logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 6 Bertemu Reno

Tulisan Uno hampir tidak terbaca. Sena pikir jika Uno mungkin seharusnya menjadi dokter saja. Setelah berjuang selama dua hari, Sena akhirnya mampu menyalin semua catatan Uno.
Reno: Aku lihat kamu kemarin di kampus?
Sena tercenung sebentar mengingat-ingat di mana kira-kira Reno melihatnya. Yang ia ingat Reno mengambil jurusan bisnis di kampus.
Sena: Di mana?
Reno: Parkiran.
Walau baru seminggu kuliah, Sena tahu jika gedung Jurusan Bisnis dan Biologi cukup berjarak sehingga parkiran mereka tidak mungkin menyatu. Apa mungkin saat Reno melihatnya, parkiran di depan gedung Fakultas Bisnis sedang penuh.
Sena mengelengkan kepala, menghapus pikiran buruk yang mulai singah.
Sena: Aku sedikit kesulitan dalam memulai, telat 13 bulan penuh.
Sena menambahkan emotikon tertawa di akhir pesannya. Ia menunggu dengan tidak sabar balasan pesan dari pemuda itu.
Sena: Kamu sibuk, ya?
Sena kembali mengirimkan pesan kepada Reno karena tak kunjung mendapat balasan. Ia sedikit kesal sebab akhirnya malah uring-uringan sendiri menunggu dan Reno seolah tidak peduli.
Balasan Reno di dapatkan Sena saat pagi datang.
Reno: Maaf, ya, semalam aku antar Mami pergi ke Dokter dan ponsel ketinggalan. Aku baru cek tadi pagi.
Sena: Mamimu sakit?
Reno: Cuma cek up biasa. Mami punya darah tinggi. Hari ini kuliah, kan?
Sena mengigit bibirnya sedikit. Ia bertanya-tanya kenapa Reno ingin tahu jadwalnya. Apa mungkin pemuda itu ingin bertemu. Jika benar, maka Sena sangat bahagia.
Sena: Mau bertemu?
Sena dengan segera mengajak, tidak ada rasa malu saat ia menulis dan mengirim pesan tersebut. Pesan yang segera dibalas oleh Reno.
Reno: Boleh, di parkiran kamu aja ya. Sekalian aku juga mau ketemu teman.
Sena mencium ponselnya karena senang. Ia membawa serta benda pipuh tersebut jatuh bersama tubuhnya ke atas ranjang. Seprai warna merah jambu dan biru laut itu kusut karena gadis manis berkulit bersih tersebut menahan diri untuk tidak berteriak kegirangan dan dan segabai gantinya hanya menendang-nendang ke udara.
Segera ia berlari ke arah ruangan tempat pakaian disimpan. Ia harus memutuskan style jenis apa yang akan diperlihatkan pada Reno. Ia ingin pemuda itu terkesan. Tak satu pun pakaian yang tergantung sesuai dengan keinginan hatinya. Ia merasa selama ini berpakaian tidak sesuai selera.
Ia bergegas keluar kamar, memanggil Rayna yang memang menginap karena sudah terlalu malam untuk pulang ke rumah sendiri.
“Ada apa Mbak Sena?” tanya Rayna.
Mata gadis yang lebih tua beberapa tahun dari Sen aitu memerah. Sepertinya tadi ia sudah tidur sekejap dan dikejutkan teriakan Sena.
“Bantu sebentar, Mbak. Aku bingung nih,” ujarnya. Kali ini suara Sena dipelankan. Ia tak mau Mama muncul dengan mata melotot dan memberikan perintah mutlak yang tak bisa siapapun bantah.
Rayna mengernyit. Ia berusaha tersenyum simpul dan mengikuti majikannya itu dari belakang. Ia sedikit heran saat melihat lemari pakaian yang kini menjadi sangat berantakan. Ia memandang Sena meminta penjelasan.
“Itu tadi nyari baju ….” Sena mengaruk kepalanya yang sama sekali tak gatal. “Bantuin pilih baju yang simple tapi manis dong, Mbak,” pinta Sena lekas. Takut jika Rayna akan mengajukan pertanyaan lagi.
Rayna menghela napas berat. Beberapa kali ia mengerjapkan matanya supaya lekas terbuka dan kantuk hilang. Ada rasa perih di netra yang dirasakan kini. Ia lalu mendekati sisi lemari yang lain, membelakangi Sena dan memperhatikan dengan saksama. Semua pakaian di dalam sana terlihat bagus, elegan, dan manis. Sena bisa saja memilih salah satu dan semua orang akan kagum melihatnya nanti.
“Mau dipakai ke mana Mbak Sena?” tanya Rayna.
Keheningan hanya membuat kantuk Rayna datang kembali. Ia menunggu selama beberapa detik sebelum mendengar jawaban dari Sena.
“Buat ke kampus, Mbak.”
Alis Rayna terangkat. Kemarin Sena hanya memakai jelanan jin belel dan kaus oblong, tak lupa topi dan jaket untuk penyamaran. Hari ini mendadak menjadi sangat ribet untuk menentukan sehelai baju.
“Mau ketemu orang nanti.”
Kali ini kening Rayna yang berkerut. Ia berbalik dan menatap punggung Sena yang masih menyibak helai demi helai pakaian yang tergantung. Namun, sepertinya tak ada yang sesuai dengan keinginannya.
“Mbak Senam au ketemu siapa? Jangan sampai jadi gossip loh.” Rayna merasa perlu untuk mengingatkan majikan kecilnya itu.
Ia tahu kisah sedih Sena sewaktu di sekolah. Hal itu yang diceritakan pertama kali oleh orang tua tunggal Sena saat menerima lamaran Rayna. Ia ingin Rayna menjaga putri wanita itu, yang dianggap lemah dan sering disakiti orang.
Sena diam sebentar. Ia menimbang-nimbang untuk memberitahu semuanya atau menyimpan untuk dirinya sendiri. Akhirnya ia memutuskan.
“Kamu mungkin ketemu dia waktu acara reuni SMA yang kita datangi kemarin. Dia … ada di sana.”
Rayna mengingat-ingat lelaki yang mungkin tertarik dengan Sena. Ia juga duduk di dalam saat itu. Selain adiknya, semua laki-laki tertarik pada kedatangan Sena. Bahkan ada yang dengan terang-terangan memperlihatkannya.
“Aku hanya tidak mau kamu diterpa gossip nantinya.” Suara Rayna lemah. Ia akan minta tolong adiknya untuk mengawasi Sena nanti, tentu saja dari kejauhan.
“Aku janji, nggak akan.” Sena menganggkat tangannya tinggi-tinggi dan tersenyum lebar. “Bantuin cari pakaian yang manis ya?” Mata Sena berbinar memohon.
Rayna mengangguk. Ia membelakangi Sena lagi dan mulai memindai satu-satu pakaian yang terpajang. Akhirnya Rayna memilih mini dress tanpa lengan polkadot dengan detail frilled. Sebagai tambahan ia juga mengambil kemeja lengan panjang. Sebuah rok yang terlihat sopan dan manis melengkapi semua.
“Bagaimana?” tanya Rayna.
Ia telah memperlihatkan semua pilihannya pada Sena. Majikan kecilnya tersebut menilai dalam diam dengan kening berkerut.
Tak lama senyum Sena terbit. Ia merasa sangat lega kini. Penampilannya pasti akan terlihat sempurna di mata Reno besok. Tanpa sadar dipeluknya Rayna erat-erat sambil berkali-kali mengumamkan terima kasih.
Rayna merasa Sena menjadi orang-orang yang berbeda kini. Mungkin ada seseorang yang sudah menyebabkan semua ini.
“Sama-sama,” kata Rayna.
Ia lalu minta izin untuk pergi kembali ke kamarnya. Ia tak ingin bangun terlambat dan tak bisa singah sebentar ke rumah sebelum tengelam kembali dalam kesibukan sebagai seorang asisten nanti.
“Ah, lupa untuk izin tadi,” gumam Rayna begitu menutup pintu kamar tamu.
Ia lalu berjanji untuk melakukan hal tersebut saat nanti sarapan.
Sena mengantung baju pilihan Rayna di pengait dekat meja rias. Ia kembali merebahkan diri ranjang, meraih ponsel untuk memastikan jika tidak ada lagi pesan yang dikirimkan Reno.
Pemuda tersebut rupanya sudah tidak online lagi sekarang. Sebagai gantinya, Sena hanya memandangi foto wallpaper yang dipasang. Pemuda itu tertawa melihat pada kemera dengan landscape laut.
“Aku senang bertemu denganmu lagi,” bisik Sena sebelum memejamkan mata.

Book Comment (41)

  • avatar
    AS

    Seruu asik bgt cerita nyaa

    15/07

      0
  • avatar
    Galih Tgiel

    sedih

    14/06

      0
  • avatar
    badrishaaina

    Nice story

    18/03

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters