logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 7 Ujian

Laila merasa pusing dan tidak selera makan. Sang Ibu yang mendapati anaknya terlihat diam menjadi khawatir.
"Kamu sakit?"
"Agak pusing nih, Bu."
"Ayo segera minum obat, terus tidur supaya cepat sembuh.
"Tanggung nanti saja, bentar lagi Isya."
"Makan lagi roti yang kemarin, masih ada 'kan?"
"Iya masih, sebentar lagi deh makannya."
Salimah menatap putrinya karena merasa kasihan harus bekerja membantu dirinya.
Limo menawarkan diri untuk membuatkan teh manis untuk kakaknya.
"Baik sekali kamu, Limo, ya sudah buatkan saja sekalian buat Ibu juga."
*****
"Kalau masih pusing, besok kamu enggak usah masuk, biar Ibu yang kasih tahu Bu Joko kalau kamu izin dulu sehari."
"Enggak usah, enggak enak, siapa tahu besok aku enggak pusing lagi."
Tubuh Laila terasa sakit namun dia berusaha untuk kuat agar Ibunya tidak khawatir dia berusaha bangkit dan memakan roti.
Bekerja setiap hari itu ternyata melelahkan. Aku kasihan sama Ibu yang tiap hari memulung juga mencuci di rumah Bu Seno atau yang lainnya.
Laila merasa khawatir jika Ibunya yang sakit. Dia mencoba untuk tetap menggerakkan badannya yang terasa sakit.
Ya Allah berilah aku kekuatan, jangan sampai aku sakit, kasihan Ibu kalau aku sakit dan merepotkannya.
Salimah mengusap rambut Limo yang basah karena keringat.
Ya Allah berilah hamba kekuatan menjalani semua ini, semoga anak-anakku sehat selalu.
Malam semakin larut dan hening.
Salimah menatap potret mendiang suaminya.
Lelaki yang baik dan bertanggungjawab itu kini sudah menghadap Sang Khalik.
Tidak ada yang menduga bahwa suaminya akan pergi meninggalkan dirinya secepat itu.
Hari-hari yang dilalui terasa begitu lambat dan berat. Tetapi Salimah percaya akan kebesaran Tuhan, bahwasanya tidak ada satu pun makhluk yang tidak diberi rejeki oleh-Nya.
Bukankah Allah Subhana Wata'ala selalu mengatur urusan makhluknya tanpa terkecuali.
Ada rasa sedih dan sakit terkadang saat dirinya selalu direndahkan oleh beberapa warga. Meski dia sadar bahwa semua ini adalah ujian semata.
Menempati rumah kecil dengan listrik gratis memang patut disyukuri. Kamar mandi yang berada di luar tidak lantas membuat dia kesal karena memang tidak cukup bila membuat WC di dalam rumah.
Sebagai seorang Ibu sekaligus kepala rumah tangga dia harus terlihat tegar.
Laila putrinya sebenarnya merasa kasihan jika Ibunya harus bekerja juga. Laila menyadari bekerja itu tidak mudah apalagi dia harus memastikan dirinya agar selalu sehat namun kenyataannya tubuhnya terasa sakit.
Berjalan kaki setiap hari. Hanya sesekali naik ojeg yang kebetulan berdiam di depan menunggu pelanggan.
*****
Limo masih terbaring meski sudah dibangunkan beberapa kali.
"Dia enggak sakit lagi, 'kan?"
"Enggak, Bu, dia enggak panas lagi kok."
Salimah mencoba membangunkan lagi putranya tersebut.
"Sahur lagi, Bu?"
"Iya, kamu harus sahur biar kuat puasanya."
"Iya deh, aku makan, tapi aku masih ngantuk."
"Saat puasa kita disunahkan makan sahur agar mendapat pahala dan keberkahan di bulan suci ini."
"Ya deh aku makan, tapi pahala kok enggak kelihatan?"
"Pahala tabungan buat di akherat nanti, jadi enggak kelihatan, ayo cuci dulu mukamu, sudah Ibu siapkan air di wadah kecil tuh ada di meja."
Setelah mencuci mukanya Limo segera melahap makanan kesukaannya, ikan goreng kering buatan Ibunya."
"Enak ya bulan puasa banyak makanan yang lezat kayak gini, aku jadi pengen puasa terus nih."
Salimah tertawa mendengarnya.
"Puasa satu bulan udah cukup, nanti kalau mau puasa ya senin-kamis, Mo."
"Oh, gitu, ya deh nanti aku mau puasa Senin-Kamis kalau udah selesai ramadhan."
"Ya, terserah, jangan lupa besok pagi kamu harus segera serahkan tugas ke Bu guru, jangan malas ngerjainnya."
"Iya nanti abis makan aku kerjakan deh."
*****
Laila masuk bekerja dengan menggunakan angkutan yang kebetulan lewat.
Alhamdulillah ada yang lewat.
Ira terlihat duduk sendirian.
"Ira, sendirian?"
"Iya, Wira lagi enggak enak badan, jadi kita berdua deh."
"Hari ini agak mendung, adem ya?"
"Iya Laila, enggak terlalu panas kayak kemarin."
"Kamu kok pucat, jangan-jangan lagi sakit ya?"
"Enggak, kemarin aku pusing tapi sekarang enggak terlalu, cuma emang agak lemes sih."
"Ya udah kamu duduk saja, nanti biar aku yang layani pembeli."
"Tenang aja, aku masih bisa kerja kok."
Siang hujan melanda, mereka berdua berdiam diri karena sepi pembeli.
"Biasanya meski puasa enggak sesepi ini, pasti ada aja yang beli roti mentahnya."
"Ya mungkin pada tidur siang, mudah-mudahan menjelang sore ada banyak pembeli."
"Aamiin deh, tapi aku juga agak capek padahal cuma bakar roti atau bikin minuman saja, apa karena aku kurang vitamin?"
"Iya kali, aku juga baru ingat supaya enggak cepat lelah kita butuh vitamin."
"Iya kayaknya emang harus minum vitamin."
******
Menjelang sore pembeli mulai berdatangan. Mereka berdua bekerja sama untuk melayani pembeli.
Mereka berbuka di kedai karena sibuk melayani pembeli yang banyak.
"Kita jalan kaki atau tunggu angkutan saja?"
"Kita naik angkutan saja, aku capek kalau jalan kaki."
"Iya, Ira rumahmu jauh ya?"
"Ya lumayan, kemarin baru pindah kontrakan jadi enggak bisa nebeng lagi sama Wira."
"Semoga kita bisa beli motor, biar enggak naik angkutan umum."
"Aamiin, ya semoga saja."
*****
Salimah menyambut putrinya yang baru pulang setengah tujuh malam.
"Aduh anak Ibu baru pulang, enggak kehujanan?"
"Enggak, kita naik angkutan kebetulan di kedai ada payung jadi kita pakai berdua, pas naik angkutan eh hujan reda, dibawa sama Ira deh payungnya."
"Aduh syukurlah, Ibu cemas kamu pulang jam segini."
"Ya sudah aku mau mandi dulu deh, enggak enak gerah."
"Buka sama apa?"
"Aku makan roti di sana, sisa dagangan kubeli saja, enggak apa-apa 'kan, Bu?"
"Ya, enggak apa-apa, nanti Ibu tambahin buat makan takutnya nanti besok buka di luar lagi."
"Aku bekal saja gimana?"
"Jangan, enggak enak, nanti dingin makananmu."
"Biar saja, supaya menghemat."
******
Laila menyeduh kopi dan menikmati goreng singkong buatan Ibunya.
"Singkong ini enak kayak singkong milik Pak Salim."
"Betul sekali, tadi siang Bu Salim datang katanya panen singkong."
"Wah, pantasan, singkong paling enak ini, aku suka sekali."
"Iya, besar-besar lagi, memang pas kalau sama kopi hitam."
"Iya, Limo kamu enggak mau makan singkong ini?"
"Udah barusan abis empat goreng dia, sama teh manis."
"Iya aku suka banget, ada lagi enggak, Bu?"
"Sini masih banyak, ayo kita makan bersama."
"Tapi kata kakak aku harus tidur udah jam sembilan nih."
"Oh, iya sana tidur nanti kamu susah dibangunin lagi."
Salimah tersenyum kemudian meneguk kopinya.
"Kamu enggak capek hari ini?"
"Enggak sih Bu, cuma kadang pegal dan pusing."
"Kamu harus banyak minum air putih, kalau abis buka tuh jangan kebanyakan teh manis."
"Iya sih, tapi kayak nikmat banget kalau abis minum teh manis hangat tuh."
"Apalagi kamu doyan kopi kayak Ibu, harus banyakin minum air putih."
"Iya deh, nanti minum yang banyak."
*****
Pukul dua malam Salimah menghangatkan nasi dan memotong sayuran untuk dioseng.
Laila terbangun karena mendengar Ibunya yang sedang memotong.
"Ibu, udah bangun jam segini, mau aku bantu?"
"Enggak usah, udah selesai kok, tinggal menunggu jam tiga tinggal masak deh."
"Ya udah, aku tidur lagi ya."
"Ya sudah nanti kamu pusing pas kerja kalau bangun jam segini. Nanti Ibu bangunkan."
Laila kembali berbaring karena masih mengantuk.
Setelah selesai memasak, Salimah ke luar mengambil wudu untuk melaksanakan salat malam tidak menyia-nyiakan sepertiga malam untuk berdoa kepada Sang Khalik.
Dalam sujud panjangnya Salimah menangis teringat suaminya.
Ya Allah ampuni segala dosa suamiku dan diri hamba dan semoga kita bisa disatukan kelak di jannah-Mu Ya Allah.
Setelah selesai Salimah membangunkan Laila dan Limo untuk sahur.

Book Comment (24)

  • avatar
    MaulanaFiki

    bocil ml

    20/07

      0
  • avatar
    RamajbStok

    kawin dan buka LG g flex dan aku

    07/06

      0
  • avatar
    MaulanaRangga Lintan

    mantap

    31/05

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters