logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Marry Me, My manager

Marry Me, My manager

oitanigami


Chapter 1 Si Pegawai Kontrak

Ring ring ring ring ring ring ring….
niga han geu hanmadiga
naega nama apeujiman neo tteonagara
geaura ga ani geure
Suara alarm jam beker dan suara alarm handphone terus saling bersautan lebih dari satu menit lamanya. Sementara sang pemilik malah menutupi telinganya dengan guling bersarung biru teddy bear miliknya. Setelah lagu No, I don’t dari boyband Astro hampir selesai bersenandung baru ia beranjak bangun. Ia mengambil handphone yang tepat di sebelahnya dan jam beker di atas mejanya dan mematikan alarmnya satu per satu sebelum akhirnya ia membuat alarm lagi untuk sepuluh menit ke depan dan kembali tidur. Dengan sepuluh menitnya yang berharga ia kembali melelapkan dirinya ke alam mimpi. Berharap sepuluh menit akan terasa seperti dua jam lamanya. Nyatanya belum sempat ia bermimpi ia kembali dibangunkan oleh suara alarmnya, yang sayangnya kali ini ia tidak mungkin bisa menundanya lagi barang satu menit pun. Waktu sudah menunjukkan pukul enam lewat lima belas. Artinya tinggal empat puluh lima menit lagi waktu baginya untuk sampai ke tempat kerja. Dengan perjalanan ke kantor yang biasanya memakan waktu dua puluh menit saat lalu lintas lancar, ia hanya punya waktu dua puluh lima menit untuk bersiap-siap.
Cha Yuri memaksakan dirinya untuk bangkit dari tempat tidur. Dengan masih sempoyongan karena dirinya yang masih belum sepenuhnya terbangun, ia berjalan ke kamar mandi yang jaraknya hanya sembilan meter dari tempat tidurnya, namun baginya sekarang terasa cukup jauh. Dengan mata yang masih sulit ia buka sepenuhnya, ia terus berjalan. Bukannya masuk ke kamar mandi yang pintunya terbuka lebar ia bahkan malah menubruk tembok di sebelahnya. Setidaknya kejadian itu membuatnya terkejut sampai ia akhirnya sepenuhnya tersadar. Ia memegang keningnya yang sakit karena tubrukan itu dan lanjut masuk ke dalam kamar mandi. Setelah selesai membersihkan diri baru ia merasa segar. Ia mengeringkan rambutnya yang ia cuci dengan buru-buru dengan hairdryer sambil mengaca. Kalau bukan karena sudah dua hari ia belum keramas ia tidak akan rela mencuci rambutnya saat sedang buru-buru.
“Kenapa hari senin datang sangat cepat?” ucapnya kesal.
“Apa tidak bisa sesekali hari senin ditukar dengan hari lain? kasian kan dia dibenci orang-orang terus.” ucapnya lagi yang langsung membuatnya bingung dengan ucapannya sendiri. “Bagaimana caranya juga hari bisa ditukar. Ada-ada saja!” lanjutnya sambil menertawakan dirinya sendiri. Ia menengok ke jam dindinya dan mendapati waktu sudah menunjuk pukul setengah tujuh lebih. Dengan panik ia langsung berlari menuju lemarinya. Ia membuka lemarinya yang memang sudah sulit terbuka dengan paksa. Baju-bajunya yang belum sempat ia rapikan karena ia lebih memilih menonton drama marathon saat weekends berserakan di dalam lemari. Waktu yang semakin sempit membuatnya tidak peduli lagi dengan kerapian kamar kecilnya. Ia melempar baju-bajunya ke atas kasur sampai ia menemukan baju yang cukup layak untuk ia pakai ke kantor. Akhirnya ia memakai kemeja kuning yang jelas terlihat kusut dan memadukannya dengan celana jeans. Seperti biasa ia melengkapi penampilannya dengan sepatu converse-nya yang merupakan satu diantara dua sepatu yang ia miliki. Tidak seperti barang-barangnya yang lain yang bergelatakan dimana-mana, dokumen-dokumen pekerjaannya selalu tertata rapi di atas meja dan selalu ia siapkan yang harus ia bawa ke kantor malam sebelumnya. Sehingga ia hanya perlu memasukan ke totebag besarnya.
Selesai bersiap-siap, Yuri langsung berlari ke halte bus yang biasanya butuh waktu tempuh sepuluh menit ia tempuh dengan waktu lima menit. Walaupun akibatnya ia hampir kehabisan nafas saat sampai di halte bus. Ia masuk ke dalam bus dengan nafas yang tersenggal-senggal dan sialnya bus penuh sampai ia tidak mendapat tempat duduk. Sementara tangan kanannya berpegangan pada handlegrip tangan kirinya sibuk mencari handphone di dalam tas yang terus berbunyi.
“Halo….” sapanya pada penelepon setelah berhasil mengangkatnya. Ia bahkan tidak sempat melihat siapa peneleponnya.
“Good morning!” sapa si penelepon balik yang terdengar begitu ceria yang langsung dikenali oleh Yuri.
“Argh ternyata kau. Tumben menelepon pagi-pagi.”
“Hi Yuri, kau mau ikut perjodohan?” tanya si penelepon tanpa basa-basi sedikitpun terlebih dahulu.
“Tidak!” jawab Yuri langsung tanpa berpikir sedikit pun.
“Ayolah, dia adik managerku. Aku pernah bertemu dengannya beberapa kali. Dia sangat sopan dan baik, pekerjaannya juga sudah mapan. Tidak ada salahnya mencoba.”
“Sudah kubilang aku belum tertarik untuk berkencan!”
“Ayolah, aku sudah berjanji padanya. Dia sudah melihat fotomu dan dia bilang dia sangat menyukaimu.”
“Tidak mau!”
“Yuri, aku mohon! Aku benar-benar tidak enak kalau kau tidak datang. Aku akan traktir kau dan Minho minggu ini… ya? Kumohon!”
“Janji?”
“Janji! kau dan Minho boleh makan sepuas kalian di restaurant manapun yang kalian mau.”
“Baiklah… tapi ingat ini yang terakhir! next time kau menyuruhku untuk ikut perjodohan aku tidak akan datang bahkan jika dia salah satu teman artismu!” jawab Yuri kesal. Ia bahkan sedikit berteriak sampai semua orang mulai memperhatikannya. Ini sudah kesekian kalinya sahabatnya yang bernama Mina itu mencoba menjodohkannya dengan pria manapun yang ia kenal. Padahal Mina sendiri tidak punya pasangan. Meskipun alasan Mina masih sendiri jelas berbeda dari alasannya, tetap saja Yuri terkadang kesal dengan tindakan sahabatnya itu. Mina adalah seorang model sekaligus actor rookie yang sedang naik daun semenjak debutnya di drama bertajuk Hate to Love sebagai main lead untuk pertama kalinya. Karena itu ia memutuskan untuk memilih single dan fokus dengan karir. Apalagi tidak akan bagus kalau sampai ia memiliki pacar dan orang-orang sampai mengetahuinya.
Sedangkan Yuri, ia hanya sama sekali tidak tertarik dengan sejenis hubungan romantic seperti itu. Bisa dibilang ia juga lebih fokus pada karirnya. Tapi seumur hidupnya ia memang tidak pernah berpikir untuk berpacaran. Ia juga tidak pernah tahu yang namanya jatuh cinta. Terkadang ia kagum pada sosok seorang pria tapi semua tidak pernah lebih dari rasa kagum seperti seorang fans pada idolanya semata. Seperti ia yang menyukai beberapa actor dan idol ternama. Yuri cenderung menghindari hubungan dengan lawan jenis yang terlalu serius dan lama. Ia tidak ingin terlalu dekat dengan pria sampai timbul perasaan suka yang lebih dari sekedar teman. Karenanya ia sama sekali tidak memiliki teman dekat pria.
Setelah lima belas menit lamanya perjalanan, Yuri akhirnya sampai di kantornya. Waktu tepat menunjukkan pukul tujuh. Sekali lagi untuk hari ini yang masih begitu pagi, ia kembali berlari menuju ruang kerjanya.
“Mission complete.” ucapnya setelah berhasil menduduki tempat duduknya sendiri seolah ia baru saja menyelesaikan misi game. Ia langsung menaruh tasnya yang terlalu berat oleh dokumen-dokumen kantor dan menyandarkan dirinya ke kursinya. Baru saja ia mau istirahat sebentar sebuah kertas note tertempel di komputernya menghancurkan sedikit kebahagiannya itu. “Satu ice choco hazelnut, dua cappuccino panas, dua americano panas, dan dua coklat panas” begitu isi notenya. Note biasa yang selalu dia jumpai setiap paginya. Hari ini karena terlalu panik ia lupa akan bertemu dengan note seperti ini. Karena ia satu-satunya pegawai kontrak di teamnya dan orang paling baru yang masuk, mau tidak mau selain melakukan kerja kantoran ia harus rela menjadi asisten untuk semua orang. Kebanyakan ia melakukan pekerjaan yang sebenarnya tidak terlalu penting. “Brengsek! brengsek!” teriaknya dalam hati.
Dengan kaki yang masih sangat kelelahan, Yuri turun ke lantai dasar dimana disana terdapat kantin dan café untuk para karyawan. Dalam perjalanan ia menelepon pelayan café disana untuk segera menyiapkan pesanannya. Karena hampir setiap hari ia memesan minuman untuk para anggota teamnya, Yuri menjadi cukup dekat dengan pegawai café disana, apalagi pegawai café itu seumuran dengan adiknya. Sehingga setiap pelayan itu bekerja, Yuri selalu teringat adiknya yang juga bekerja part time sebagai pelayan café di dekat kampus dan juga dirinya sendiri yang dulu juga begitu.
“Hi, apa pesananku sudah siap?” tanyanya pada pelayan café yang bernama Lee Hye sin begitu ia tiba di café.
“Sebentar lagi. Hari ini cukup ramai.”
“Hari ini lebih dingin dibandingkan kemarin-kemarin. Pasti banyak yang membeli minuman hangat.”
“Benar, kecuali siapapun di team unni* yang memesan ice choco hazelnut.” jawabnya tidak dapat menahan tawanya.
“Argh, dia ketua timku. Tidak peduli seperti apa cuacanya dia selalu memesan minuman dingin. Sikapnya juga sangat dingin persis seperti minumannya.” jawab Yuri kesal mengingat betapa seringnya ia diabaikan oleh atasannya itu.
“Ini dia.” ucap Hye sin sambil memberikan semua pesanan Yuri.
“Thank you….” jawab Yuri langsung buru-buru balik. Ia ingin berlari tapi takut menjatuhkan minuman-minuman di tangannya. Alhasil ia hanya mampu berjalan cepat sambil memegangi minumannya dengan sangat hati-hati seperti memegang seorang bayi.
“Tunggu sebentar… tolong tahan liftnya!” teriaknya ketika melihat lift akan menutup. Ia mempercepat langkahnya sampai hampir berlari. Untungnya orang yang ada di dalam lift menahan lift untuknya. “Terima kasih….” ucap Yuri pada orang itu setelah masuk ke dalam lift. Yuri langsung menuju tombol-tombol lift untuk menekan lantai tujuannya tapi menyadari tombol lantai tujuannya sudah menyala. “Orang ini juga mau ke lantai 5? Untuk apa?” tanyanya dalam hati keheranan sendiri. Lantai lima keseluruhan milik team pemasaran, sehingga jarang orang datang kesana selain team pemasaran dan team-team yang biasanya sering memiliki project bersama dengan team pemasaran. Sebagai anak baru, Yuri yang paling sering disuruh untuk mengunjungi team-team lain saat harus menyampaikan sesuatu, sehingga ia cukup mengenal orang-orang yang biasanya ada perlu dengan team pemasaran.
Yuri menengok pada orang itu, yang berdiri tepat dibelakangnya untuk sekali lagi memastikan ia tidak mengenali orang itu. Saat itulah Yuri menyadari sesuatu, bahwa dirinya sedang terkagum-kagum oleh sesosok pria tampan dibelakangnya itu. Yuri memiliki adik yang sangat tampan dibandingkan pria manapun yang pernah ditemuinya. Ditambah Yuri sendiri sebenarnya tidak menyukai pria-pria tampan kecuali adiknya, sehingga jarang sekali ia kagum pada ketampanan pria. Tapi pria itu benar-benar menarik perhatian Yuri. “Padahal aku sudah sangat kebal dengan pria tampan berkat ketampanan adikku.” ujar Yuri di dalam hati masih terus menatap pria itu.
“Ada yang salah denganku?” tanya pria itu saat sadar Yuri terus menatapnya.
“Tuhan.” jawab Yuri tanpa ia sendiri sadari. Saat itu ia sedang berpikir Tuhan tidak adil menciptakan orang-orang begitu rupawan sepertinya. “Mak-maksud saya… saya belum pernah melihat anda sebelumnya. Jadi saya berpikir apa kemungkinan keperluan anda datang ke team pemasaran… saya salah satu anggota team pemasaran.” sanggah Yuri cepat-cepat sebelum pria itu menyadari keanehan Yuri.
“Oh, jadi kau anggota team pemasaran. Kebetulan sekali kita bertemu disini. Saya karyawan baru di team pemasaran. Senang berjumpa denganmu.” jawab pria itu membuat Yuri lebih heran. Yuri menatap jam tangannya untuk memastikan sekali lagi waktu jam kerja sudah mulai sejak tadi. “Bagaimana bisa karyawan baru datang terlambat di hari pertamanya.” gerutunya dalam hati.
Baru saja ia mau menasehati karyawan baru itu, lift berhenti di lantai tiga. Beberapa orang sudah menunggu di depan pintu lift untuk masuk ke dalam. Karena orangnya cukup banyak, Yuri langsung berinisiatif untuk mundur dibandingkan dia harus bersenggolan dengan orang-orang itu dan membahayakan minumannya. Karyawan baru yang dibelakangnya ikut mundur karena Yuri yang terus mundur.
“Tunggu, tahan liftnya.” teriak seseorang diluar lift yang datang berlari bersama beberapa orang lainnya yang mayoritas berbadan sangat besar. Lift yang sudah hampir penuh itu semakin penuh berdesakan setelah orang-orang itu masuk. Secara reflex Yuri yang takut terhimpit terus mundur lagi. Ia baru berhenti ketika tubuhnya menempel pada tubuh orang lain di belakangnya. Langsung yakin siapa orang yang di belakangnya Yuri mendengak untuk melihat wajah orang itu dengan ragu. Tepat seperti yang ia yakini, orang itu adalah karyawan baru tadi. Karena pria itu sangat tinggi, Yuri harus benar-benar mendengak untuk dapat melihat wajahnya dengan jelas. Sementara Yuri mendengak untuk melihatnya, orang itu kebalikannya, ia menunduk untuk melihat wajah Yuri, sehingga mereka berdua terus saling bertatapan.
Detak jantung Yuri untuk pertama kalinya dalam hidupnya berdetak begitu kencang saat ia bahkan sedang tidak berlari. “Apa karena ini pertama kalinya aku berjarak begitu dekat dengan pria dan dia sedang menatapku?” tanyanya dalam hati bingung dengan perasaan resah dan nervous yang tiba-tiba muncul. Sementara itu orang-orang yang baru masuk sedang berupaya menyesuaikan diri agar lift muat, membuat orang-orang mau tidak mau harus bergerak mundur untuk memberi tempat.
“Tidakkah kalian liat ini tidak akan muat!” teriak seorang diantara mereka.
“Pasti muat. Mundurlah sedikit!” teriak salah satu yang lainnya tidak mau kalah. mereka kembali mundur sehingga mulai menghimpit Yuri, dan mau tidak mau tubuh Yuri semakin menempel pada karyawan baru itu, membuat detak jantung Yuri bahkan berdetak lebih kencang lagi dari sebelumnya. Tapi Yuri yang teringat dengan keselamatan minumannya mencoba untuk mengabaikan perasaan tak nyamannya. Ia berhenti menatap pria itu dan memeluk minumannya dengan erat. Ia menunduk saat menyadari wajahnya mulai memanas dan ia yakin pasti pipinya mulai memerah karena rasa gugup dan malu yang ia rasakan itu. Lift mulai menutup sedikit dan langsung berbunyi bip bip bip berkali-kali menandakkan lift kelebihan muatan.
“Sudah kubilang bukan, tidak akan muat!” ucap orang yang teriak tadi. Orang-orang yang masuk terakhir pun akhirnya menyerah dan memutuskan untuk keluar dari lift untuk menanti lift selanjutnya. Akhirnya semua orang bernafas lega dan mulai membuat jarak satu sama lain lagi. Tapi Yuri yang tenggelam dalam kebingungan dan rasa malu dan gugup tidak menyadarinya. Ia hanya terus menunduk sementara dirinya masih menempel para pria tadi.
“Apa kau akan terus menempel padaku?” bisik pria itu membuat Yuri terkejut bukan main.
“Maaf… maaf… maaf.” ucap Yuri berulang kali menyadari dirinya telah membuat malu diri sendiri. Yuri langsung berlari ke sisi orang itu yang kosong dan membuat jarak dengannya. “Aku benar-benar minta maaf.” ucapnya sekali lagi masih sambil menunduk tidak sanggup menatap orang itu lagi. Sementara orang itu malah tersenyum dan menahan tawa melihat Yuri yang salah tingkah karenanya. “Bodoh! bodoh! bodoh! Bisa-bisanya kau terus menempel padanya. Memangnya kau gadis mesum!” makinya dalam hati pada diri sendiri. Begitu pintu lift terbuka di lantai lima Yuri berlari keluar lift. Ia bahkan lupa memedulikan minuman-minuman ditangannya yang sudah ia lindungi seperti berlian berharga sejak tadi.
Yuri terus berlari tanpa sekali pun berani menengok kebelakang mengingat karyawan baru itu akan bekerja di teamnya juga. Saat ia berbelok dia bahkan hampir menabrak salah satu rekan kerjanya. Dengan gesit ia langsung menghindari rekan kerjanya itu sambil melindungi minumannya. Seperti sedang menari ia langsung memutar tubuhnya sambil memeluk minumannya.
“Hampir saja.” ucapnya setelah berhasil menyelamatkan dirinya dan minumannya dari kemungkinan terjatuh.
“Kau baik-baik saja?” tanya rekan kerjanya itu yang bernama Kang Dowon.
“Tentu… silahkan ambil pesananmu.” jawab Yuri sambil menyodorkan deretan minuman itu.
“Terima kasih… Lain kali kau tidak perlu buru-buru seperti itu.” sahut Dowon sambil mengambil segelas americano.
“Aku tidak….” Yuri berhenti berbicara ketika menyadari karyawan baru itu sudah semakin mendekat. Dia langsung meninggalkan Dowon dan menghampiri rekan-rekan kerja lainnya untuk membagikan minuman pesanan mereka.
“Akhirnya selesai.” ucapnya lirih setelah selesai membagikan semua. Nafasnya terengah-engah karena berlarian sejak pagi. “Kalau seperti ini terus aku akan terus kelelahan sebelum sempat bekerja.” ucapnya pada diri sendiri. Ia lalu memutuskan untuk mengumumkan sesuatu demi kesejahteraan dirinya di masa mendatang.
“Baiklah dengar semua!” teriaknya membuat semua rekan kerja termasuk pimpinan team menatapnya dengan heran tak percaya.
“Maaf? bisa kalian tolong dengar sebentar… Aku tahu aku belum menjadi karyawan resmi disini, tapi kurasa aku tetap berhak menyampaikan pendapatku. Aku tidak keberatan membelikan minuman untuk kalian semua, tapi alangkah akan jauh lebih efektif jika kalian cukup mengirimi aku pesan sebelum jam kerja dimulai minuman apa yang kalian ingin dibandingkan kalian menempelkan note di kamputerku.” Yuri berhenti bicara sebentar terkejut dengan orang-orang yang ternyata begitu fokus mendengarkannya. “Ja-jadi aku… tidak perlu bolak-balik.” lanjutnya ragu. Ia menutup matanya karena tidak sanggup melihat reaksi rekan-rekan seniornya terutama pimpinan teamnya yang selalu bersikap dingin itu. Dalam sekejap ia langsung menyesali keputusannya berbicara seperti itu.
“Apa aku terlalu kurang ajar?” tanyanya pada Dowon yang sudah berdiri di dekatnya. Dowon tertawa mendengar pertanyaan itu, begitu juga dengan rekan-rekan lainnya, kecuali pimpinan team yang hanya tersenyum.
“Kau memang karyawan baru paling kurang ajar yang pernah aku temui…,” ucap salah satu seniornya yang ikut mendengar pertanyaan itu membuat Yuri panik bukan main. “Tapi aku menyukainya.” lanjutnya langsung membuat Yuri menjadi lega.
“Kau benar juga, akan jauh lebih efektif jika seperti itu. Baiklah kami akan melakukannya.” sahut rekannya yang lain. Yuri tersenyum mendengarnya. Ia memang cukup berani untuk mengungkapkan keluh kesahnya karena memang selama ini meskipun ia terus disuruh-suruh oleh para seniornya, tapi mereka sebenarnya memperlakukan Yuri dengan baik, bahkan tidak jarang mereka bercanda dengannya.
Semua baru saja mau kembali ke tempat mereka masing-masing saat pria yang tadi ditemui Yuri di lift masuk ke dalam ruangan. Yuri langsung berlari ke tempat duduknya dan menyembunyikan wajahnya karena masih malu dengan kejadian saat di lift tadi. Sementara semua orang bingung dengan kedatangan pria itu, pimpinan team langsung berlari mendekati pria itu. Pimpinan team yang biasanya begitu dingin menyapa pria yang jelas jauh lebih muda darinya dengan sangat ramah bahkan penuh hormat membuat semua orang di ruangan itu bingung.
“Tuan Daniel, saya pikir anda baru akan datang minggu depan.” ucap ketua team dengan sangat ramah.
“Dia siapa sampai ketua bersikap seperti itu padanya?” bisik salah satu karyawan pada karyawan lainnya yang sama bingungnya dengannya. Sementara Yuri yang baru menyadari keanehan itu karena baru berani mendongakkan kepalanya untuk melihat pria itu langsung diliputi oleh firasat buruk.
“Ayahku menyuruhku untuk datang lebih awal.” jawab pria itu dengan menggunakan bahasa yang tidak formal membuat semua orang jauh lebih terkejut lagi. Sementara ketua mereka berbicara dengan bahasa yang sangat formal padanya, orang itu malah membalasnya dengan menggunakan bahasa non formal padahal usianya jelas lebih muda.
“Be-begitu, seharusnya anda mengabari saya agar kami bisa menyiapkan sambutan yang layak untuk anda.” sahut ketua team mereka yang jelas terdengar gugup.
“Tidak perlu, aku hanya akan bekerja sebagai karyawan biasa disini. Tidak perlu memperlakukan dengan sangat special.”
Yuri menangis dalam hati melihat situasi itu. Ia yakin seratus persen karyawan baru itu bukan sekedar karyawan biasa. Jika pimpinannya saja tampak tak berdaya dihadapannya, bagaimana dengan dirinya yang masih pegawai sementara. “Karirku sepertinya hancur sebelum aku memulainya.” ucapnya lirih tapi masih terdengar jelas oleh Dowon yang masih berdiri dekat dengannya. Dowon menoleh pada Yuri yang terlihat jelas hampir menangis dan menatapnya dengan penuh keheranan.
“Baiklah, kalau begitu… semuanya mohon perhatiannya!” perintah Lee Jae suk, pimpinan team. “Perkenalkan, dia adalah Park Daniel. Pimpinan kalian yang baru.” lanjutnya membuat semua orang ternganga tidak percaya.
“Bagaimana bisa?” tanya Yuri frustasi yang untungnya sekali lagi hanya terdengar oleh Dowon.
“Kalian semua pasti sangat bingung sekarang. Sebenarnya aku berencana untuk mengumumkan kepindahanku ke cabang kantor asia tenggara di makan malam team besok karena rencananya tuan Park Daniel baru akan datang minggu depan. Tapi karena sekarang dia sudah disini, jadi begitulah. Aku akan pindah dan tuan Park Daniel akan menggantikanku.” jelasnya Lee Jae suk.
“Aku beanr-benar akan mati.” ucap Yuri lirih dan langsung sekali lagi menyembunyikan dirinya seperti kura-kura yang memasukkan kepalanya ke dalam tempurung. Ia mendorong kursinya mendekati mejanya dan menundukkan kepalanya ke meja berharap pria itu tidak akan pernah melihatnya.
“Kalian tenang saja, bos kalian tidak akan pergi sekarang. Aku akan langsung jujur saja pada kalian. Bagaimanapun kalian pasti akan mengetahuinya. Aku adalah anak dari dirut utama, dan alasanku bekerja disini karena ayahku yang memaksaku. Aku belum punya banyak pengalaman selain kerja magang saat di Canada. Jadi sebelum pergi pimpinan kalian akan mengajariku terlebih dahulu untuk beberapa bulan kedepan tergantung seberapa cepat aku mengerti pekerjaanku nantinya. Kalian tidak perlu sungkan padaku meski aku anak dirut, aku tidak terlalu memedulikan hal seperti itu. Well, nice to meet you all.” ucap Park Daniel. Yuri semakin tenggelam dalam keputusasaan, sesekali ia memukulkan kepalanya ke meja untuk melampiaskan kebencian pada dirinya sendiri.

Book Comment (193)

  • avatar
    SofwanudinDani

    ini Bagus

    13d

      0
  • avatar
    ManurungCantika

    saya sangat menyukai cerita ini..................................................................... semoga ad cerita yg lebih bagus lagi

    20/08

      0
  • avatar
    silvianiDesti

    Lanjut ga 😭

    12/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters