logo
logo-text

Download this book within the app

Part 3

“Mas apa yang kamu lakukan!” ujar Queenza, dia tiba-tiba terbangun dari tidurnya di tengah malam ini ketika merasakan sebuah tangan mencengkram lehernya, sementara Danu sudah berada di atas tubuhnya tak berbusana. 
“Mas,” panggil Queenza melihat Danu yang seperti kesetanan, “aku susah napas, kita bisa lakukan pelan-pelan kan?” mohon Queenza yang tak diindahkan oleh Danu. 
Danu bahkan tidak mengendurkan cengkramannya di leher Queenza hingga wanita itu tampak kesulitan bernapas, dilucuti baju sang istri dengan cukup kasar. Queenza memegang tangan Danu untuk menghentikannya namun tenaga Danu sangat kuat. 
Queenza hanya bisa menitikkan air mata ketika merasakan hentakan tubuh Danu yang menghujamnya dengan sangat sakit. Danu baru melepaskan tangannya ketika mendapatkan pelepasannya. Baju Queenza sudah tidak berbentuk, sebagian tubuhnya memerah karena Danu terus mengasarinya. Dan dengan santainya Danu kini tertidur setelah melampiaskan hasratnya yang keji. 
Queenza terisak, dia berbaring miring dan mendekap bantal guling, menutup mulut dengan bantalnya, sementara di bagian bawah tubuhnya terasa sangat nyeri. Dia sama sekali tidak bisa menikmati apa yang terjadi baru saja, justru dia merasakan kehinaan yang luar biasa. 
“Mama ... ,” isaknya pelan menyayat hati. 
*** 
Di sebuah rumah besar dengan tiga lantai yang setiap lantainya dilapisi marmer mahal itu, terasa sangat sepi. Hanya denting sendok yang sesekali beradu dengan piring. 
Pria muda berusia awal tiga puluhan dengan kemeja fit body berwarna putih gading, belum memakai dasinya, parasnya sangat tampan, hidungnya mancung dan bibirnya merah karena tak pernah tersentuh rokok, menatap makanan di meja makannya, sesekali melirik ke arah kursi kosong di sampingnya yang sebelumnya dihuni seorang wanita ceria yang merupakan adik tercintanya, adik satu-satunya yang menurutnya ... gagal dijaganya. 
Sementara di seberang mejanya ada seorang wanita dengan lingkaran hitam matanya yang sembab, meski wajahnya masih tampak sangat terawat dan putih bersih, kecantikannya pun mampu menutupi usia yang sebenarnya lebih dari lima puluh tahun itu. 
Di kursi utama ada kepala keluarga yang rambutnya mulai memutih sebagian, dia tidak mau menyemirnya karena merasa memang sudah waktunya beruban. Pria penuh wibawa itu juga makan dalam dia, wajahnya menyorotkan rasa kehilangan namun juga amarah yang menjadi satu. 
“Apa ... apa Queen benar-benar enggak boleh tinggal di sini, Pa?” ucap wanita yang merupakan ibu Queenza itu. 
“Ma, cukup. Sudah dari kemarin mama bahas ini. Queenza sudah tahu sanksi yang harus diterimanya jika melawan papa. Biarlah dia pergi mengikuti suaminya,” ucap ayah Queenza yang berhasil membuat istrinya kembali menangis. 
“Tapi bagaimana dengan makan dia di sana? Apa dia bisa makan enak? Tidurnya? Astaga dari kecil pun mama enggak bisa melihatnya tidur tanpa kasur empuknya, papa ingat kan jika ada acara kemah kita bahkan menyiapkan seluruh perlengkapan tidur untuk semua murid, hanya agar anak kita tidur nyaman di luar rumah.” Ucapan sang ibu berhasil membuat Raja, kakak Queenza mendongak dan menatap bulir bening yang jatuh dari mata sang ibu. 
Sama seperti ibunya, sebenarnya Raja pun tidak rela adiknya ke luar rumah dengan seperti ini, dengan tanpa jaminan apa pun, namun ayahnya sangat keras, dan memang Queenza sudah keterlaluan dalam hal ini. Hanya karena dibutakan cinta, dia rela melawan kedua orang tua dan juga kakak satu-satunya yang menyayanginya sepenuh hati. 
“Dia sudah menikah Ma, bukan tanggung jawab kita lagi, papa berangkat duluan. Raja ingat meeting jam satu di Bandung kamu yang hadiri,” ucap sang ayah tegas seraya berdiri. Ibu Queenza menyusut air mata dan ikut berdiri, dia membantu suaminya memakaikan jas yang dibawakan salah satu asisten mereka, lalu merapikan dasi sang suami. Tak lupa mengecup tangan suaminya sebelum berangkat. Ayah Queenza hanya menghela napas panjang dan meninggalkan ruang makan yang kini terasa sunyi itu. 
Ibu Queenza menghampiri Raja, putra pertamanya dan duduk di sampingnya. 
“Sering-sering lihat adik kamu Mas, kasihan Queen, mama ... mama enggak rela jika dia disakiti,” ucap ibu Queenza yang entah mengapa perasaannya sangat tidak enak sejak kemarin?
“Suaminya mungkin menjaganya ma, mereka kan saling mencintai katanya, mama tenang aja, nanti kalau urusan sudah selesai aku lihat dia,” ucap Raja menenangkan sang ibu yang kini sedikit terobati. 
Setelah makan, Raja langsung berangkat kerja dengan mobil pribadinya, melihat di atas dashboard mobil di mana terdapat fotonya dengan Queenza. 
Masih teringat jelas ketika dia memiliki mobil itu, Queenza langsung mengambil foto mereka berdua dan mencetaknya, lalu menempelkan di tempat itu. Raja mengambil bingkai foto kecil itu dan memasukkan ke dalam dashboard. Dia mengepalkan tangannya keras. Dia kesal sekali ... kesal pada dirinya yang tidak bisa mencegah adiknya ke luar dari rumah dan menikahi pria yang entah mengapa membuatnya merasakan firasat yang sangat buruk? 
*** 
Queenza merasakan tubuhnya yang sakit ketika bangun tidur, dia menutup bajunya yang tersingkap, ada bercak biru, lebam karena perlakukan kasar Danu terhadapnya. 
Tak didapati sang suami di sampingnya, sepertinya matahari sudah meninggi karena ventilasi di kamar itu disusupi cahaya yang terang. 
“Tuan putri masih tidur sudah jam sembilan? Cucian kotor menunggu!” Suara ibu mertua Queenza terdengar sangat nyaring, diikuti dengan terbukanya pintu kamar. Queenza merasakan tubuhnya yang demam. 
“Aku ... sakit, Bu,” ucap Queenza, menarik selimut menutupi tubuhnya. Sang ibu mertua masuk dan memegang kening Queenza yang memang terasa hangat. 
“Alah perasaan kamu doang itu! Cepat bangun, jangan sarapan kalau belum nyuci. Enggak ada yang gratis di rumah ini!” 
“Iya, Bu,” putus Queenza pada akhirnya, dia mencoba bangun meski tubuhnya terasa sangat sakit. Dia membereskan kasurnya yang berantakan dan merapikan bajunya. Dia juga mengikat rambut dan memutuskan mencuci wajah di kamar mandi. Perutnya terasa sangat lapar namun dia ingat bahwa dia harus mencuci sebelum boleh sarapan. Sesaat Queenza ingin mengirim pesan ke kakaknya untuk meminta dibawakan makanan, namun dia tidak mungkin mempermalukan suaminya kan? Dulu saja kalau tidak dilerai, Raja sudah hampir membunuh Danu entah apa sebabnya? 
Queenza menatap tumpukan pakaian kotor yang berada di belakang rumah, beberapa orang lalu lalang dengan kesibukannya. Queenza tersenyum menyapa ramah, namun para ibu itu membuang wajah seolah tak ingin bertatapan dengan Queenza. Queenza memperhatikan tubuhnya, sepertinya tidak ada yang salah dengan dirinya? Mengapa orang terlihat jijik dengannya? 
Queenza tak ambil pusing sekarang, sebaiknya dia mencari mesin cuci, namun sudah berputar di belakang rumah tak diketemui satu pun alat elektronik berukuran kotak yang biasa dia temukan di rumahnya itu. 
“Cari apa?” tanya ibu Mertuanya karena Queenza belum juga memulai mencuci. 
“Mesin cuci, di mana ya Bu?” tanya Queenza membuat ibu mertuanya tertawa dengan bibir miring yang sinis. 
“Pakai sikat! Mana ada mesin cuci di sini,” sentak ibu mertuanya membuat Queenza terkejut. Dia harus mencuci dengan tangan, tapi dia tidak tahu bagaimana caranya? Apalagi ini ditempat umum yang dilalui orang-orang. 
“Enggak bisa?” tanya ibu Danu yang dijawab dengan gelengan kepala oleh Queenza. Ibu Danu mendengus dan mengambil dingklik, mencontohkan cara mencuci ke pada menantunya yang anak orang kaya itu. 
Satu baju dicucinya, Queenza memperhatikan dengan seksama lalu dia mengerjakan setelahnya. Hingga ibu mertuanya bangkit dan menunduk untuk mendekatkan wajah ke arahnya. 
“Ingat jangan pernah mengadukan semua yang terjadi di rumah ini ke orang tua kamu! Atau kamu bisa dipastikan mendapat surat cerai dari Danu!” ancamnya membuat Queenza takut. Tidak dia tidak mau bercerai di usia pernikahannya yang baru beberapa hari. Dia akan bertahan, dia percaya Danu pasti akan kembali mencintainya seperti dulu, sebelum dia menikah dan berbahagia bersamanya selamanya. 
Queenza tidak tahu ternyata pakaian kotor bisa sebau ini. Dia sampai bergidik, terlebih kerah baju itu sangat coklat. Perut Queenza sakit, mual sekali, dia belum mengisi apa-apa dan sudah melakukan pekerjaan berat. 
Sedang mencuci, tiba-tiba lewatlah seorang nenek yang memperhatikannya lekat. 
“Nek,” sapa Queenza karena nenek itu hanya melihat ke arahnya, lalu nenek tersebut menghampiri Queenza, di tangannya terdapat bungkusan daun pisang, dia celingukan melihat sekitar dan menyodorkan bungkusan itu ke Queenza. 
“Makan,” ujarnya dengan suara pelan. 
“Ini apa?” tanya Queenza, mencuci tangan sebelum menerima bungkusan itu. 
“Pisang goreng, nenek jualan enggak habis, masih ada dua potong. Rumah nenek di sana, kamu bisa main kapan-kapan,” tunjuk nenek itu ke arah satu rumah yang berada tidak jauh dari rumah ibu mertua Queenza. 
“Nek, terima kasih ya,” ucap Queenza. 
“Cepat makan, habiskan,” ujarnya. Seperti seorang yang tak pernah mendapatkan makanan, Queenza melahapnya dengan rakus, dua potong pisang goreng itu sudah masuk ke perutnya yang kosong, dia sampai hampir menangis karena rasa enak dan juga karena kini perutnya telah terisi. Nenek itu mengambil bungkusan daun pisangnya, membuat Queenza menatapnya bingung. 
“Biar nenek yang buang, lanjutin pekerjaannya, dan rahasiakan ini ya,” ucapnya. Queenza mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Di pagi menjelang siang ini dia seolah bertemu dengan malaikat yang sangat baik hatinya, malaikat itu pergi dengan langkah pelan yang sedikit gemetar karena usia tuanya. Pantas saja wajahnya terlihat bercahaya rupanya nenek itu memang jelmaan bidadari surga. 
Queenza menyeka air mata dengan lengan bajunya dan kembali mencuci, tangannya terasa sangat pegal karena menyikat, namun dia tidak bisa apa-apa selain terus mengerjakan kerjaan ini. 
“Queen,” panggil seorang pria seolah mencarinya. 
“Aku di belakang, Mas,” ucap Queenza, menghapal suara suaminya. Danu ke belakang dan melihat ke arah bak pakaian kotor yang sebagian sudah dicuci istrinya. 
“Ibu sudah bilang ke kamu kan?” 
“Tentang?” 
“Jangan adukan semua yang ada di sini ke keluarga kamu, jangan sampai aku mengucap talak ke kamu.” 
“Mas, kenapa sih? Aku harus mengalami ini? Kenapa kamu berubah? Ini enggak seperti diri kamu sebelumnya,” tutur Queenza menahan sesak di dadanya. Danu berjongkok di dekatnya, mengusap kepala Queenza dan tersenyum hangat, lalu dia memajukan wajahnya ke arah telinga Queenza. 
“Sebenarnya, inilah aku yang asli,” bisiknya membuat Queenza membelalakkan mata. Tangannya yang memegang sikat terjatuh lemas. Dia tidak percaya bahwa dalam waktu sehari, lelaki lembut yang dicintainya ... mati!
*** 
 

Book Comment (64)

  • avatar
    Setyawati Setyawati

    Menarik

    25/04

      0
  • avatar
    OlengPace

    good.👌

    01/10

      0
  • avatar
    SunarniEnar

    bagus ceritanya,

    28/09

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters