logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Alexander

Alexander

Lia Ginting


Chapter 1 Bangkrut

Suara bising knalpot motor memasuki gerbang rumah mewah itu, siapa pengendaranya? Tentu saja Alexander Pratama. Anak tunggal kaya raya dari pasangan Rano Pratama dan Nindi Agusto. Dingin, sombong, dan acuh adalah 3 sifat yang paling menonjol pada diri Alexander. Alexander tidak memiliki impian dalam hidupnya karena baginya dia sudah memiliki segalanya yang diinginkan hampir semua manusia.
Alex memasuki rumahnya yang megah itu setelah memarkirkan motor kesayangannya di garasi rumahnya yang sangat luas itu. Mata Alex menangkap kedua orang tuanya yang sedang sibuk berdiskusi di ruang keluarga mereka. Tampak raut wajah lelah dan tertekan di kedua wajah orangtuanya. Masalah bisnis kah? Tanya Alex dalam hatinya. Wajar saja jika Alex menanyakan itu dalam hatinya karena kedua orang tuanya adalah pebisnis hebat yang bisnisnya bergerak di bidang properti. Bisnis orangtuanya tidak hanya ada di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Alex memang sangat beruntung karena dilahirkan di keluarga seperti ini. Bukankah hampir semua manusia ingin lahir di keluarga seperti Alex?
"Ma, Pa" Ucap Alex, membuat pandangan kedua orang tuanya beralih kepadanya. Wajah lelah dan tertekan dari keduanya berubah menjadi senyuman hangat.
"Kamu kok lama banget pulangnya?" Tanya Nindi pada anak semata wayangnya itu.
"Main dulu Ma" Jawab Alex singkat, penasaran dengan apa yang dibicarakan oleh kedua orang tuanya.
"Papa sama Mama udah nungguin kamu dari tadi" Ucap Rano dengan nada datar, tidak heran dengan kebiasaan putranya ini.
"Nungguin Alex? Buat apa?" Alex bingung dengan sikap yang ditunjukkan kedua orang tuanya itu, pasalnya mereka tidak pernah menunggu Alex untuk pulang dan Alex juga baru menyadari bahwa papanya itu sudah pulang, seharusnya pria itu masih ada di kantor kerjanya sekarang. Ini kenapa sih? Pertanyaan itu muncul di pikiran Alex, yang membuat perasaannya menjadi tidak enak.
"Papa mau nyampein sesuatu sama kamu" Ucap Reno dengan nada yang sangat serius.
"Nyamperin apa Pa?" Alex sangat tau bahwa papanya ini adalah pria yang sangat serius namun untuk kali ini keseriusan papanya itu seperti bertambah berkali-kali lipat saja membuat Alex menghembuskan nafasnya kasar. Memasang telinganya baik-baik untuk mendengarkan apa yang ingin disampaikan papanya padanya.
"Kita bangkrut" Reno mengucapkan dua kata itu dengan intonasi yang sangat rendah.
Hanya dua kata, namun dua kata itu membuat hati Alex mencolos. Ini mimpi bukan? Katakan pada Alex bahwa dia sedang bermimpi. "Papa bercanda kan? Gak mungkin keluarga kita bangkrut" Alex tau bahwa papanya itu sangat jarang bercanda, namun untuk saat ini dia benar-banar berharap bahwa papanya itu sedang bercanda, meski sejujurnya dia tidak ingin bercanda sekarang dan juga tidak menyukai candaan yang berkaitan dengan masalah seperti ini.
"Papa kamu gak lagi bercanda, keluarga kita bangkrut" Setelah mengatakan itu Nindi menangis tersedu, tidak menyangka bahwa bisnis yang sudah mereka bangun selama puluhan tahun mengalami kehancuran.
Melihat mamanya yang menangis membuat Alex yakin bahwa kedua orang tuanya ini sedang tidak bercanda. Bagaimana kedepannya? Bagaimana kehidupannya? Pertanyaan yang sebelumnya tidak pernah muncul di kepalanya kini memenuhi kepalanya. "Terus gimana sekarang?" Tanya Alex dengan suara putus asa, seperti ada beban berat di pundaknya sekarang.
"Rumah ini dijual buat nutupin semua gaji karyawan yang harus dibayar kalo gaji mereka gak dibayar, Papa bisa dipenjara. Papa akan cari kerja dan berusaha buat bangun usaha yang baru" Sulit untuk membangun usaha lagi namun Reno tidak punya pilihan lagi, dia harus tetap kuat untuk keluarganya. Sebagai kepala keluarga itu sudah menjadi kewajibannya.
Alex yang dulu menganggap hidup hanya tentang kesenangan dan menghamburkan uang sekarang hanya terdiam membisu.
.....
Alex mengangkat barang-barangnya serta barang kedua orang tuanya ke rumah baru mereka. Rumah yang sangat berbeda jauh dengan rumah mereka sebelumnya. Rumah ini tidak memiliki garasi jadi Alex sepertinya hanya akan memarkirkan motor kesayangannya di teras rumahnya yang kecil itu. Alex dibesarkan dengan kemewahan, tinggal di rumah seperti ini tidak pernah ada di bayangan Alex, sedetikpun tidak.
"Gimana sekolah kamu nak?" Tanya Nindi dengan lembut kepada Alex, meskipun kesedihan belum sepenuhnya hilang dari sorot mata wanita itu.
"Kayak biasa Ma" jawab Alex singkat, Alex suka membolos dan berkelahi di sekolah. Dia dicap buruk oleh semua guru dan dibenci oleh semua Siswa/I baik disekolahnya.
"Belajar yang rajin, bentar lagi kamu kan ujian kelulusan" Nindi menasehati Alex, meskipun dia mengetahui bahwa putranya itu sangat sulit untuk mendengar nasehat apalagi menjalankan nasehat yang diberikan.
"Iya Ma" Ucap Alex singkat kemudian melanjutkan pekerjaannya mengangkat barang-barang mereka, meninggalkan mamanya yang sedang sibuk memasukkan pakaian ke lemari.
.....
Alex sedang berada di kamar tidurnya, menatap lekat langit-langit kamarnya. Mencoba mengusir semua pikiran negatif yang hinggap di kepalanya, meskipun sudah mencoba berkali-kali untuk mengusir pikiran-pikiran itu ternyata hasilnya nihil. Pikiran-pikiran itu masih saja ada disana, mencoba untuk menggerogoti kesadaran serta kewarasannya.
Mata Alex menatap buku-buku yang ada diatas meja belajarnya, dia bangkit dari tempat tidurnya kemudian berjalan menuju buku-buku itu. Alex membuka halaman demi halaman yang ada pada buku itu. Itu adalah buku sekolah Alex, sebelumnya Alex tidak pernah terlalu peduli mengenai sekolah dan pendidikan namun sekarang sepertinya dia harus benar-benar belajar.
Fokus Alex pada buku-buku itu teralihkan saat pintu kamarnya diketuk, mamanya masuk dengan senyuman hangat yang biasa wanita itu tampilkan.
"Kamu lagi belajar ya, Mama pasti udah ganggu kamu" Nindi tidak dapat menyembunyikan rasa bahagianya saat melihat Alex belajar, itu terlihat jelas dari sorot matanya.
"Nggak kok Ma, lagian Alex udah selesai belajar" Alex merapikan buku-bukunya yang berantakan di atas meja.
"Makan malam udah Mama siapin, makan dulu yuk" Alex mengangguk kemudian segera mengikuti mamanya berjalan ke arah dapur.
Alex tersenyum pada papanya yang sebelumnya sudah duduk di salah satu kursi yang ada di meja makan mereka yang sederhana, kemudian Alex menarik kursi yang ada di sebelah papanya dan duduk disana.
Bertiga mereka menikmati makanan sederhana itu, meskipun hidangan makanan ini jauh berbeda dengan yang dulu sering Alex nikmati namun dia bersyukur rasa masakan yang dia makan tidak pernah berbeda. Masakan mamanya memang selalu enak.

Book Comment (130)

  • avatar
    RhagibIskandar

    keren ceritanya

    2d

      0
  • avatar
    PebraRonal

    4.000.000

    5d

      0
  • avatar
    Yunitafr

    500

    18d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters