logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 21 Berikan Aku Ciuman

“Di mana?” tanya Max membuat gadis di hadapannya semakin terdesak.
Bibir Gabriella mulai bergetar menanti kata. Namun, tiga detik kemudian, saraf pusatnya masih belum mengirimkan respon. Sorot mata Max telah membekukan pikirannya.
“Ayo, tunjukkan!” tantang Max sembari membawa jemari Gabriella mendekati pipinya.
Sang gadis spontan menarik tangan dan menggenggamnya di atas pangkuan. Dengan wajah yang tertunduk, ia menyembunyikan kegugupan.
“Kenapa? Kau tidak bisa menunjukkannya, hm? Bukankah itu berarti kau memang menguping pembicaraan kami?” simpul pria yang masih membungkuk dengan kedua tangan membentengi kursi.
“A-aku tidak sengaja mendengar,” ucap Gabriella tak ingin mengakui kesalahan. Tingkahnya itu sukses membuat Max menaikkan sudut bibirnya.
“Tampaknya, kau sudah tidak sayang dengan bonekamu, huh?”
Mata sang gadis pun terbelalak. Bayang-bayang Max membunuh Snowy telah melintas di benaknya. “Baiklah, aku menguping.”
“Tak kusangka, ada orang yang lebih sayang dengan sebuah boneka daripada dirinya sendiri,” gumam sang pria merasa gemas pada Gabriella. Apalagi, ketika gadis itu mengerutkan alis dan sesekali mengintip lewat sudut atas matanya.
“Aku hanya penasaran. Tolong maafkan aku,” pinta gadis yang takut akan hukuman.
Menyadari hal itu, sudut bibir Max sontak menjadi ringan. Sebuah ide telah memancing keisengan.
“Kalau begitu, berikan aku sesuatu sebagai wujud permintaan maafmu.”
“Tapi, aku tidak punya apa pun untuk diberikan,” gumam gadis yang memang tidak mempunyai harta lagi.
“Aku tidak mau tahu. Dalam satu menit, kau harus memberiku sesuatu kalau mau dimaafkan,” ancam Max seraya menaikkan sebelah alis. Selang satu embusan napas, ia menoleh ke arah jarum jam di dinding.
Gadis di hadapannya pun mendesah dan mulai meremas jari. Setelah memutar otak beberapa saat, pandangan Gabriella kembali terangkat.
“Apakah aku bisa memberikan sebuah permainan piano?”
“Hanya jika itu sempurna,” sahut Max menumbangkan usulan sang gadis.
“Bagaimana dengan pijatan?”
Sang pria menggeleng tegas. “Aku tidak mau membawamu ke rumah sakit lagi.”
Desah napas Gabriella semakin terdengar putus asa. “Lalu, apa yang harus kuberikan?” gumamnya secara tidak sadar.
“Sebuah ciuman. Berikan aku ciuman!”
Pelupuk mata Gabriella seketika berhenti bergetar. Dengan tatapan penuh tanya, ia memandang ke depan. 
“Bukankah aku bukan seleramu? Lalu, kenapa kau meminta itu dariku?” selidik gadis yang benar-benar bingung menghadapi sang CEO.
Max sontak menyunggingkan senyum miring di bawah lengkung tinggi alisnya.
“Apa salahnya? Besok kita akan menikah. Kita harus melakukannya di hadapan orang-orang.”
Gabriella kembali tertunduk dan menghela napas samar. “Dasar pria aneh! Kenapa dia senang sekali membuatku melakukan hal yang tidak kusuka?”
“Waktumu sudah habis. Ucapkan selamat tinggal pada bonekamu!”
Sedetik kemudian, Max berjalan keluar menuju kamar. Gabriella sontak meringis dan mengejarnya.
“Hei, aku sudah meminta maaf. Kenapa kau masih marah?”
Max tidak menggubris. Ia tetap melangkah menuju Snowy yang diletakkan di atas piano.
Merasa terdesak, sang gadis akhirnya menarik lengan Max. Lalu, dengan mata terpejam paksa, ia menempelkan bibirnya pada bibir sang pria.
Begitu kelembutan Gabriella menyapa bibirnya, mata Max sontak melebar. Ia tidak tahu jika keisengannya malah berujung keheranan.
“Bukankah gadis ini membenciku? Tapi, kenapa mudah sekali membuatnya memenuhi permintaanku?”
Tanpa berpikir panjang, Max meraih pipi Gabriella dan memperdalam kecupan. Gadis yang hendak menarik wajahnya pun terbelalak. Dengan tenaga yang tak seberapa, ia mendorong dada sang pria. Akan tetapi, bukannya menjauh, Max malah mendesaknya hingga terjatuh di ranjang.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Gabriella di sela napasnya yang terengah-engah.
“Menunjukkan kepadamu ciuman yang sesungguhnya.”
Sedetik kemudian, sang pria hendak mendaratkan sebuah kecupan. Akan tetapi, Gabriella sudah lebih dulu menolehkan wajah.
"Ternyata, kau bukan pria baik seperti yang sempat kupikirkan," desah sang gadis menumpahkan kekesalan.
Pria yang sedang mengungkungnya pun terdiam. Bukankah mereka sedang bermain-main? Lalu, mengapa sang gadis tiba-tiba marah dan mengatakan hal yang membingungkan?
"Seharusnya, aku tidak usah menguping siang tadi. Aku tidak perlu bersimpati dan membantumu membuat maket. Kau bukanlah pria yang layak diberi perhatian."
Dada Max mendadak sesak. Perkataan Gabriella telah menancap tepat di hati. Ia baru sadar bahwa candaannya telah menyinggung sang gadis.
Sayangnya, penyesalan itu berganti menjadi gengsi dalam satu detik. Sang CEO tidak mungkin mengakui kesalahan di hadapan sang gadis.
"Jadi, tadi itu kau bersimpati kepadaku?" Lengkung bibir tipis kini terpasang di wajah Max.
Mendengar ledekan tersebut, sang gadis pun menelan ludah dan memberanikan diri menatap balik. Ia tidak terima jika pria itu berada di atas angin.
"Apa kau tidak terima jika gadis sepertiku mengasihani dan membantumu?"
Sadar bahwa suasana telah terlamau tegang, Max pun membelai rambut Gabriella dengan tatapan mengintimidasi. Sudah saatnya untuk mengakhiri permainan.
"Seharusnya, kau jujur saja kalau mau membantu calon suamimu. Aku bisa langsung memberikan arahan dan tak perlu berpikir yang macam-macam."
Alis sang gadis sontak berkerut. "Apa maksudmu?"
"Kukira, kau telah jatuh cinta padaku. Karena itu, aku mengujimu. Syukurlah, dugaanku ternyata salah."
Usai menerangkan singkat, Max beranjak dari tubuh Gabriella. Sang gadis kini mengerjap-ngerjap tak mengerti.
“Jadi, yang barusan itu ... kau tidak bersungguh-sungguh menciumku?”
Max tiba-tiba menghela napas lelah.
“Ternyata, kau ini sama sekali tidak berpengalaman, hm? Kau bahkan tidak bisa membedakan ciuman yang asli dengan yang palsu?”
“Mana kutahu kalau ada ciuman palsu?” gerutu Gabriella seraya beranjak duduk.
“Jadi, sekarang, apa kau sudah yakin kalau aku tidak mencintaimu?”
“Ya,” angguk Max tanpa menatap ke arah sang gadis. Perasaan aneh baru saja membekukan wajahnya.
“Lalu, apa kau sudah memaafkanku? Aku telah memberikan apa yang kaupinta,” ujar Gabriella dengan hati-hati.
Sang pria tiba-tiba beranjak dari kasur. “Sudahlah, aku mau kembali bekerja.”
Tanpa membuang waktu, ia keluar dari kamar, meninggalkan gadis yang mengerutkan alis mencerna kebingungan.
“Aneh. Kenapa dia tiba-tiba pergi? Apakah itu berarti dia sudah memaafkanku? Snowy sudah aman?”
Selang satu tarikan napas, Gabriella mengangkat jemarinya menelusuri jejak bibir Max yang masih hangat.
“Kenapa dia begitu semena-mena? Meskipun tujuannya hanya untuk mengetesku, tetap saja yang tadi itu ciuman.”
Sebelah tangan sang gadis kini menepuk-nepuk jantung yang tadi sempat menggila.
“Untung saja, aku bisa mengendalikan diri. Lain kali, aku harus lebih berhati-hati,” gumamnya seraya mengangguk-angguk.
Berbeda dengan Gabriella yang tetap tenang, Max mulai mengacak-acak rambutnya di ruang kerja. Dengan sorot mata penuh penyesalan, pria itu meringis dan mengerang.
“Kenapa aku bisa lepas kendali? Aku beruntung gadis itu polos dan mudah dibohongi. Kalau tidak, bagaimana aku harus menyelamatkan harga diriku?”
Selang beberapa saat, sang pria termenung dengan wajah cemberut. Hatinya terganjal oleh sesuatu.
"Tapi, bagaimana mungkin dia bisa menegaskan dengan santai bahwa dirinya tidak mencintaiku? Apakah setegas itu pula kebenciannya kepadaku?"
Sedetik kemudian, Max menggeleng-geleng cepat.
“Tunggu dulu. Kenapa aku memusingkan hal itu? Sejak kapan aku mengharapkan maaf, apalagi cintanya? Aku pasti sudah gila.”
Tiba-tiba, pintu di balik punggungnya diketuk. Sang pria pun tersentak dan spontan berputar. “Ya?”
Gabriella masuk dengan tampang datar dan tangan terjalin di depan. “Apa kau punya waktu sebentar?”
Max sontak mendesah dan menekan pelipisnya sejenak. “Apakah gadis ini ingin mengujiku?” pikirnya kesal. Sedetik kemudian, ia menegakkan wajah dengan ekspresi dingin.
“Katakan saja apa yang ingin kau sampaikan.”
Gabriella langsung melangkah maju dengan senyum tulus.
“Aku tidak berbohong saat mengatakan ingin membantu. Jadi, tolong beri aku arahan!”
Alis sang pria seketika terangkat heran. Ia tidak menyangka jika tekad sang gadis sebulat itu.
“Kenapa kau mau membantuku? Bukankah kau membenciku?” tanyanya kesal bercampur bingung.
Gabriella berkedip pelan. “Karena kita memiliki musuh yang sama.”
“Kau tidak menganggapku musuh?” tanya Max dengan sebelah alis berkerut tak percaya. Dugaan negatifnya nyaris terbantahkan.
“Bukan dirimu yang menjebakku dan menghancurkan rumahku,” terang Gabriella seraya mengangkat pundak. Pria di hadapannya langsung mengangguk-angguk setuju.
“Baiklah kalau kau sudah menyadari hal itu. Jadi, mulai sekarang kau turuti rencanaku. Jangan membocorkannya kepada siapa pun, termasuk Sebastian.”
Mata Gabriella sontak terbuka lebar. “Termasuk sekretarismu itu?” tanyanya heran.
“Ya. Rencana ini hanya aku dan kamu yang boleh tahu. Mengerti?”
Sang gadis pun mengangguk tegas. “Jadi, apa yang harus kulakukan sekarang?”
“Mulailah dengan menyelesaikan maket ini.”
Alis Gabriella kembali melengkungkan tanya. “Sebenarnya, ada apa dengan maket ini?”
“Menurutmu, kenapa aku langsung menyimpannya setiap meninggalkan ruangan? Inilah jalan keluar dari permasalahanku.”
Sang gadis mulai menggeleng meminta penjelasan lebih lanjut. “Bukankah kau bilang belum memikirkan solusi?”
Senyum miring sontak tersungging di wajah sang CEO. “Apakah kau ini kurang cerdas? Bukankah sudah kubilang untuk merahasiakan rencanaku?”
Gabriella otomatis terpelongo. Ia baru saja menunjukkan kebodohannya kepada sang pria.
“Sepertinya, kau harus banyak belajar dan bersandiwara, Nona. Aku tidak mau rencanaku gagal karena ulahmu.”
Lambaian tangan sang gadis langsung menyanggah. “Tenang saja. Aku tidak akan mengacau.”
“Benarkah? Kalau begitu, buktikan besok! Jadilah mempelai wanita paling bahagia di dunia.”
Antusiasme Gabriella perlahan menciut. Keraguan telah menimbulkan kegugupan dalam hatinya.
“Bisakah aku tetap tersenyum di hari pernikahanku? Pernikahan yang sama sekali tidak kuinginkan.”

Book Comment (242)

  • avatar
    Katrin Chaka Khan

    bagus banget aku suka aku suka... lanjut terus y semoga karyanya semakin banyak lagi...

    26/01/2022

      2
  • avatar
    Susan Utami

    Cerita yg bagus,,, menarik, gak bosan,,happy ending,, the best author good job 👍👍😊

    22/12/2021

      5
  • avatar
    DiasAna

    maravilha

    27d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters