" Arjuna bertanya tidak sabaran. 
"Semuanya ada di sini." Ruben menyerahkan map cokelat tersebut kepada Arjuna. 
Arjuna terlihat membuka map tersebut dengan tak sabar. Dengan cepat matanya menelusuri setiap baris informasi penting yang tertera di sana. Informasi yang menunjukkan identitas adiknya. Tahun-tahun sebelumnya, Arjuna sama sekali tidak tertarik untuk mencari informasi ini. Namun entah bagaimana caranya setahun belakangan ini hatinya mulai tergerak untuk mencari jejak adiknya yang belum pernah dikenalnya. 
Arjuna merasakan seperti ada benang tak kasat mata yang membuat hatinya tergerak untuk segera mengetahui keberadaan adiknya. Berbulan-bulan ia mencari tahu, namun hasilnya selalu nihil. Semuanya butuh proses. Memiliki kuasa, kedudukan, jabatan tinggi tidak menjamin semuanya akan mudah. Bertanya pada mamanya secara langsung pun tidak pernah mendapatkan jawaban memuaskan. Lauren seolah-olah memang sengaja ingin menutupi keberadaannya, ataupun Lauren memang sengaja menggunakan adiknya untuk memeras dirinya. Sial. 
"Adikmu berjenis kelamin laki-laki, berkulit putih bersih. Kira-kira sekarang dia berusia 15 tahun. Dan sebenarnya selama ini dia dirawat kakak tirinya. Tante Lauren berbohong kalau dia berada di panti asuhan." Ruben menjelaskan secara singkat. Arjuna mengangguk mantap. 
"Siapa kakak tirinya?" 
"Aku belum tau pasti namanya. Tapi dia perempuan yang berusia sekitar 23-24 tahun, dan ... hanya itu ciri-ciri yang berhasil aku dapatkan." 
Arjuna kembali meneliti berkas tersebut. Ia berharap ada titik terang yang membuat hatinya lega. Namun tidak ada. Arjuna kecewa. Berbagai pertanyaan masih mengambang di kepalanya. Informasi yang didapatkan sekarang masih buram. Ia masih membutuhkan banyak informasi lagi. 
Arjuna melirik Ruben yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu. 
"Bagaimana? Kerja kerasku dalam menyelidiki kasusmu bagus bukan?" Ruben terlihat nyengir membanggakan diri. Padahal bukan dia yang mencari keberadaan seseorang yang dimaksud Arjuna. Arjuna tahu, dalam melaksanakan tugas darinya, Ruben juga menyuruh orang lain. Jadi, bisa dikatakan Ruben hanya perantara, yang berarti Ruben hanya perlu memberikan informasi yang sudah ia dapat dari pihak lain. 
Arjuna menggeleng tanda ia tidak puas. Belum. "Lain kali bawa informasi yang lengkap. Jangan setengah-setengah. Masalah yang membuatku penasaran seperti ini malah membuatku insomnia. Aku bisa mati penasaran. Kalau perlu suruh mata-matamu untuk memfoto target. Biar lebih jelas dan akurat!" perintah Arjuna tegas. 
"Cuma tinggal sedikit lagi Arjuna. Sedikit lagi semuanya akan menemui titik terang. Percayalah padaku. Beri aku waktu setidaknya tiga hari, dan aku jamin kau akan puas dengan kinerjaku." 
"Baiklah. Kuserahkan semuanya padamu. Kuharap kau tidak akan mengecewakanku!"
Ruben mengangguk mantap dan langsung pergi meninggalkannya ruangan Arjuna. 
Bersambung. 

Book Comment (68)

  • avatar
    PaculbaJames

    maganda

    23/08

      0
  • avatar
    Cpg Inol

    bagus

    22/07

      0
  • avatar
    letelaymarlina

    maniso

    21/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters