logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 2: Mr. Howard’s Office

[Ben Andrews]
Berjalan menuju singgasana Mr. Howard adalah suatu hal yang tidak bisa aku lakukan sendiri. Aku harus didampingi oleh para bodyguard, sebab aku hanyalah seorang karyawan lapang yang bekerja di perusahaannya.
Tidak semua karyawan lapangan seperti aku boleh menjumpai beliau dan bertatapan secara langsung. Mereka hanya sebatas mendengar perintah yang disampaikan melalui prajurit senior, lalu melaksanakannya sebaik mungkin dan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan.
Namun, aku mendapat kedudukan yang istimewa selaku prajurit termuda di perusahaan ini. Aku juga diberikan hak istimewa untuk berteman dengan Mr. Joel, sekretaris umum sekaligus tangan kanan Mr. Howard. Karena itulah, banyak orang yang menyampaikan aspirasinya melalui aku. Mereka semua menyangka, aku adalah seorang penampung aspirasi sekaligus penyambung lidah yang dapat diandalkan. Padahal aku masih duduk di bangku sekolah menengah, bukan seorang sarjana yang berpengalaman di bidang hukum atau politik.
Hmm ... soal aspirasi atau keluhan mereka, aku tidak mengikuti kasus yang baru-baru ini terjadi. Aku sedang vakum dari grup media sosial mereka, sebab ada suatu hal yang lebih penting dan harus ku kerjakan. Mungkin di pertemuan kali ini, Mr. Howard ingin membicarakan hal itu kepadaku.
Untuk sampai ke ruangannya, aku bersama kedua bodyguard harus menyusuri lorong panjang yang hanya disinari oleh cahaya biru yang redup. Kami berduyun-duyun melewati tapak jalan berlantai licin di kala para admin dan karyawan sedang berlalu lalang untuk mengurusi berkas-berkas penting. Mengenakan seragam kantoran yang dominan hijau dan bergaris cyan adalah kewajiban semua orang di kantor ini. Kecuali aku, anak lapangan, yang kebetulan ada di sini sebatas untuk latihan bertarung serta bertemu para eksekutif kantor bila ada keperluan penting dan mendesak seperti sekarang.
Beberapa tapak jalan telah aku tempuh seraya menyinsing sinar-sinar redup di sekelilingku. Akhirnya sampailah aku di depan pintu kantornya Mr. Howard.
Tok tok tok. Brenson mengetuk pintu itu sebanyak tiga kali.
“Silahkan masuk,” ucap seseorang yang bersuara lebih berat dari Mr. Howard.
Brenson memutar gagang pintu itu seraya mendorongnya pelan-pelan. Diizinkanlah kami bertiga, yaitu aku, Brenson dan seorang bodyguard yang tidak aku kenal untuk masuk kemari.
Brenson memutar gagang pintu itu dan mendorongnya pelan-pelan. Manik mataku pertama kali mendarat pada apa yang ada di depan pintu, yaitu sebuah meja kantor berbahan besi dan baja yang ditutupi oleh bayang-bayang gelap. Meja itu terlihat sangat luas bagi Mr. Howard untuk melakukan pekerjaannya. Persis di antara permukaan dengan bagian dasarnya, terpancarlah sinar neon hijau redup yang menyambut takhta kebesaran dari Sang CEO. Betapa gelapnya suasana dari ruangan ini di mana potret-potret dari para CEO Bio-Max tidak bisa aku lihat dengan jelas, persis seperti wajah dari Mr. Howard.
“Agent A03, kemarilah!” sapa Mr. Howard.
Seketika ia menyambutku kemari, lampu neon menyala makin terang. Bingkai foto dari para pendahulu kami mulai menyala terang, menunjukkan wajah mereka satu per satu, dan diakhiri oleh kursi takhta yang memancarkan sinar hijau dari sisi kiri dan kanannya. Ruangan ini masih bercahaya redup, remang, tetapi wajah dari Sang Pemimpin Perusahaan Militer mulai terlihat jelas di depanku. Manik mata yang berkantung tebal menatapku sampai ke kedalaman jiwa. Hidung bangirnya adalah cerminan dari kepribadian yang sangat dingin dan keras, serta kerutan tua di wajahnya menunjukkan betapa banyak beban yang telah ia tanggung sejak memimpin perusahaan ini.
“Agent A03, selaku agent termuda di perusahaan militer ini, bolehkah saya memanggilmu dengan nama aslimu karena ada suatu hal penting yang harus saya bicarkan denganmu secara personal?” tanyanya dengan nada datar, sebab ia berusaha untuk mencerminkan dirinya sebagai seorang pemimpin yang profesional.
“Boleh, komandan,” jawabku.
“Baiklah,” ucapnya seraya beranjak dari kursinya untuk berjalan kemari, pelan-pelan.
“Ben Andrews, tahukah kamu mengapa saya memanggilmu kemari? Ada masalah apa yang ingin saya bicarakan?”
“Mungkinkah terkait hari ini, komand—“
“Mister, panggil saya Mister di saat saya memanggilmu dengan nama lengkap!” selanya.
“Baik, M—Mister,” jawabku agak gugup, karena takut bila ia marah. ”M—Mungkin terkait apa saja yang telah saya persiapkan untuk hari ini, Mister.”
“Hari apa ini?”
“Hari selasa, tanggal 1 Agustus 2119.”
“Bukan itu maksudku, Ben Andrews!”
Aku terdiam seribu bahasa, melihat Mr. Howard mulai berucap jengkel seraya menekan-nekan dahinya dengan telunjuk kanan. Tanyanya, “Apa yang selama ini kamu persiapkan, Ben Andrews?”
“Latihan levelisasi kekuatan untuk naik pangkat jadi prajurit senior yang berkecimpung juga di bidang eksekutif perusahaan, Mister.”
“Huh, kamu lupa apa yang kamu harus persiapkan sebelum itu? Ada yang lebih penting lagi!”
“Mungkin membaca sepuluh buku berkaitan dengan cara Ideologi kita memenangkan perang budaya pada tahun 2060, serta bagaimana kinerja dari dinasti-dinasti sebelum Mister memimpin perusahaan ini. Itu sudah saya buatkan laporannya ke Mr. Joel sebanyak 70 halaman,” balasku seraya memikirkan apa yang beliau maksudkan, sebab ucapan beliau adalah kabur, samar-samar, seperti sebuah benda yang mengapung di tengah-tengah laut Teberau.
“Salah lagi. Itu adalah dua tahapan sebelum hari ini tiba. Masih ada satu tahap lagi yang kamu harus lakukan setelah itu, tetapi kamu lupa untuk melakukannya!” Ia berucap geram, lalu membanting meja itu hingga mulut saya terkatup erat dan tidak berani berkutik lagi, karena hardikan keras beliau adalah laksana singa jantan yang mengaum di tengah-tengah kawanan singa lainnya. Melihatku yang merunduk diam seperti seekor anak singa yang ditegur oleh ayahnya, ia pun menghela napas sejenak, lalu berkata,
“Ben Andrews. Kamu adalah seorang petarung hebat di lapangan. Bakatmu sudah terlihat sejak usia 9 tahun, sebab kamu mewarisi kekuatan api dari Alphatron, Sang Jenderal Naga! Saya sangat kagum padamu, Benny. Saya bahkan menaruh memory chip di dalam otakmu, sehingga pada saat kamu berusia 10 tahun, kapasitas otakmu sudah bisa menyamai mereka yang berusia 15 tahun. Sekarang, kamu sudah berusia 15 tahun, dan kapasitasmu seharusnya menyamai usia 20 tahun.
“Tetapi bagaimana kamu bisa lupa untuk memberikan file kontrak tunanganmu sebelum hari pertama bertunangan dengan Olive, satu-satunya buah hatiku? Masihkah kamu menyimpan file itu di smart-wristband kamu?”
“Tidak, Pak.”
“Hahaha, sudah ku duga kalau kamu berusaha untuk menghapusnya. Namun coba periksa memori internal sebentar saja. Saya yakin file itu masih ada di sana.”
“Huh, yang benar saja!” Aku segera menyalakan wristband untuk memastikan kalau suratnya sudah dihapus secara permanen. Lihat saja Mister, surat itu tidak mungkin ada di si —
Ning! bunyi notifikasi dari wristband-ku, membuatku segera memeriksanya. Telunjukku mengusap layar hologramik yang muncul dari wristband sesingkat kejapan mata. Sungguh, tidak aku sangka file yang dihapus sejak dua tahun lalu bisa muncul di memori internal. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Bagaimana?
“Masih ada di sana, kan?” tanya Mr. Howard Tng.
“M—Masih ada, Mr.,” Aku berucap terkesiap. Jangan-jangan, selama ini wristband-ku ada di bawah kendali dan pengawasan Bio-Max. Bila iya, maka mengembalikan file yang sudah hilang tidaklah mustahil seperti usaha menjaring angin.
“Hahaha, sudah kubilang, kan? Serahkanlah kontrak itu kepada saya dan jangan main-main lagi, anak nakal!”
“B—Baiklah, Mr.”
Beberapa detik kemudian, selembar kertas virtual muncul di depan lensa kacamataku. Kertas itu ditarik oleh wristband-nya Mr. Howard bak pembersih vakum, lalu dipindahkan ke sebuah folder besar yang diberi nama “Kitab Kudus dari Takhta Suci Montanus”.
“Ah, akhirnya pengkitaban pun selesai juga. Kamu tidak akan bisa lari dari ini, Ben. Tidak akan bisa,” ucap Mr. Howard seraya mematikan wristband-nya.
“Tidak akan bisa lari, hah?!” Aku berucap gusar, sebab sulutan amarah meluap-luap dari dalam jiwa seperti lahar panas yang keluar dari mulut Anak Krakatau. “Selama ini kalian melatih aku dengan keras, serta mengharuskan aku jatuh cinta pada Olive dengan tujuan untuk meneruskan takhta ini saja?”
“Benar, Ben. Benar.”
“Kalau begitu di manakah kebebasan untuk memilih jalan hidupku sendiri, Mister? Di mana?!”
“Di sinilah kebebasanmu, Nak. Hanya di Bio-Max saja kamu bisa menjadi seorang penguasa yang melakukan apa saja yang kamu inginkan! Memang untuk sementara waktu kamu terlihat sangat dikekang. Kamu harus menikahi Olive. Kamu juga harus tertanam dan bertumbuh di dalam Ideologi kita melalui serangkaian latihan fisik, mental dan spiritual. Tujuannya apa? Ya, supaya kamu menjadi lebih bebas dari pada semua orang karena kamu bersatu dengan Roh pemberi Ilham. Dengan itu kamu akan menjadi manusia yang paling bebas di muka bumi, sama seperti saya yang sudah melebur menjadi satu dengan Dia sehingga bebas untuk melakukan apa saja yang saya mau! Hahaha!”
Tubuhku meremang ketika mendengar tawa jahat Mr.Howard. Aku bisa melihat dengan jelas aura kegelapan yang keluar dari permukaan kulitnya. Baru saja ia berkata kepadaku bahwa ia telah bersatu dengan Roh itu. Inikah yang harus aku alami kedepannya, bersatu dengan bayang-bayang hitam nan pekat yang dipercayai Mr. Howard sebagai Roh Pemberi Ilham?

Book Comment (53)

  • avatar
    PutraGalang

    kerasss

    23d

      0
  • avatar
    Amelia

    500

    18/08

      0
  • avatar
    A.HASRAWATI

    kamu jelek

    31/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters