logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 3 Maysha Putri Drashpati

POV Author
Makan siang kali ini terasa berbeda bagi gadis 13 tahun itu, apalagi hadirnya orang asing yang turut serta di meja makan tersebut. Sejak awal melihat kehadiran Hisyam di rumahnya,gadis itu sudah memasang tampang tidak sukanya.
“Siapa sih dia, Ma? Mama pungut dari mana anak sedekil ini” Gadis itu menatap Hisyam dengan tatapan jijik yang kentara.
“Jaga bicara Kamu, Masyha! Mama tidak pernah mengajarkan Kamu berkata kasar begitu” Sentak Ibu Hanna tidak habis pikir dengan tingkah anaknya .
“Tapi Aku tidak suka dia Mama” Jawab Maysha. Ia mengerucutkan bibirnya kesal. Hisyam yang mendengar ejekan dari putri Bosnya itu hanya menunduk. Ia memang sadar diri sejak awal.
“Jangan seperti itu, Nak. Bocah laki-laki ini namanya Hisyam, dia anak yatim piatu, keluarganya tidak tahu kemana.“ Jelasnya sang Mama memberikan pengertian pada anak gadisnya itu
“Pokoknya Aku tidak suka” Sentak Maysha menjatuhkan sendoknya kasar. Ia semakin memandang nyalang Hisyam yang duduk di depannya.
Di pandang sedemikian rupa oleh anak Bos membuat hati Hisyam semakin sesak. Ia pun semakin menunduk sebisa mungkin menyembunyikan wajahnya agar mereka tidak melihat matanya yang berkaca-kaca bahkan nasi yang barusan di sendokan kemulutnya terasa sulit untuk di telan.
Melihat itu Ibu Hanna mendekati Hisyam” Jangan dengarkan perkataan Maysha, Nak. Dia hanya sedang shock, bentar lagi ia akan membaik dan akan menerima Kamu ”. Ibu Hanna berusaha menguatkan Hisyam.
Bocah 14 Tahun itu hanya menganggukkan kepalanya,Ia masih menundukkan wajahnya, pelan-pelan Ia memasukan makanan ke mulutnya.
“Enggak! Aku nggak akan pernah baik sama Kamu, Dasar udik!“ Bentak Maysha kasar.
“Maysha Putri Drashpati cukup!“ Bentak sang Ibu
Ibu Hanna tidak mengerti mengapa anaknya yang penurut berubah menjadi kasar seperti itu.
“Jangan panggil Aku dengan nama itu, Ma” Protes Maysha tidak terima.
“Kamu kenapa sih Maysha? Dia hanya anak sebaya denganmu dan Mama rasa dengan hadirnya dia Kamu bisa ada temannya”
“Aku nggak mau berteman dan punya teman seperti dia” Tunjuknya pada Hisyam.
“May, dengar Mama! Sekalipun Kamu tidak suka, Hisyam tetap akan tinggal di rumah ini” Putus Sang Mama .
“Bela aja terus Ma, bela! Mama nggak ngerti perasaan Maysha. Mama hanya sayang sama anak yang Mama Punggut dari jalanan itu!“ Maysha berteriak marah, Ia berlari menuju kamarnya yang berada dilantai dua dengan air mata yang mengalir di kedua pipinya.
“Jangan di dengar, habiskan makanan Kamu. Ibu akan berbicara sebentar dengan Maysha. Jangan sungkan makan apapun yang Kamu mau”
“Iya, Bu. Terimakasih dan maafkan Saya.“ Hisyam mengangkat wajahnya, dipandangi paras wanita yang begitu baik padanya itu,dalam hati Ia bertekad suatu saat nanti akan membalas semua kebaikan wanita penolongnya ini.
“sstst….jangan pernah berkata seperti itu, tidak ada yang salah semuanya terjadi karena kesalahpahaman. Jadi Ibu harap Kamu jangan merasa bahwa semua ini terjadi karena kesalahan kamu” Sela Ibu Hanna menenangkan Hisyam.
Bocah malang itu memilih menganggukkan kepalanya sebagai jawaban walau dalam hatinya masih merasa bahwa sikap anak bosnya seperti itu karena kehadiran dirinya di rumah ini
Ibu Hanna tersenyum simpul kemudian berlalu dari hadapan bocah yatim piatu tersebut.
Pemilik Restoran tempat Hisyam bekerja itu melangkahkan kakinya menuju anak tangga meninggalkan bocah manis tersebut dengan sejuta pemikiran dalam benaknya.
****
“Mama harap Maysha bisa mengerti” Tutur Ibu Hanna menenangkan sang putri.
“Mengerti seperti apa Ma,? Maysha tidak suka ada orang asing di rumah ini”
“Tapi dia bukan orang lain Maysha! Dia bisa menjadi Kakak buat Kamukan?“
“Maysha tidak sudi punya Kakak seperti dia, Ma! Udiik dan kampungan sekali” Tanpa sadar Maysha meninggikan suaranya.
“Maysha! Mama tidak pernah mengajarkan Kamu untuk menghina orang”
“Dia memang beneran udik,kok.“ Cibirnya pelan.
“Maysha, cukup!“ Ibu Hanna meninggikan nada suaranya. Ibu satu anak itu heran, setahunya sang anak bukanlah tipe penghina,tapi lihatlah sekarang betapa bar-barnya kata yang keluar dari mulut anak semata wayangnya itu.
Mendengar bentakan Sang Ibu, Maysha langsung kicep dan memilih membuang muka.
“Sayang…” Membelai rambut sang putri, Ibu Hanna turut mendudukan bokongnya di sisi tempat tidur. Di usapnya pelan rambut lurus Maysha kemudian merangkul sang putri yang masih enggan menatap wajahnya itu.
“Mama hanya ingin membantunya, kasian anak itu sendirian di usianya yang masih remaja. Seharusnya di usianya Ia masih menikmati masa-masa sekolahnya. Belajar, bermain atau mungkin melakukan banyak hal dengan teman-teman sebayanya. Kenyataanya, lihatlah sekarang anak itu lebih memilih bekerja untuk membiayai kehidupannya karena dia sudah yatim piatu di usianya yang belum genap 10 Tahun. Sedangkan keluarganya?tampaknya mereka tidak peduli dengan anak itu. Entahlah seperti apa kehidupan anak itu selama ini. Mama mengajaknya kesini, sebab setiap Mama melihatnya, Mama selalu teringat Kamu. Mama tidak bisa membayangkan andai kehidupan anak Mama seperti itu, rasanya Mama tidak akan sanggup jika kamu ada di posisi itu. Jadi, Mama harap Maysha mengerti dan mau menerima Hisyam menjadi bagian keluarga kita, Bukankah sebagai manusia Kita harus saling tolong menolong?.“ Tutur Ibu Hanna panjang lebar berharap dengan penjelasannya sang putri akan berubah pikiran.
Disisi lain, mendengar apa yang dikatakan Mamanya, Maysha tampak termenung, sepertinya Ia tengah berpikir .
“Baiklah, terserah Mama. Maysha akan menerima dia tinggal di rumah ini tapi jangan harap Maysha akan bersikap baik padanya” Ternyata gadis 13 Tahun itu masih begitu bebal untuk bersikap baik pada Hisyam walaupun mulutnya berkata menerima.
“Baiklah. Mama selalu berdoa semoga ke depan sikap Kamu akan lebih hangat padanya”
“Ckk, tidak akan!“ tolaknya sambil mengerucukan bibirnya.
Sang Ibu yang gemas langsung saja mencium kepala Putri semata wayangnya itu. Ia menghela napas lega, Akhirnya Maysha bisa menerima kehadiran Hisyam walaupun tidak sepenuhnya. Wanita 36 Tahun itu yakin suatu saat nanti sikap Maysha pada Hisyam akan berubah.
“Ya udah, sekarang anak Mama mau beli apa? Mama akan membelikan apapun yang Maysha mau. Maysha mau sepatu?atau mau gaun yang terpajang di etalase yang kita lihat Minggu lalu ? Atau Maysha mau membeli komputer ?Ayo Mama belikan” ajak Ibu Hanna pada Maysha.
“Mama nggak lagi nyogok Mayshakan? Maysha memicingkan mata pada Mamanya. Tumben sekali Mamanya mengajak dirinya belanja sebelum waktunya. Kebetulan Maysha dan Ibu Hanna sudah sepakat membuat jadwal jalan-jalan setiap bulan dan hari ini bukan jadwal mereka jalan-jalan dan pergi belanja.
Ibu Handa terkekeh” lYa enggak dong, Sayang . Mama memang mau ngajak Kamu jalan-jalan karena Mama lagi free hari ini, sekalian kita ajak Hisyam. Mama mau membeli peralatan sekolah anak itu, Mulai Minggu depan Hisyam akan kembali bersekolah di sekolah yang sama dengan kamu” jelas Ibu Hanna panjang lebar.
“Apa! Mama mau nyekolahin anak udik itu di sekolah yang sama dengan Maysha? Enggak! Maysha nggak mau titik. Mama cari sekolah lain saja untuk dia” tolak Maysha.
“Tapi Sayang—”
“Maysha enggak mau satu sekolah dengannya Ma! Pokoknya Maysha nggak mau” Rengek bocah 13 tahun itu.
Ibu Hanna mengusap wajahnya kasar. Betapa keras hati anaknya ini. Lebih baik dirinya menuruti keinginan Maysha dulu ,anaknya itu baru saja menerima tekanan batin karena permasalahan keluarga mereka dan Ibu Hanna tidak ingin menambah luka di hati Sang Putri.
“Baiklah, nanti Mama akan sekolahkan Hisyam di sekolah lain, sekarang Putri Mama nggak boleh cemberut lagi, Oke? Bujuk Ibu Hanna.
“Oke Mama” balas Maysha dengan tangan membentuk huruf O
“Kalau begitu ayo kita jalan-jalan.“ ajak Ibu Hanna mengelus rambut Maysha.
.“Ayo….ayooo” Maysha melompat gembira. Bocah tiga belas tahun itu segera berlari ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, sedangkan Ibu Hanna yang ditinggalkannya sendirian tetlrtawa kecil dengan tingkah Maysha.
8 Tahun Kemudian.
“Gimana, Syam? Udah nemu siapa dalangnya?“ Tanya Beni penasaran .
Yang ditanya menolehkan wajahnya.“Hmm,belum.Gila sih licin banget nih orang” Jawab Pemuda manis itu memijit pelipisnya. Sudah berhari-hari mereka mendalami kasus ini tapi pelakunya belum terlihat hilalnya.
Beni menepuk bahu pemuda itu pelan.“ Santai bro,Kita istirahat dulu, Kasusnya masih bisa menunggukan?“ Ujarnya menenangkan sang sahabat.
Pemuda itu pun menghempaskan punggungnya di kursi kebesarannya. Pikirannya menerawang,ada rasa rindu menyeruak di dadanya. Sudah beberapa bulan ini Ia terlalu sibuk sampai tidak punya waktu untuk pulang menemui malaikat hatinya.
“Kamu benar, Ben. Kita istirahat dulu. Aku ingin pulang ke rumah. Rasanya sudah lama Aku tidak melihat malaikatku” Ujar sang pemuda.
Tidak berapa lama handphone pemuda itu berdering.
Malaikatku🌺Calling…
Baru saja di sebut orangnya langsung menelpon, dengan binar bahagia pemuda itu mengangkat teleponnya.
“Hallo…
“Kapan pulang” Tanya wanita dari seberang sana dengan tidak sabaran.
“Sebentar lagi”
“Kamu niat nengokin Ibu nggak sih, Syam?“ Suara wanita paruh baya itu terdengar bergetar.
Panik, Pemuda yang tak lain adalah Hisyam itu buru-buru menegakkan badannya mendengar suara bergetar dari wanita penolongnya itu.
“Besok Hisyam akan pulang. Ibu jangan nangis lagi“ Bujuknya.Pemuda itu begitu tidak ingin membuat wanita yang sudah seperti Ibu baginya itu menangis apalagi jika dirinyalah yang menjadi penyebab tangisan itu.
“Ibu tunggu!Jangan di tunda seperti tahun-tahun kemarin.Awas kalo di tunda! Pokoknya Ibu akan marah“ Ancam bu Hanna.
“Siap, Bu”
“Oke Ibu tutup dulu teleponnya”
“Iya, Bu”
Hisyam menyudahi pembicaraannya, Tampaknya hari ini Ia harus buru-buru bersiap.
“Udah di telponin alamat wajib pulang nih” goda Beni.
Hisyam terkekeh.“ Kayaknya Aku balik duluan deh keburu telat ke bandaranya, Kamu nggak apa-apa Aku tinggal sendirian?Tanyanya memastikan.
“Nggaklah, Kamu kira Aku cewek apa” Sewotnya
“Lah, Kok Kamu tau Aku mikirnya gitu?“ Goda Hisyam terkekeh kecil.
“Elah, Kamu belum pernah ngerasain di lempar laptopkan, Syam?Beni mengelus laptop di tangannya sambil memberikan tatapan tajam pada Hisyam.
“Di lempar granat aja Aku santai apalagi cuma laptop gini, kecil mah” godanya lagi.
Mendengar guyonan rekannya ,Beni meremas kertas lalu melemparnya pada Hisyam, dengan gesit pemuda manis itu menghindar .
“Sialan “ makinya sewot.
“Sesial-sialannya Aku, tetap aja Aku ini teman Kamu loh” Hisyam menaik turunkan alisnya semakin menggoda Beni.
Satu remasan kertas berhasil mengenai dada Hisyam sontak saja hal itu membuat tawa pemuda itu pecah apalagi melihat ekspresi kesal sahabatnya
“Kalo gitu gitu Aku balik deh,jangan lupa data yang Aku minta segera di kirimkan ke emailku" Hisyam berbalik hendak meninggalkan ruangan kerjanya
“Iya..iya balik sana, Usir Beni mendorong bahu Hisyam.
Hisyam pun berlalu dengan sisa tawa di bibirnya.
Hisyam mengendarai mobilnya membelah malam di Negara C.Suasana yang sepi membawa ingatannya ke masa lalu. Masa-masa kelam yang sering menjadi mimpi buruknya di malam hari dan hebatnya tidak ada siapapun yang mengetahui keadaanya itu.
Walau sudah hidup berkecukupan di usia yang akan menginjak 23 Tahun ini, beberapa cemoohan masih saja selalu didengarnya apalagi jika Ia berada di Negara I tempat malaikatnya itu berada, Pasti hinaan tidak pernah absen terdengar di telinganya. Bagi Hisyam hal itu sudah menjadi celana tua di telinganya dan dirinya tidak terlalu ambil pusing dengan perkataan mereka.
****

Book Comment (13)

  • avatar
    Nurhaida Gultmz

    bagus

    13/04

      0
  • avatar

    good

    01/03

      0
  • avatar
    YatiRandiyati

    suka dengan ceritanya

    03/07/2023

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters