logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 9 Menuju Rumah Baru

“Jadi kau menolakku?” Ellard tidak bisa menerima penolakan Emily. Harga dirinya terluka. Yang benar saja, seorang wanita buta baru saja menolaknya. Jika ia mau, wanita mana pun bisa ia lamar detik ini juga, wanita cantik dengan penglihatan yang sempurna.
Edward mencoba menahan tawanya agar tidak lepas. Bisa-bisa ia kembali mendapat tendangan di betis.
“Ja-jadi kau yang ingin menikah denganku, Tuan?” tanya Emily tidak percaya. Ia mengira Edward lah yang sedang mempersuntingnya.
“Kau fikir siapa?” decisnya dengan wajah kesal. “Katakan pada wanita itu apa yang sudah kulakukan terhadapnya,” perintah Ellard kepada Edward.
Edward pun menjelaskan bahwa Ellard, tanpa menyebut nama pria itu sesuai perintah Ellard, sudah mengurus surat pembebasannya. Ya, Emily sekarang bukan seorang tahanan lagi. Statusnya berubah menjadi mantan narapidana. Tidak hanya sampai di situ, Edward atas perintah Ellard juga membeberkan kebaikan Ellard yang sudah menolongnya dari gangguan Beti dan kelompoknya,  juga menyebutkan bahwa dirinya tidak akan datang berkunjung dan menyelamatkan Emily dari racun di tubuhnya jika Ellard tidak memerintahnya.
“Terima kasih, Terima kasih banyak, Tuan. Anda sangat baik,” ucap Emily dengan tulus walau sebenarnya ia lebih menginginkan kematiannya. Jika boleh meminta ia tidak ingin diselamatkan, namun hal itu tidak lantas membuatnya mengabaikan kebaikan Edward dan Ellard begitu saja.
“Jadi kuharap kau bersedia menjadi istrinya,” tukas Edward.
Emily menggelengkan kepalanya, “Aku akan sangat merepotkan, dan hal itu tentu saja akan merugikannya dan menikah untuk saat ini tidak ada dalam daftar hidupku, maafkan aku.”
Ellard melangkah cepat, merampas surat pernikahan yang ada di tangan Edward. Ia pun segera membubuhkan tanda tangan di atas namanya dan juga sidik jari. Mendekati Emily, ia pun menarik tangan wanita itu dan membubuhkan sidik jari wanita itu di atas namanya.
“Pernikahan kita sudah terdaftar, tidak ada bantahan lagi!” Ellard tersenyum puas melihat secarik kertas yang ada di genggamannya.
‘Aa-apa?”
“Panggilkan perawat agar melepas infusnya. Aku harus membawa istriku pulang ke rumah. Dan ya, mungkin kau akan sedikit merepotkan tapi di lain sisi kau akan memberi hiburan yang membuatku puas. Persiapkan dirimu, dan tetaplah kuat. Akan tidak menarik jika kau lemah.” Ellard menyunggingkan senyum sinis dan segera berbalik keluar dari ruangan tersebut.
Emily yang masih terkejut dengan apa yang dilakukan Ellard, tidak bisa menyimak apa yang dikatakan pria itu barusan. Apakah ia sekarang sudah menjadi seorang istri? Hanya pertanyaan itu yang ada di benaknya.
“Kau sudah siap untuk pulang ke rumahmu yang baru, Nyonya Emily,” suara Edward menyadarkannya dari lamunanya. Bahkan ia juga tidak sadar bahwa selang infus sudah dilepaskan dari tangannya.
Dan mendengar kata Nyonya, seakan menjawab petanyaan yang menari-nari di benaknya.  Ya, sekarang ia menjadi seorang istri dari pria yang tidak ia kenal sama sekali. Ia hanya tau wangi dan suaranya saja.
“Siapa nama pria yang memaksaku menikah dengannya dan apa tujuannya?” pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Emily yang bisa didengar oleh Edward dengan begitu jelas.
“Panggil saja Dev,” jawab Edward asal. “Dev untuk Devil,” lanjutnya sembari tertawa. Ya, sebutan devil memang pantas disematkan pada pria arogant seperti Ellard. Edward juga tidak mengetahui alasan Ellard melarang menyebut namanya pada Emily. Sok misterius, batin Edward.
Emily hanya diam mendengar gurauan garing yang dilontarkan Edward, ia bahkan tidak tersenyum sedikit pun.
“Kau bisa menanyakannya nanti secara langsung,” Edward pun membantunya untuk turun.
“Aku perlu meminta izin pada Morin dan juga Jovan, aku tidak bisa pergi begitu saja,” Emily menahan langkahnya. Ia harus bertemu dengan kedua orang tersebut untuk meminta bantuan. Tidak mungkin baginya untuk mengikuti kemauan Edward dan Ellard begitu saja. Ia tidak mengenal keduanya sama sekali dan ia tidak bisa percaya pada mereka begitu saja meskipun berdasarkan pengakuan keduanya mereka sudah berulang kali menyelamatkan dirinya.
“Kami sudah meminta izin, dan bahkan Jovan mengucapkan selamat untuk kalian berdua,” Seakan mengetahui apa yang ada di dalam fikiran Emily.
“Apakah Morin dan Jovan mengenal kalian berdua?” tanyanya begitu mendengar jawaban Edward.
“Sangat mengenal. Dan Nyonya-“
“Panggil Emily,”
Edward tersenyum dan mengangguk, “Suamimu sudah menunggu kita, dan dia adalah pria yang tidak sabaran. Sebaiknya kita bergegas sebelum ia datang dan menyeret paksa kita berdua,” seru Edward.
“Apakah dia begitu mengerikan?” Emily terlihat sedikit takut dan hal itu membuat Edward merasa iba.
“Sedikit, tapi jika kau mendapatkan hatinya, dia adalah pria yang sangat jinak.” Tukas Edward untuk menghilangkan ketakutan Emily.
“Tapi sepertinya sangat sulit,” Emily bergumam.
“Tidak ada yang tidak mungkin,” sahut Edward.
“Akan sedikit mudah jika aku bisa melihat.”
“Cukup jadi penurut,” saran Edward walau ia tidak yakin dengan sarannya sendiri. Bagaimana ingin menurut jika pada akhirnya Ellard akan menyiksanya. Memangnya manusia mana yang akan diam dan menurut begitu saja jika mendapatkan penyiksaan. Edward hanya bisa berdoa semoga sahabat keparatnya itu tidak keluar batas.
Ellard memperhatikan Edward dan juga Emily yang sudah berdiri di depan pintu. Edward segera melepaskan gengamannya di tangan Emily untuk membukakan pintu mobil.
Ellard menyunggingkan bibirnya, menatap Edward penuh ejekan yang membuat Edward mendengkus kesal.
Edward pun membantu Emily untuk duduk di kursi penumpang serta memasangkan seatbelt dengan sempurna. “Suami macam apa kau ini.” Sindir Edward dengan sengaja. “Suami yang baik akan membukakan pintu untuk istrinya dan memastikan kesalamatannya dan harusnya kalian duduk berdampingan dan sekarang kau bahkan duduk bersamaku di depan. Tidakkah seharusnya aku yang menikahinya.” Pungkas Edward dengan wajah kesal.
“Ada kau yang menjadi penggantiku dan tentu saja aku tidak keberatan untuk berbagi denganmu, kau tahu itu.” mendengar jawaban enteng Ellard membuat wajah Emily merah padam, antara malu dan marah. Harga dirinya seakan sedang dipermainkan dan memang benar adanya begitu. Ellard sedang melakukan serangan pertamanya dengan tujuan membuat mental wanita itu hancur.
“Perhatikan ucapanmu, dude.” Sinis Edward, menatap tidak suka pada Ellard.
Ellard menggidikkan bahunya, “Jadilah walinya, jika kau mau.” Ucap Ellard tanpa mengeluarkan suara.
“Emily, apa kau baik-baik saja?” Edward menoleh ke arahnya begitu melihat keringat bercucuran dari dahinya dan wanita itu juga meremas kedua tanganya.
“Ii-iya, aku baik-baik saja,” gugupnya.
“Kau yakin?” tanya Edward, jawaban Emily berlawanan dengan reaksi tubuhnya.
“Aa-aku, bb..baik-baik saja. Tolonglah mengemudi dengan hati-hati.”
“Cih!” Mendengar jawaban Emily seketika atmosfer mobil itu berubah horor. Ellard menatap Emily dengan tatapan tajam yang siap untuk membunuh mangsanya.
“Baiklah, akan kupastikan kita sampai dengan selamat. Kau suka coklat?” tawar Edward dan merogoh sakunya yang ternyata hanya menemukan permen di sana.
“Ya,” sahut Emily.”
“Tadinya aku ingin memberimu coklat untuk menghilangkan kegugupan yang kau rasakan, tapi sayang sekali, aku hanya mempunyai satu buah permen,” jelasnya dengan nada sedikit menyesal.
Emily tersenyum dan hal itu cukup membuat Edward terperangah. Senyum Emily begitu indah.
“Aku juga menyukai permen,” Emily mengulurkan tangannya. Edward pun tersenyum dan memberikan permennya yang dirampas Ellard dengan segera.
“Aku mual dan aku butuh permen!”

Book Comment (618)

  • avatar
    CitraSandra

    aku suka banget ceritanya. di bab2 hampir akhir membuatku hampir mellow. top banget👍

    14/01/2022

      2
  • avatar
    Della Ira

    aku suka

    12/08

      0
  • avatar
    ANGGRIANAMAWAR

    keren

    22/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters