logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 11 Kedatangannya

Ethan menatap langit-langit kamarnya dalam keheningan malam, dia seperti biasa sulit untuk bisa tertidur. Walaupun semua dalam kondisi yang sama, di kamar yang sama, di tempat tidur yang sama, Ethan tetap tidak bisa tidur. Tapi, mengapa selama beberapa hari ini aku bisa tertidur pulas? Matanya menerawang ke sekeliling kamarnya yang hanya disinari lampu kekuningan temaram, lalu matanya menangkap sebuah tas yang sudah putus talinya di atas meja.
Ya, itu yang membuat semuanya hari ini berbeda, Anna, tidak ada Anna hari ini di sampingnya. Hatinya seketika bergetar menyadari hal itu. Bagaimana wanita tidak tahu diri itu bisa membuat Ethan menjadi tergantung dengannya?
Setelah beberapa lama mencoba menutup mata akhirnya Ethan menyerah dan duduk di atas tempat tidurnya. Matanya kembali menatap ke tas itu. Dia berdiri dan meraih tas itu, lalu duduk di atas kasur sambil kembali mengeluarkan isi tas itu. Handphone Anna jatuh ke pangkuannya
Dia segera melihat handphone itu dengan penuh rasa ingin tahu. Ada berbagai foto selfie Anna dalam berbagai pose, tanpa Ethan sadari dia tersenyum melihat foto Anna, dan mengirim satu foto yang dia sukai ke handphone-nya. Cih, ternyata Anna belum menyimpan nomor handphone-nya, tapi memang tidak pernah ada kebutuhan untuk itu. Ethan langsung memasukan nomornya ke handphone Anna dan sebaliknya. Ethan tersenyum sendiri melihat namanya terpampang di layar handphone Anna.
Lalu saat dia kembali menatap foto-fotonya yang lain, muncul deretan fotonya bersama seorang lelaki berkulit gelap, aah.. inikah yang bernama Raka, tiba-tiba hati Ethan terasa aneh, melihatnya berfoto berdua, tertawa... Ethan merasa konyol dan segera menutup handphone itu. Dia memasukkan semuanya lagi ke dalam tas. Ethan harus bisa mengendalikan perasaannya, kenapa hatinya tiba-tiba merasa seperti itu?
...
Ethan berjalan di lorong rumahnya, kakinya yang kecil terasa dingin menginjak lantai marmer, buku cerita baru itu berat, dengan susah payah Ethan kecil membawanya. Mamanya tidak ada di kamar, dia mulai merasa takut. Ethan menjatuhkan buku berat itu, lalu melangkah menuju kamar dimana mama selalu berada jika dia tidak mau diganggu.
Saat Ethan kecil membuka pintu itu, Mamanya sudah melayang, wajahnya yang cantik terkulai aneh karena terikat tali di langit-langit rumah. Mama kenapa? Air seni keluar karena Ethan terlalu takut, dia berlari terjatuh karena tersandung buku ceritanya, dia segera bangun dan kembali berlari dan terus berlari sampai akhirnya Ethan pun terbangun.
Pukul 3.45 pagi. Sudahlah sebaiknya dia bangun, berpura-pura tidur atau tidur dengan mimpi itu sama buruknya. Ethan lalu berdiri menuju ruang olahraga dan berolahraga sampai badannya berteriak kepadanya meminta Ethan berhenti lalu menuju kamar mandi.
Saat menikmati air panas yang menghujaninya, Ethan kadang berpikir, apa gunanya dia terus bangun tidur pergi bekerja seperti ini, lalu pulang dalam keadaan lelah, untuk tidak bisa tidur, apa gunanya hidup? Setelah melihat kehidupan opa Jacob berakhir di depan matanya kemarin, Ethan berulang kali berpikir apakah mungkin kematian juga merupakan salah satu pilihan untuknya? Terus terang dia merasa lelah.

Anna bermaksud untuk berangkat kerja lebih dahulu. Dengan mengendap-endap melewati kamar mama, dia berjalan menuju pintu, tapi saat dia mau mengenakan sepatu, mama sudah ada di belakangnya dengan tangan di pinggang.
Kenapa kamu mengendap-endap, dah seperti maling saja!" ucapnya dengan gusar. Anna memutar tubuhnya dan melihat mamanya yang cantik tapi pucat dia terlihat kecewa padanya.
"Tunggu dimana dia?" tanya mama tanpa basa basi, menebak dengan tepat mengapa Anna mengendap-endap.
"Raka tidak tahu, maksudnya tadi aku mau ke rumahnya," jawab Anna jujur. Mama langsung mendekatinya lalu menjewer telinganya.

"Bandel, kamu akan menikah, kok malah pergi jalan sama pria lain!" mama menarik kupingnya dengan penuh semangat, apa sop iga semalam membuat dia sangat segar ya, hari ini mama tampak lebih bertenaga daripada kemarin-kemarin.
"Aku hanya ke kantor sama-sama, toh juga kantornya emang sama." Anna mendengus, dia harus mencari cara bagaimana menolak perjodohan ini, dia melepaskan lagi sepatu yang sudah dipakainya. Ethan pria yang sombong dan kasar, Anna tidak akan mau menikah dengannya.
"Mama sudah buat sarapan?" tanya Anna berharap, jika mama bangun pagi seperti ini bisanya dia cukup kuat untuk membuat sarapan. Dia mendengus tapi melirik ke arah meja makan. Anna segera melompat girang menuju meja makan dan membuka tudung saji.
"Nanti berangkat sendiri ya, jangan sama Raka?" pintanya lembut. Anna mengangguk menurut, walau di kepalanya sibuk mencari alasan agar tidak menyakiti hati Raka dan mencari alasan untuk menggagalkan pernikahannya.
"Mama ga makan?" tanya Anna saat mengambil sendok. Mama melambaikan tangannya.
"Mama kenyang, kalau masak mama jadi kenyang," jawabnya sambil memperhatikan Anna mulai makan.
"Permisi." Terdengar suaranya yang dingin, seketika Anna sudah mengetahui siapa yang datang tanpa melihat.
"Siapa itu?" tanya mama bingung, dia segera berdiri melirik ke arah pintu depan.
"Ethan," jawab Anna masih menyuap nasi goreng. Kenapa pria itu harus datang kembali? merusak paginya saja.
"Kamu tau dari mana itu Ethan?" tanya mama lalu berjalan ke depan, entah tau dari mana, Anna hanya tahu saja, seketika dia merinding ketika menyadari kalau dia telah hafal suara pria itu.
"Sarapan dulu, Ethan, sudah sarapan belum?" tanya mama dengan keramahan yang berlebihan.
"Mana mau dia." Anna berkata lebih ke dirinya sendiri sambil terus makan.
"Aku mau," jawabnya tiba-tiba sudah berdiri di sebelah Anna. Tubuhnya yang tinggi menjulang memenuhi ruang makan mereka yang kecil. Anna menatapnya sesaat, seketika hatinya berdesir melihat matanya yang tajam, ada apa dengan dirinya, mengapa kehadiran Ethan begitu mengusiknya? Anna segera berdiri menuju dapur lalu mengambil piring, sebenarnya dia hanya mau melarikan diri dari pandangan Ethan yang menusuk tapi Ethan kembali merasa memiliki pesuruh baru.
"Sendok juga," pintanya dengan nada menyebalkan. Cih! Anna kembali lagi untuk mengambilkan sendok untuknya.
"Memang kamu belum makan, tumben?" tanya Anna mengingat telur orak-arik dan daging asap buatannya.
"Aku ada urusan," jawabnya singkat. Mama duduk di sebelahnya, terlihat kontras sekali, mama yang bertubuh kecil dan kurus dengan Ethan yang bertubuh besar.
"Semoga Ethan suka ya, tante buat nasi goreng pete," kata mama dengan ramah mengabaikan pembicaraan mereka yang ketus.
"Kalian ngobrol saja dulu ya, tante mau urus jemuran." ujar mama lalu berdiri lagi dan berjalan pelan menuju kamar belakang. Anna meletakkan piring berisi nasi goreng dan sendoknya di depan Ethan.
Ethan memandangi piringnya, dan mengambil sendok yang Anna berikan lalu memandangnya yang langsung kembali makan dengan lahap. Anna melirik diam-diam kepadanya, dan menahan tawanya saat dia mencium pete, tapi ia akhirnya memasukkan sendok itu ke mulutnya dan mulai mengunyah.
Dia sepertinya terkejut dengan cita rasa yang berbeda di mulutnya, dan mengambil sendok berikutnya, dan berikutnya dan akhirnya dia makan dengan cepat dan selesai lebih cepat daripada Anna.
"Kamu benar-benar belom makan?" tanya Anna bingung karena dia begitu cepat memakan makanannya. Dia menatap Anna terkejut karena baru menyadari kalau dia sudah menghabiskan seluruh makanannya.
"Emm, belum, aku buru-buru kesini supaya bisa menemuimu sebelum kamu ke kantor," jawab Ethan dengan canggung, dia lalu membersihkan tenggorokannya tapi malah terbatuk, Anna segera mengambilkan air. Dia segera meminumnya.
"Buat apa kamu kemari?" Anna meneruskan sisa makanannya yang tinggal sedikit.
"Kita harus bicara." Dia meminum air dari gelasnya sampai habis. Ethan bingung dimulai dari mana, tapi yang pasti sebaiknya jangan disini untuk membicarakannya.
Ketika Anna akhirnya selesai dia lalu mengambil piring mereka dan membawanya ke dapur. Saat Anna ke dapur, entah kenapa Ethan mengikutinya.
Lantai belakang rumah Anna naik sekitar 15 cm sehingga Ethan harus menekuk kepalanya. Desain rumah ini aneh sekali, mengapa lantai dapur bisa naik begini.
"Ngapain kamu disini," tanya Anna kaget karena Ethan berada dekat sekali dengannya. Ethan juga tidak mengerti mengapa dia mengikutinya, bahkan kepalanya pun mulai terasa pegal
"Aku mau tahu kenapa di dapur ini ga ada ventilasi udara, bisa kebakaran kalau begini!" ujarnya melihat kanan kiri dengan posisi yang tidak nyaman, tapi yang Anna lihat adalah ada sisa nasi di pipinya.
"Kalau kalian masak, asap pasti ga bisa keluar, dan kalian bisa sesak napas!" serunya lagi menatap Anna dengan serius, disaat Anna tiba-tiba mengangkat tangannya untuk mengambil nasi yang ada di pipinya.
Anna tidak mengerti mengapa dia melakukan itu tapi rasanya mengganggu sekali melihat ada bulir nasi itu di wajah Ethan yang tampan. Ketika Anna mengambil nasi itu, Ethan langsung menepis tangannya dengan kasar dan segera mundur.
"Apaan sih!" jantung Ethan berdebar kencang, Dia tidak pernah suka wajahnya disentuh. Tidak ada, bahkan Leona pun tidak pernah menyentuh wajahnya.

Book Comment (914)

  • avatar
    KapantowVanya

    plis deh pokoknya bagus IM so spechles

    10d

      0
  • avatar
    KerasSilalahi

    ceritanya bagus

    13/08

      0
  • avatar
    TaufaniAdin

    good job bagus

    10/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters