logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 19 Terimalah Lamaranku!

Mata Gabriella berkaca-kaca saat kakinya menginjak tanah yang sudah lama tidak ditapakinya. Setelah menelan ludah dan menarik napas cepat, ia menoleh ke arah pria yang sedang menggenggam tangannya.
“Kenapa kau membawaku ke sini?”
“Untuk menepati janjiku,” sahut Max ringan. Senyum di wajahnya meskipun tipis tampak tulus.
Tanpa bertanya lagi, Gabriella melangkah menuju makam orang tuanya.
Begitu tangan gadis itu menyentuh batu nisan, air mata otomatis bergumpal dan jatuh dari pelupuknya.
"Mama, Papa .... Maaf, aku gagal menjaga rumah."
Napas sang pria mendadak terasa berat mendengar rintihan Gabriella.
"Maaf karena aku gagal menjaga diri sendiri," ucap gadis itu di sela desah napas yang tidak beraturan. 
Kepala Max tak bisa lagi tegak. Ia terlalu malu untuk menampakkan muka di hadapan makam orang tua gadis yang sudah ditidurinya.
Selama beberapa menit, Max hanya berdiri menyaksikan Gabriella menangis memeluk batu nisan. Sudut bibirnya terasa berat, sama seperti udara dalam paru-parunya yang menyesakkan.
Ketika tangis gadis itu reda, barulah ia menghampiri dan menyentuh pundaknya.
“Gabriella, bisa aku bicara sebentar?” 
Sang gadis menoleh dan menunjukkan mata merahnya. 
"Ada yang harus kusampaikan," tegas Max seraya menganggukkan kepala.
Selang satu kedipan, Gabriella akhirnya beranjak. Sang pria pun tak ragu memegangi tangannya agar lebih mudah berdiri.
Namun, ketika ia sudah kembali tegak, Max tidak juga melepas genggaman.
“Tuan Tomy dan Nyonya Brenda, saya Max Evans, calon menantu kalian.”
Sang gadis otomatis menoleh memeriksa ekspresi sang CEO. Pria itu tampak serius dengan otot wajah yang tegang.
“Maaf, kalau selama saya mengenal Gabriella, saya selalu membuatnya menangis.”
Sang gadis berkedip datar menyaksikan pidato sang CEO. Bukankah perkataan itu hanyalah formalitas tanpa ketulusan?
“Tapi, kalian tidak perlu khawatir. Mulai detik ini, saya tidak akan membiarkan kesedihan membasahi pipinya. Karena itu, saya meminta izin untuk menikahi Gabriella.”
Sang gadis langsung menyentak tangannya.
“Kenapa kau meminta izin sekarang? Bukankah kita belum tentu menikah?”
Sang pria menarik napas panjang lalu melebarkan senyuman. “Apa kau jadi mengikuti kompetisi besok?”
Bibir sang gadis sontak bergetar tanpa kata. Setelah menunduk memperhatikan jemarinya yang tidak stabil, ia mengerutkan alis dan mendesah.
“Tidak,” sahutnya dengan sangat terpaksa.
“Bukankah itu berarti, kau akan menjadi istriku?”
Gabriella terdiam sesaat. “Ya.”
“Kalau begitu, jangan menghalangiku meminta restu orang tuamu.”
Max kembali mengalihkan pandangan ke makam, sementara gadis di sampingnya mendesah pasrah.
“Aku memang tidak mencintai putri kalian. Tapi, aku berjanji akan memperlakukannya sebagai seorang istri dan menjalankan tanggung jawab sebagai seorang suami. Karena itu,” Max tiba-tiba berlutut di hadapan sang gadis dan membuka sebuah kotak kecil, “Gabriella, terimalah lamaranku di hadapan orang tuamu.”
Alis sang gadis spontan berkerut. Ia tidak menyangka bahwa sang CEO akan bertindak sejauh itu.
"Apakah kita memang harus menikah?"
"Ya." Max mengangguk tanpa ragu.
Gabriella mendesah. Ia masih berharap ada keajaiban yang mengubah keputusan sang pria.
"Kau tidak harus menikahiku. Kalaupun tanganku tidak bisa sembuh, anggap saja itu takdirku, bukan tanggung jawabmu."
Max memiringkan kepala sejenak. "Apa kau pikir, aku ini orang yang plin-plan? Keputusanku sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat."
"Kau benar-benar yakin ingin menikahiku?"
"Seratus persen yakin. Sudahlah! Cepat terima lamaranku! Kakiku mulai pegal."
Dengan alis berkerut, sang gadis menyentuh logam mengilap berbentuk setengah lingkaran yang dikaitkan dengan rantai kalung.
“Apa ini?”
“Kunci kamarku,” ujar Max seraya berdiri.
Tanpa canggung, ia mencabut kunci dari kotak lalu mengalungkannya di leher Gabriella.
“Kau melamarku dengan kunci kamarmu?” tanya gadis yang mengangkat alis.
“Apakah kau tidak mengerti? Ini simbol dari kebebasanmu. Kamu tidak perlu terkurung di kamarku lagi. Kamu memiliki kuncinya sekarang.”
Tanpa sadar, bibir Gabriella mulai melengkung senang. “Aku sudah bebas?”
“Ya, tapi kau tetap dalam pengawasanku. Dan, ingat, kesepakatan kita masih berlaku.”
Senyum yang baru terbit di wajah sang gadis seketika kembali tenggelam. “Kesepakatan?”
Max pun mendekat dan menempelkan bibirnya pada telinga Gabriella. “Bahwa kau akan selalu percaya dan patuh kepadaku.”
Sang gadis kini memasang tampang datar dan sorot mata pasrah. Kunci itu hanyalah formalitas. Pada dasarnya, ia masih akan terkekang oleh sang CEO.
Gabriella tidak sanggup membayangkan apa saja yang bisa dilakukan oleh pria itu setelah mereka menikah.
“Hei, tersenyumlah! Kau baru saja menerima lamaranku. Jangan membuat orang tuamu khawatir karena wajah lesumu itu.”
Gabriella terpaksa menaikkan sudut bibirnya. Namun, sekeras apa pun ia mencoba, wajahnya tetap tidak mau mengumbar kepalsuan. Bahkan hingga mereka kembali ke rumah, tampangnya tetap dingin dan hambar.
“Apa yang sedang kau pikirkan?” tanya Max yang penasaran dengan diamnya sang gadis.
“Tidak ada,” sahut Gabriella dengan malas.
“Aku sudah memberimu kebebasan. Bukankah kau seharusnya senang?”
Gadis yang melangkah menuju pintu pun berhenti dan menoleh ke arah sang pria.
“Aku terpaksa menikahi pria yang tidak kucinta. Apakah aku bisa senang?”
Belum sempat Max menimpali, Sebastian tiba-tiba muncul dari dalam rumah dan menyita perhatian.
“Ke mana saja kau, Tuan CEO? Aku menunggumu hampir seharian. Ada hal penting yang harus kusampaikan secara langsung.”
Alis Max spontan berkerut heran. “Bukankah kubilang akan menemuimu sore ini? Kenapa kau malah ke sini?”
“Ini genting. Julian tiba-tiba datang ke perusahaan dan mengambil alih wewenang CEO. Ia telah mengantongi persetujuan dari dewan direksi, sedangkan kau malah pergi berdua bersama Gaby?”
Mata Gabriella pun melebar. Ia tidak menyangka namanya akan disebut oleh Sebastian.
Sementara itu, sang CEO mendesah pelan melihat ketegangan pada wajah calon istrinya.
“Kita bicarakan di ruang kerjaku, Bas. Jangan di sini. Dan, kau ... lakukan apa saja yang kau mau asalkan tidak keluar dari rumah ini.”
Tanpa memastikan Gabriella memahami ucapannya atau tidak, Max bergegas masuk dan menaiki tangga bersama sang sekretaris.
"Apa yang ingin mereka bicarakan? Kenapa mereka menghindariku?"
Beberapa detik kemudian, sang gadis ikut masuk dan membuntuti para pria.
Setelah menelan ludah dan menahan napas, Gabriella memberanikan diri untuk menempelkan telinga pada pintu ruang kerja sang CEO.
“Ini tidak seperti dirimu, Max. Sejak kapan kau mengesampingkan urusan pekerjaan karena seorang wanita?” tegur Sebastian sukses membuat si penguping mengerutkan alis.
“Kenapa kau menyinggung masalah Gabriella lagi? Gadis itu tanggung jawabku, Bas. Dia telah banyak menderita karenaku.”
“Tapi, bukan kau yang menghancurkan rumahnya dan bukan kau juga yang sengaja meminum obat perangsang. Dia bukan tanggung jawabmu.”
Suasana hening sejenak, memberi kesempatan bagi Gabriella untuk mencerna kebenaran.
"Pria itu memang tidak bersalah?" gumam sang gadis sembari mendesah samar.
“Ayolah, Max! Kaulah yang pertama mencurigainya. Tapi sekarang, kau rela menanggung bebannya dan membahayakan karirmu sendiri? Apakah kau sudah jatuh cinta padanya?”
“Apa maksudmu? Aku tidak mengorbankan jabatanku.”
“Tapi, itulah kenyataannya. Keputusan cerobohmu itu membuat Amber berubah haluan. Sekarang, apa yang akan kau lakukan untuk menghentikan Julian?”
“Soal itu, aku masih belum menemukan jalan keluar.”
Tangan gadis di balik pintu spontan terkepal di depan dada. Hatinya berdenyut aneh mengetahui kesulitan yang dialami calon suaminya.
“Carilah secepatnya! Sekalipun Gabriella bukan perempuan bayaran, jangan biarkan dia mengalihkan fokusmu. Kau tidak biasanya lambat begini.”
“Hei, jangan meremehkanku! Aku hanya sedang berhati-hati mengingat ada musuh yang tak terlihat di dalam perusahaanku sendiri.”
“Oke! Buktikan, Max!”
Sebelum Sebastian membuka pintu, Gabriella telah berlari masuk ke dalam kamar. Sambil bersandar pada pintu, gadis itu merenungkan apa yang baru saja didengar olehnya.
“Ternyata, pria itu sedang di ujung tanduk? Tapi, kenapa dia menyempatkan diri untuk mengurusku?” pikir perempuan yang tertunduk itu.
Setelah menghela napas penyesalan, ia mengangkat tangannya yang bergetar ke depan mata.
“Ini juga bukan salah laki-laki itu,” gumam Gabriella seraya mengepalkan tangan. Perasaan aneh kini mengganjal dalam hatinya.
"Sepertinya, aku sudah membenci orang yang salah."
Tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu. Gadis itu pun terkesiap dan bergegas membukanya.
“Selamat siang, Nona. Maaf, baru sekarang saya bisa memperkenalkan diri. Saya Minnie. Tuan Max biasa memanggil saya Bibi.”
Si kepala pelayan menyapa dengan senyum hangat. Gabriella pun membalasnya dengan lengkung bibir kaku. Renungan dalam kepalanya telah dibuyarkan oleh keheranan.
“Saya diutus oleh Tuan Max untuk mengajak Anda berkeliling. Nyonya Evans tidak boleh tersesat di rumahnya sendiri.”
Alis Gabriella sontak terangkat penuh tanya. “Nyonya Evans?”
“Benar, Nona. Bukankah besok kalian akan menikah? Nanti sore, Enchanted Bridal akan datang kemari. Sebelum itu, kita masih punya waktu untuk mengenal rumah ini.”
Kebingungan semakin memenuhi kepala sang gadis. “Untuk apa Enchanted Bridal datang kemari?” tanyanya seperti orang bodoh.
“Tentu saja untuk fitting gaun pengantin Nona.”
“Memangnya, acara pernikahan macam apa yang direncanakan oleh Max? Apakah sebuah resepsi yang mewah?”
Minnie tertawa melihat ekspresi lucu pada wajah Gabriella.
“Saya juga tidak tahu, Nona. Saya hanya menerima dan menjalankan perintah. Sekarang, mari ikut dengan saya! Kita mulai dari lantai ini saja.”
Sambil mengerutkan alis, Gabriella membuntuti langkah si pelayan.
“Kenapa Max terburu-buru melangsungkan pernikahan dan repot-repot menyiapkan segalanya? Bukankah urusan perusahaannya jauh lebih mendesak?”
“Ayo, Nona!” panggil Minnie sukses membuat Gabriella mengerjap. Setelah mengangguk, ia mempercepat langkah dan mulai menyimak penjelasan dari si kepala pelayan.

Book Comment (242)

  • avatar
    Katrin Chaka Khan

    bagus banget aku suka aku suka... lanjut terus y semoga karyanya semakin banyak lagi...

    26/01/2022

      2
  • avatar
    Susan Utami

    Cerita yg bagus,,, menarik, gak bosan,,happy ending,, the best author good job 👍👍😊

    22/12/2021

      5
  • avatar
    DiasAna

    maravilha

    28d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters