logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

|7|. Menikahlah Denganku

"Maaf pak, saya tidak bisa minum itu" Tolak Hana sopan. Anggur yang sudah difermentasi itu tak lagi halal untuk di minum. Hana melambaikan tangannya ke atas, memanggil pelayan.
Seorang pelayan wanita pun berjalan mendatangi meja, "Ada yang bisa saya bantu nona Hana?"
Staf tersebut tentu mengenal Hana. Putri bungsu dari pemilik restoran tempat mereka bekerja. Putri konglomerat yang dikenal religius dan menarik diri dari publik. Seringkali gadis cantik itu datang ke restoran,  mentraktir kedua sahabatnya makan di sana. Biar begitu Hana tetap tampil rendah hati dan tidak sombong.
"Tolong, secangkir teh chamomile" Hana mengelus perut datarnya. Tidak tau kenapa nyeri menstruasinya menjadi lebih parah dari sebelumnya.
Pelayan wanita itu sempat melihat keganjilan dari rona wajah cantik Hana yang tampak agak memucat. Ia awalnya ingin bertanya apa gadis itu baik-baik saja? Hanya merasakan aura dingin Pasha yang mendominasi sekitar, ia tak tahan untuk segera pergi meninggalkan meja.
"Maaf pak, langsung saja. Saya akan berterus terang pada anda malam ini"
Pasha perlahan meletakkan botol anggur itu di meja. Mengambil gelas miliknya, ia meneguk cairan merah itu sedikit dengan tatapan yang terus mengarah ke gadis kecil di depannya.
"Saya seorang mahasiswi semester enam yang sama sekali tidak berniat untuk menikah muda. Saya cukup ambisius pada beberapa hal dan sangat berprinsip. Saya religius, sederhana dan kadang masih sedikit labil. Jadi mohon dengan sangat kepada anda, untuk membatalkan lamaran anda"
Pasha tidak mengira nyali gadis itu tidak menciut sama sekali. Banyak orang yang setelah berada cukup lama dalam tatapan dinginnya, mereka pasti tak tahan hingga kehabisan kata untuk berbicara. Tapi gadis kecil di depannya ini—
Tampak cukup takut dan berani bersamaan.
Sebenarnya Hana sangat gugup dan takut. Kedua kakinya yang di bawah meja sudah bergetar sejak tadi. Tapi syukurlah ia dapat mengucapkan rentetan kalimat panjang itu dengan cukup baik dan lancar. Di samping nyeri di perutnya yang benar-benar...
Tak tertahan.
Pasha yang merenungi perkataan Hana tadi, itu tak sanggup menyembunyikan senyum dingin di bibirnya yang kesekian kalinya berkedut— tapi enggan berbicara. Ia hanya menggoyangkan gelas anggurnya dan kembali menyesapnya sedikit.
Hana dengan gugup meremas jari-jemarinya, menunggu pria di depannya itu berbicara. Tapi beberapa menit berlalu, yang terjadi hanyalah keheningan. Sampai seorang pelayan datang membawa pesanannya, ia mengangguk kecil kearah pelayan itu sembari tersenyum mengucapkan, "Terimakasih"
"Sama-sama nona!" Pelayan itupun tersenyum sopan dan pergi.
"Jadi, apakah anda menyetujui permohonan saya ini?" Hana memutuskan untuk langsung bertanya. Melihat pria didepannya yang hanya diam saja menatapnya tanpa ekspresi.
"Sebelum itu, bolehkah saya bertanya?" Ini adalah hal yang paling mengejutkan bagi Pasha malam ini. Bukankah yang harusnya datang adalah kandidat kedua? Tapi kenapa...
"Ya" Gugup, Hana mengangguk.
"Apa kau adalah gadis yang di comblang kan dengan ku?"
Deg!
"Huk..huk" Hana yang baru saja meminum teh chamomile hangat itu terus terbatuk mendengar pertanyaan yang dilayangkan pria itu.
"Setahuku yang hadir adalah putri kedua Pak Arya, yang berambut ikal panjang sebahu. Tapi kenapa gadis yang datang pada ku malam ini..." Pasha memperhatikan pasmina hitam yang membalut wajah tirus Hana yang cantik.
"Adalah putri ketiga pak Arya?" Jelas gadis berhijab yang duduk didepannya itu adalah putri bungsu kesayangan Arya. Yang Arya usahakan dengan keras agar tidak dinikahkan dengannya. Tapi yang terjadi malam ini sungguh mengejutkan.
Hana tanpa sadar meremas gaun hitamnya, takut. 'Apa ini? Bukannya kata kak Keira pria itu tidak mengenali mereka?'
"Ah, itu—" Hana yang tidak pandai berkelit dalam kebohongan dengan tak berdaya mengakui, "Baik, sebenarnya aku datang kemari untuk menggantikan kakak ku" Hana menggigit bibir bawahnya, di samping takut karena sudah ketahuan bermain-main, itu juga karena nyeri di perutnya kian menjadi-jadi.
Mengambil cangkir, Hana menenggak habis teh Chamomile itu. Rasa hangat yang mengalir hingga ke dalam perut dan zat inflamasi yang terkandung dalam chamomile, perlahan mulai bekerja meredakan nyeri menstruasinya.
Pasha dapat melihat perubahan signifikan pada gadis didepannya. Tampak wajahnya yang semula putih cerah, kini redup memucat. Pasha tidak akan mengira gadis itu akan se-takut itu setelah ketahuan olehnya.
Tidak tau kenapa, rasanya pemandangan itu cukup menghibur. Membuat Pasha benar-benar ingin, membawa gadis itu pulang bersamanya. Menjadikannya permata yang berharga dan biar perlu menguncinya dalam brankas agar tidak ada siapapun yang bisa mengambil hal indah itu darinya.
"Dia menolak untuk menikah dengan anda. Jadi dapatkah anda membatalkan pernikahan ini?"
"Sejak awal, saya juga menolak menikahinya"
"Ah, itu adalah hal yang baik. Kalau begitu urusan antara kita malam ini sudah selesai. Maaf karena sudah menipu anda.." Tidak mengira zat inflamasi itu bekerja tidak begitu lama. Hana yang sudah tak sanggup menahannya lagi, segera bangkit dari kursi. Ia berpikir untuk segera pulang dan berguling-guling di ranjang.
Tapi tepat ketika Hana hendak melangkah pergi...
"Tapi karena malam ini saya sudah datang, saya bertekad untuk menikahi siapapun gadis itu dan—"
Hana tercengang. Wajahnya yang pucat pasi itu menatap tak berkutik kearah Pasha.
"Karena yang datang adalah kau. Maka aku meminta pertanggungjawaban mu dalam hal ini"
"A-apa?" Hana mulai linglung, "A-anda ingin saya bertanggungjawab seperti apa?"
"Menikahlah denganku"
"Haah?" Tanpa sadar Hana memekik. Ia ingin menentang keras hal itu tapi di sisi lain Hana tak dapat menahan kram perutnya yang semakin tak karuan.
Tanpa kata Hana berlari pergi. Tapi naas, karena sepasang high heels itu ia terjatuh. Beberapa pelayan wanita segera datang membantunya bangun.
"Anda baik-baik saja nona Hana?"
"S-saya baik-baik saja" Hana perlahan bangun dan di bantu oleh kedua pelayan itu.
"Terimakasih" Sopan Hana mengucapkan terimakasih pada kedua pelayan itu karena sudah membantu.
Hana langsung melepas kedua alas kaki yang menyusahkan itu dari kakinya. Tepat ketika ia hendak pergi, nyeri dalam perutnya kali ini telah berada di puncak. Rasanya persis seperti ribuan tangan datang mencabik-cabik perutnya tak bersisa.
Hana berjongkok dan merintih. Terus saja air mata berjatuhan di kedua belah pipinya.
"Kau baik-baik saja?" Pasha sudah berdiri di depan Hana dan segera mengusir para pelayan wanita yang lagi-lagi datang untuk menanyakan keadaan gadis itu.
Hana segera mengusap kedua belah pipinya yang sudah basah dan bersikeras untuk bangun, "Saya baik-baik saja"
"Kau bohong"
"Huh?"
"Wajahmu kelihatan tidak baik sama sekali" Sangat jarang Pasha memiliki rasa empati. Tapi gadis didepannya itu membuatnya tak tahan untuk tidak peduli.
'Permata di depan ku ini, aku harus bisa memilikinya'

Book Comment (279)

  • avatar
    RustantiDiah

    cerita yg menarik n byk pelajarannyg bisa diambil

    29/08/2022

      1
  • avatar
    AnanAfnan

    bagus sekali ceritanya

    5d

      0
  • avatar
    Mato Sia Hukul

    sangat bgus

    16d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters