logo
logo-text

Download this book within the app

Part 5

Malam ini Queenza cukup terkejut mendengar suara gaduh dari luar, dia ingin ke luar kamar namun Danu mencegahnya, sehingga dia hanya bisa berada di depan pintu kamar saja.
Terlihat adik kedua Danu, yang bernama Dandy baru pulang ke rumah. Sudah sejak dua hari lalu Queenza tidak melihat adik iparnya itu. Terakhir bertemu saat resepsi dan dia terlihat sedikit murung juga pendiam.
“Minta minta duit terus! Sekolah kamu yang benar sudah kelas tiga!” teriak ayah Danu diiringi dengan bogem mentahnya. Queenza gemetar ketakutan, dia pun memutuskan langsung masuk dan berbaring di ranjang.
“Yah! Ingat itu anak kita!” ujar ibu Danu.
“Kamu terlalu manjain dia, jadi seperti ini nih! Lihat mau jadi apa dia? Sekolah bolos terus! Jarang pulang! Setiap pulang minta duit terus!”
Queenza tidak mendengar lagi percakapan selanjutnya karena dia menutup telinga dengan bantal, dia sangat takut. Di keluarganya, semua dilakukan dengan diskusi terbuka. Tak pernah ada teriakan apalagi kekerasan fisik. Bukan berarti keluarganya merupakan keluarga yang lemah, karena Queenza tahu bahwa ayahnya pernah berlatih karate begitu pula dengan Raja, kakaknya. Namun mereka selalu mengutamakan diskusi jika ada permasalahan. Bukan seperti ini.
Queenza tertidur karena terlalu takut, malam ini dia merasa beruntung karena Danu bahkan tidak mengajaknya berhubungan yang selalu membuatnya merintih kesakitan. Di pagi hari ini, dia bangun cukup pagi, baru saja ke luar kamar dia sudah disuruh ibu mertuanya menyapu, lanjut mengepel sementara ibu mertua memasak untuk sarapan. Danu pun sudah bersiap kerja karena cutinya telah habis.
Queenza melihat Dandy, di sudut bibirnya ada bekas membiru, sepertinya bogeman mentah ayahnya semalam bersarang di sana. Dandy memakai seragam sekolah menengah atas, sejak berpacaran dengan Danu memang Queenza tidak terlalu mengenal Reno dan Dandy. Mereka terlalu tertutup atau tidak ingin terlalu akrab sepertinya.
Setelah menyapu bagian teras, Queenza baru menyadari bahwa tanah basah, mungkin semalam hujan, dia tidak tahu karena tertidur dengan telinga yang tertutup bantal. Danu pun tidak mengusiknya sama sekali seolah membiarkan Queenza tertidur pulas.
“Aku berangkat,” ucap Danu mengagetkan Queenza yang sedang melamun menatap tanah yang basah.
“Mas enggak bawa bekal?” tanya Queenza, menarik tangan Danu untuk dikecup. Danu membiarkan punggung tangan kanannya dikecup sang istri.
“Enggak,” jawabnya singkat, lalu dia menarik tangannya dan menuju sepeda motornya yang kabarnya baru saja lunas setelah dicicil selama tiga tahun lebih itu. Sepeda motor matic yang sering dipakai berkendara bersama Queenza ketika mereka berpacaran dulu.
Queenza masih terbengong ketika tiba-tiba Tia menjatuhkan ember berisi air dengan agak keras hingga sebagian airnya tumpah. Queenza menoleh ke arah Tia yang mendelik.
“Kata ibu disuruh ngepel!” ujarnya ketus, lalu dia yang telah berseragam sekolah itu pun pergi. Queenza hanya menarik napas panjang, bahkan ini kali pertama dia memegang kain pel. Sekolah di sekolah swasta bertaraf internasional yang semua pekerjaan diurus oleh pengurus sekolah tentu dia tidak mengenal piket untuk membersihkan kelas, baginya piket itu berhubungan dengan pembagian tugas sekolah, atau peralatan untuk belajar di laboratorium. Sehingga rasanya hampir tidak mungkin para murid mengerjakan pekerjaan rumahan seperti ini, begitu pula dengan Queenza.
Beruntung dia sering melihat asisten rumah tangganya yang mengepel lantai, setidaknya dia tahu cara menggunakan kain pel yang ada gagangnya ini. Queenza meletakkan sapu di sudut dan mengambil pel-lan tersebut.
Selang beberapa menit, Dandy ke luar dengan diiringi ayahnya, sepertinya dia ingin berangkat sekolah diantar sang ayah. Ada satu sepeda motor usang yang telah dimodifikasi punya Dandy, ayahnya memilih dibonceng. Queenza hanya melihat saja. Dia tak mau terlalu peduli karena merasa bukan urusannya.
Dia melihat pintu kamar Dandy dan Reno yang terbuka, karenanya dia pun mengepel kamar itu, kamar yang menurutnya sangat berantakan. Dengan telaten meskipun agak basah, Queenza mengepel rumah, setelahnya, dia merasa sangat beruntung karena sepertinya Danu menyiapkan sarapan nasi dengan telur dadar di kamar. Queenza memilih makan di kamar, sementara ibu Danu pergi ke luar setelah berpesan ke pada Queenza untuk mencuci segera.
Queenza menghabiskan sarapannya dengan cepat sebelum ibu Danu pulang, dia segera mencuci piring bekasnya makan dan menuju belakang rumah untuk mencuci. Pakaian untuk enam orang memang harus dicuci setiap hari, kalau tidak akan semakin bertumpuk. Cucian hari ini hanya satu bak beruntung bagi Queenza, dia merasa geli dengan dirinya sendiri. Sebegitu cepatkan dia beradaptasi di rumah ini? Mengapa dia melihat satu bak cucian kotor justru dia tersenyum senang? Bahkan dia merasa sepertinya hari ini merupakan hari keberuntungannya.
Queenza mengisi air di bak, tanpa menyadari ada seorang wanita cantik yang baru turun dari mobil tidak jauh dari kediamannya.
Wanita yang mengenakan heels itu berkali-kali mengernyitkan kening dan berdecih saat heelsnya tertancap di tanah basah.
“Ish becek banget! Ini pemukiman apa kandang bebek?” misuhnya sebal, dari jarak beberapa meter dia melihat sahabatnya, wanita yang memang dia tuju. Astaga? Mengapa baju Queen sangat rombeng? Pikir wanita itu.
Queenza mendengar suara seseorang yang misuh-misuh membuatnya menoleh, matanya membelalak ketika melihat Amora yang kesulitan berjalan, dia ingin tertawa namun ditahannya, dia hanya menutup mulut dengan tangan.
“Jangan ketawa!” cibir Amora.
“Enggak,” jawab Queenza. Amora berhenti di dekat Queenza dan memperhatikan penampilan sahabatnya yang sangat tidak biasa dia lihat. Piyama berbahan murah yang mungkin akan cepat robek dalam sekali pakai. Rambut yang berminyak juga wajah yang sepertinya hanya dicuci dengan air itu, penampilannya benar-benar kusut.
“Ini Queenza anak bapak Prawiro?” sindir Amora membuat Queenza mengangguk seraya terkekeh.
“Sampai juga, nyasar enggak?” tanya Queenza.
“Nyasar beberapa kali salah masuk gang, tau deh mobil aku baret pasti fiuh!” cebik Amora.
“Mau masuk?” tawar Queenza, Amora melihat ke arah yang ditunjuk Queenza, sebuah pintu belakang yang mungkin tersambung ke dapur dan dia tidak terbiasa dengan tempat seperti itu. Dia pun menggeleng.
“Kamu lagi ngapain di sini?” tanya Amora memperhatikan ke sekeliling.
“Nyuci,” kekeh Queenza membuat mata Amora membelalak.
“Are you kidding?”
“No,” jawabnya.
“Queenza please, belum terlambat untuk melarikan diri. Ayo ambil dompet kamu, kartu identitas kamu. Sudah pergi aja sama aku, kamu gila? Mencuci baju? Astaga itu pekerjaan Mbak! Ayo pulang, mama pasti enggak akan rela melihat anaknya seperti ini!” ujar Amora setengah berteriak, Di jam seperti ini para warga sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing sehingga tidak ramai dan tidak ada yang mendengar ucapan Amora.
Queenza hanya menunduk sedih membuat Amora tak enak hati. Amora memegang tangan Queenza, baru beberapa hari menikah, dia bisa merasakan tangan sahabatnya yang sedikit kasar.
“Are you ok?” tanya Amora.
“Aku ... aku enggak bisa pulang, kamu enggak boleh bilang ini ke mama, atau ... mas Danu bisa menceraikan aku, aku enggak mau bercerai Ra,” ucap Queenza dengan sangat pilu.
“Queen, aku sudah sering bilang kalau ... ah sudahlah! Sudah terjadi, kita beli mesin cuci ya, kamu enggak mungkin cuci pakai tangan kan?” tanya Amora.
“Kemarin aku nyuci pakai tangan, dua bak,” jawab Queenza pilu. Amora berdecih sebal namun matanya tampak sangat iba. “Kartu debit, kredit disita papa, aku enggak bawa apa-apa ke sini,” imbuh Queenza.
“Tunggu sebentar,” ucap Amora. Dikeluarkan ponsel dari tas mahalnya, dia tampak menelepon asistennya meminta dibawakan mesin cuci paling bagus dan mengirim ke rumah ini sekarang juga. Sambil menunggu mesin cuci datang, Queenza teringat ada warung penjual makanan di dekat sana, sehingga dia mengajak Amora ke rumah nenek yang kemarin memberinya pisang goreng. Dia berharap semoga ibu mertuanya tidak cepat pulang.
Gorengan masih terjaja di warung nenek renta itu. Amora terlihat tidak suka dengan hidangan makanan yang terbuka di tempat umum itu, namun Queenza merengek berkata bahwa dia ingin makan pisang goreng, sehingga Amora menurutinya dan ikut duduk di bangku panjang itu.
“Kamu datang,” ucap nenek itu seraya tersenyum.
“Iya Nek, pisang gorengnya masih ada?” tanya Queenza.
“Ada, ini, mau minum? Nenek buatin teh manis hangat ya,” ucap nenek itu. Queenza mengangguk dan meminta dibuatkan dua gelas.
“Sebentar lagi mesin cucinya datang, aku minta asistenku beli di toko yang paling dekat dengan daerah sini,” ujar Amora.
“Kamu ganti mobil?” tanya Queenza, melihat ke arah mobil berwarna merah menyala yang berada tidak jauh dari rumah nenek, pasti itu mobil Amora karena tidak ada mobil lain lagi di sana.
“Iya, yang kemarin ganti model bosan, kata Mas Arkha ini yang terbaru dan cocok sama aku,” ucap Amora. Mengingat Arkha membuatnya teringat sesuatu.
“Kamu tahu enggak sih kalau Arkha suka kamu?” tanya Amora.
“Mas Arkha? Enggak lah dia cuma senang godain aku aja,” kekeh Queenza, nenek sudah menyodorkan dua teh manis hangat. Queenza menyeruputnya dan meminta Amora juga meminumnya, dia mengambil satu potong pisang goreng dan melahapnya. Amora hanya menatap sahabatnya pilu. Queenza benar-benar berubah, lihatlah dia makan dengan lahap, padahal dulu dia hampir paling anti dengan gorengan.
“Dia serius suka kamu tahu, kalau aja kamu sama mas Arkha, hidup kamu enggak akan seperti ini Za,” ucap Amora getir.
“Jangan bahas itu lagi please,” mohon Queenza, Amora hanya terdiam, dia tahu dia tidak seharusnya menghakimi Queenza seperti ini, namun dia sangat sedih melihat sahabatnya.
Tidak berapa lama, mobil bak terbuka yang membawa mesin cuci bukaan depan itu datang. Amora segera meminta pegawai toko membawa mesin itu ke rumah mertua Queenza, setelah membayar gorengan dan teh yang tentu saja dilebihkan karena Amora tidak membawa uang receh. Mereka berdua pun mengikuti driver toko itu.
Memasang mesin cuci dan menjelaskan cara memakainya, mesin cuci dicoba berputar, ada putaran otomatisnya. Queenza mengerti karena mudah menggunakannya. Lalu Amora masih berada di sana ketika Queenza memasukkan baju-baju itu ke dalam mesin. Sementara pegawai toko pergi setelahnya.
Tiba-tiba ibu mertua Queenza datang, membawa banyak plastik yang sepertinya berisi sayuran, matanya melotot melihat mesin cuci yang ada di belakang rumahnya.
“Kamu beli mesin cuci?” sentaknya membuat Amora terkejut.
“I-iya, Bu,” jawab Queenza.
“Dasar mentang-mentang anak orang kaya! Kamu harusnya berhemat, memangnya gaji suami kamu berapa? Belum lagi nanti bayar listriknya? Kamu mau bayar?”
“Saya yang bayar!” ujar Amora kesal, bagaimana bisa dia melihat temannya dihardik di depannya seperti ini?
“Siapa kamu?” tanya ibu Danu sinis.
“Saya sahabatnya, kenapa? Saya juga yang beli mesin cuci ini. Berapa nomor token listriknya biar saya isi sekarang!” ujar Amora tak lagi mengindahkan tata krama meski berbicara dengan orang yang lebih tua. Ibu Danu mengangkat sebelah alisnya, sepertinya ini juga merupakan kesempatannya, dia ke dalam rumah dan memberikan kartu yang berisi nomor token listrik. Amora menatap Queenza yang hanya menunduk malu serta takut.
Amora mengisi token tersebut dengan jumlah fantastis, mungkin cukup untuk enam bulan ke depan. Dia menuliskan angka di kertas yang berisi kode untuk mengisi pulsa listrik itu.
“Jika habis, kabari Queenza suruh saya isi.” Amora menyodorkan kertas dan kartu itu, ibu Danu tak berterima kasih sama sekali, sepertinya dia langsung ke depan untuk mengisi pulsa listrik itu.
“Aku enggak ngerti jalan pikiran kamu Za, kamu bisa hidup nyaman dan enak, tapi kamu memilih tinggal di neraka ini, kamu bukan wanita bodoh seperti yang diucapkan orang-orang Za, tapi kenapa kamu seperti membuktikan bahwa omongan mereka benar? Aku pergi dulu, enggak tega aku melihat kamu seperti ini,” ucap Amora dengan sorot mata terluka.
“Ra,” panggil Queenza ketika Amora sudah melangkahkan kakinya.
“Tolong rahasiakan ini,” ucap Queenza membuat Amora benar-benar tak habis pikir. Bisa-bisanya dia justru meminta merahasiakan hal ini pasti agar dia tidak diceraikan suaminya. Sungguh Amora sangat kecewa terhadap sahabatnya!
***

Book Comment (64)

  • avatar
    Setyawati Setyawati

    Menarik

    25/04

      0
  • avatar
    OlengPace

    good.👌

    01/10

      0
  • avatar
    SunarniEnar

    bagus ceritanya,

    28/09

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters