logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 6 Arena Balap

6. Arena Balap
Dongmin menyampirkan tas di punggungnya. Meraih blazer dan menuruni anak tangga menuju meja makan di lantai satu. Di sana sudah ada Mama yang siap dengan beberapa perlengkapan sang anak. Wanita cantik itu sangat mendukung keputusan kepala sekolah yang mewajibkan anaknya tinggal di asrama. Bagaimanapun, saat ini belajar dengan giat adalah hal yang paling wajib.
“Eomma sudah siapkan semua keperluanmu. Nanti kalau ada yang tertinggal, kamu bisa minta tolong Ahjussi Kang untuk mengantarkan. Eomma ada keperluan di luar kota.” Mama menghampiri sang anak dan membenarkan dasi yang terlihat longgar.
“Eomma tidak perlu berlebihan. Aku tahu apa saja yang kubutuhkan.” Dongmin mengambil koper dan membawanya keluar. Mama yang melihat itu hanya bisa menggeleng pelan.
Dongmin bukan anak yang manja dan apa-apa tergantung dengan orang tua. Setelah perusahaan sang ayah melaju pesat, lelaki itu memang jarang sekali berkumpul bersama kedua orang tuanya. Bahkan kini sang Mama juga ikut sibuk dengan bisnis barunya.
Terlebih sekarang dia sendiri harus gencar merombak nilai rendahnya dan kembali masuk ke kelas atas. Ambisinya masih sangat tinggi untuk mendapat tempat pertama di sekolah. Ia akan merasa sia-sia jika kali ini usahanya gagal.
**
Youngsoo bangun lebih pagi. Ia melihat Seojun masih di atas ranjangnya, membolak-balikkan sebuah buku catatan. Sedikit penasaran, lelaki berwajah mungil itu mendekatinya.
“Belum mau berangkat?” tanya Youngsoo kini. Seojun memang sudah berseragam lengkap, tapi di masih terlihat santai.
Lelaki berbadan kekar itu hanya melirik Youngsoo sekilas. “Kita hanya perlu berjalan sebentar untuk sampai di kelas. Jadi santai saja.”
Hanya bisa menghela napas pasrah, Youngsoo ikut duduk santai di ranjangnya. Menatap sang sahabat dengan tatapan serius. “Kau yakin dengan rencana malam nanti?” pertanyaan itu membuat keduanya saling tatap. Bahkan terlihat serius.
“Aku tidak ingin menunggu terlalu lama.” Seojun mengepalkan kedua tangannya. “Jika ini terlalu lama, dia selamanya aku tak bisa berdekatan dengannya.”
Youngsoo tahu, tapi ia tetap tak mengerti dengan jalan pikiran temannya itu. Kebencian itu tetap ada meski berusaha dilupakan. Meski sudah berapa kali diingatkan, Youngsoo juga tak ingin terlalu memaksa. Pasalnya, ia tidak ikut merasakan hal buruk yang sudah di alami Seojun beberapa tahun lalu. Terus berada di smapingnya adalah jalan satu-satunya yang bisa dilakukan saat ini.
Seojun sendiri tak ingin mengingat masalah itu terlalu lama. Bahkan ia sendiri jengah dengan dendam yang tak bisa ia lepaskan. Namun, wajah kecewa kedua orang tuanya 2 tahun lalu masih membekas di ingatan. Bahkan sang Ayah harus merelakan uang tabungannya untuk membeli rumah hanya demi biaya sekolahnya yang terus meningkat, terlebih demi mengejar ketertinggalan.
**
Guru Kim menghampiri Kang Hoon yang baru saja memasuki wilayah sekolah. Keduanya saling bertatapan lurus untuk beberapa saat sebelum guru Kim membuka suara.
“Bisa datang keruanganku nanti selepas istirahat?” tanya lelaki itu yang berhasil menghentikan langkah kaki Hoon. “Aku hanya ingin mengobrol tentang beberapa hal denganmu. Tidak masalah, Kan?”
Tidak menjawab, Kang Hoon hanya menatap sang guru dengan tatapan datar. Sementara wali kelasnya itu tersenyum tipis. Menepuk pundak Hoon pelan sebelum melangkah menjauhinya.
Setelah kepergian guru Kim, Hoon nampak menarik senyum lebarnya saat kedua matanya melihat sosok wanita cantik yang baru saja melangkah melewati gerbang. Setelah mereka berdekatan, lelaki itu menyapanya ramah. Guru Jung yang sedikit kaget balas tersenyum.
“Ini masih terlalu pagi untuk aku melihat senyummu. Sangat menegrikan,” cetus wanita cantik dengan dres abu semata kaki. Kang Hoon terkekeh kecil.
“Apa aku sudah membuat Noona terpesona dengan ketampananku?”
“Cih. Kenapa begitu percaya diri.”
Keduanya terkekeh.
“Bagaimana kelasmu sekarang. Aku dengar kalian harus tinggal di asrama untuk satu tahun ini,” ucap guru Jung. Hoon nampak kesal dengan pertanyaan wanita itu.
“Sangat tidak menyenangkan. Bagaimana bisa mereka mengekang begitu saja.”
Guru Jung menatap Hoon lurus. “Hoon-ah, ini semua untuk kebaikanmu juga. Jika tidak diberlakukan pengetatan pada kalian, nilai kalian selamanya tidak akan naik. Apa kau—“
“Aku tahu. Dan aku mengerti. Nona cantik.” Satu kedipan mata dari Hoon membuat guru Jung tertegun. Tiba-tiba saja ada rasa bersalah yang menjalar di hatinya. Bagaimana jika ia menyakiti perasaan anak ini lebih dalam. Rasanya tak tega sama sekali. Tapi harus dilakukan.
“Ini sudah siang. Aku harus mengurus banyak buku baru.” Guru Jung berjaan lebih dulu yang kemudian disusul Hoon yang berjalan perlahan.
**
Guru Kang membagi lembaran tugas yang akan menjadi tugas pertama bagi kelas peralihan. Tugas kelompok pertama tepatnya. Kali ini tak ada yang terdengar mengeluh. Bahkan Daeho yang biasanya menyela, kini diam dan memperhatikan tugas yang diberikan. Sedikit lega, tapi juga ada kekhawatiran di sana. Waktu mereka di sini masih beberapa bulan lagi. Hari ini mereka baik-baik saja, besok atau lusa entah tetap, lebih baik atau malah lebih buruk lagi.
“Ini adalah tugas kelompok pertama dari saya. Kerjakan sesuai kelompok yang sudah saya berikan minggu lalu. Masing-masing membuat satu buah narasi untuk teman satu kelompoknya. Mengerti.”
“Mengerti, Saem,” jawab enam orang siswa. Sementara Minjun hanya menatap kertas yang ada di meja dengan tatapan datar. Kang Hoon membolak-balikkan kertas tanpa minat. Baru saja ia akan merebahkan kepalanya di meja, sebuah peringatan dari guru Jung membuyarkan niatnya.
“Kenapa nona cantik itu begitu memengaruhi kepalaku,” gumamnya pelan.
“Baiklah, hari ini itu saja yang bisa saya berikan. Selamat mengerjakan.” Guru Kang keluar jelas setelah memberikan tugasnya.
Seojun menghampiri Youngsoo yang bahkan belum memahami apa yang harus di lakukan. keduanya saling menatap dengan tatapan polos. Dibelakangnya, Minjun melirik mereka sekilas.
“Jangan suruh aku berpikir sekarang. Kita pikirkan tugas ini besok saja,” ujar Youngsoo terlihat frustrasi. Seojun hanya bisa menarik napas dalam. Dia juga tak bisa berpikir saat ini, mana mungkin bisa mengerjakan tugas sementara pikirannya berada jauh di arena balap.
Lelaki bertubuh kekar itu kembali ketempat duduknya. Sebelum itu, ia melirik Insu dan Hoon secara bergantian. Ada banyak kekacauan yang ada dalam otaknya saat ini.
Yohan melirik pasangannya sedikit takut-takut. Menatap Minjun lebih mengerikan daripada berhadapan dengan Kang Hoon. Kali ini ia benar-benar harus lebih berani lagi.
Daeho sudah mulai menulis meski tanpa berdiskusi dengan Dongmin, begitu pun juga sebaliknya. Berdiskusi bisa mereka lakukan di lain waktu. Sementara Insu dan Hoon hanya diam di tempat duduknya masing-masing. Tak berniat mengerjakannya.
*
Seojun menerima sebuah panggilan dari seseorang bernama ‘Tiger’. Wajahnya terlihat serius saat keduanya saling menyapa.
“Apa kau sudah menyiapkan apa yang sudah kita rencanakan?” tanyanya pada orang yang ada di seberang telepon.
Sepertinya ia mendapatkan jawaban yang ia harapkan, Seojun memasang senyum kemenangan. “Baguslah. Aku akan sampai di sana jam 7. Ingat, kita harus bermain halus.”
Setelah memutuskan sambungan teleponnya, Seojun berbalik pergi. Akan tetapi, langkahnya terhenti saat seorang lelaki jangkung bertubuh kurus menatapnya lurus.
“Kau yakin akan melakukannya?” tanya Youngsoo saat keduanya berada di gedung belakang sekolah.
Seojun menghela napas dalam. “Aku selalu ingin melakukan hal yang sudah seharusnya aku lakukan. Setidaknya sekali saja.”
Lelaki itu sangat bersungguh-sungguh. Ini memang tidak bisa dibenarkan, hanya saja jika tidak dilakukan, kebencian itu akan bertambah besar dan semakin sulit untuk disingkirkan. “Baiklah, kalau itu pilihanmu.” Youngsoo mengerti. Dia tidak akan menyalahkan sahabatnya itu. “Aku akan tetap mengawasimu.” Senyum tulus itu selalu memberikan rasa kepercayaan bagi Seojun.
“Youngsoo-ya.”
“Jangan terlalu bersemangat. Aku akan menyeretmu pulang jika rencanamu itu bisa membuatmu hancur.”
Perkataan itu terdengar sangat tulus. Tak ada kebohongan dari senyum yang sedar tadi nampak lembut. Seojun bersyukur bisa mengenal lelaki jangkung itu. selama ini, hanya dia yang bisa menenangkan saat dirinya terlalu bersemangat membuat keributan. Youngsoo anak baik, yang tak seharusnya ikut terlalu jauh dalam masalahnya.
**
Jam menunjukkan pukul 6 sore. Namun, Seojun sudah berdiri gelisah menatap jalanan yang masih nampak sepi. Di jalan ini, pernah ada balapan luar biasa. Layaknya pertarungan hidup dan mati. Dan Seojun pernah menjadi salah satu penantang yang cukup tangguh.
Ia terkenal sebagai pembalap tanpa rasa takut. Statusnya sebagai pelajar memang kerap membuat beberapa penantang lain meremehkannya. Namun, berbagai kemenangan pernah ia dapatkan membuatnya memiliki kepercayaan dari pembalap lain. Bahwa kemampuannya tak bisa diragukan.
Jika saja seorang lelaki dengan wajah dingin itu tak pernah menyentuh arena balap, kejadian mengerikan itu tak akan pernah terjadi. Seojun sadar kalau arena ini hanya ajang untuk mengusir rasa bosan dari kehidupan sekolah yang seperti tak ada habisnya.
Kang Hoon datang dan menyatakan tantangan tanpa rasa takut sedikit pun. Awalnya Seojun menerima tantangan itu dengan senang hati. Balapan berjalan tanpa hambatan, juga sangat memuaskan bagi Seojun. Akan tetapi, menjelang akhir saat beberapa meter lagi menuju garid finis, suara sirine polisi membuat semuanya buyar. Semua panik dan langsung melarikan diri. Sayang bagi beberapa orang, mereka tidak bisa melarikan diri karena jaraknya dengan polisi cukup dekat. Sama halnya dengan Seojun, ia tak bisa melarikan diri saat melihat dua mobil polisi yang berhenti di depannya, juga satu motor di belakang.
Lelak itu semakin kesal karena melihat mobil Kang Hoon yang sudah melesat menjauhi arena. Dia melarikan diri dengan sempurna. Padahal, tadi mereka berada di jarak yang tak lebih dari 2m. Sangat mustahil bisa melarikan diri sepersekian detik begitu cepat. Seojun digelandang ke kantor polisi. Meski tak mendapat hukuman karena masih berstatus sebagai pelajar, tapi berada di dalam tahanan beberapa minggu membuatnya nyaris kehilangan segalanya.
Mendengar apa yang dilakukan Seojun membuat kedua orang tuanyanya murka. Terlebih saat mendengar jika lelaki itu terancam akan dikeluarkan dari sekolah. Keluarga Yang Seojun bukanlah keluarga kaya, mereka harus bersusah payah membuat putra mereka masuk ke lingkungan SMA elit. Bahkan ayahnya selalu mementingkan semua urusan sekolah Seojun dari pada apa pun. Rasa bersalah semakin memuncak saat kesehatan sang Ibu ikut menurun. Dan dari sanalah kebencian Seojun pada Hoon bermula.
Seojun selalu menyalahkan Hoon atas apa yang terjadi di arena balap malam itu. Baginya, Hoon tak lebih dari seorang pengkhianat. Selalu berpikir jika yang melaporkan balapan liar malam itu adalah Hoon.
“Kau selalu datang lebih awal.” Youngsoo membuyarkan sebuah kenangan yang mengumpul di benak Seojun. Mengambil tempat duduk di samping Seojun yang masih berdiri terpaku, menatap lelaki itu lekat.
“Youngsoo-ya.” Kembali Seojun menatap lurus ke depan. “Apa, aku melakukan hal yang baik?” pertanyaan itu menyiratkan sebuah keraguan. Nyatanya, ia hanya akan menjadi seperti orang yang dia benci. Seojun membenci Kang Hoon, tapi akhirnya dia juga akan melakukan hal yang sama seperti orang yang dibencinya.
Akan tetapi, yang Seojun inginkan hanyalah menyelesaikan pertandingan yang dulu belum selesai. Hanya itu.
Hari sudah mulai menggelap. Beberapa penonton pun yang akan ikut bertanding sudah hadir di arena. Seojun dan Youngsoo menghampiri salah satu pembalap yang sudah memiliki nama besar di jalanan ini.
“Apa kau punya penantang lagi?” tanya lelaki jangkung dengan badan kekar dan tato bunga mawar di lengan kirinya. Ia tersenyum menyeringai. Lelaki itu sangat menyukai penantang yang bersemangat untuk mengalahkannya. Tak bisa diungkiri, sampai saat ini belum ada yang bisa mengalahkan permainannya. “Semoga saja menyenangkan.”
Seojun terkekeh kecil. “Tentu. Kali ini kau akan amat sangat menyukainya.”
Melihat bagaimana temannya berucap, Youngsoo terlihat khawatir. Bagaimana jika Kang Hoon tak datang malam ini. Pagi tadi lelaki putih itu memang sudah ia beritahu. Memang tak ada kata ‘iya’ keluar dari mulutnya, ia rasa Hoon mengerti.
“Senior, sepertinya sangat bersemangat malam ini,” ujar Youngsoo mencoba tak membuat suasana menegang.
Mikey, pembalap senior itu terkekeh. “Tentu saja. Tak ada yang membuatku lebih bersemangat selain para penantang yang pasti akan aku kalahkan.” Kepercayaan diri lelaki itu nyaris tak ada habisnya.
Orang yang ditunggu akhirnya datang. Lelaki yang masih mengenakan seragam SMA itu menatap kearah dua orang dari kelas yang sama dengan tatapan datar. Kemudian melangkah menghampiri mereka dengan langkah santai. Satu tangannya ia masukkan ke dalam saku celana sementara sebelah tangannya memegang blazernya.
“Kau mau aku melakukan apa?” tanyanya pada Youngsoo, orang yang memintanya datang.
“Huh, jangan pura-pura tidak mengerti. Bukankah dulu kau yang menyebabkan masalah di sini,” ujar Seojun membuat keduanya saling tatap.
Kang Hoon menyipitkan kedua matanya. Mencoba mengingat apa yang perna ia lakukan di sini. Ia tahu itu arena balap liar, tapi untuk apa dirinya di sini. Jika untuk ikut balapan, sangat mustahil. Bahkan ia lupa kapan dan dimana ia memegang kemudi.
“Ah, ini yang akan menantangku kali ini?” pertanyaan itu membuat Hoon semakin bingung.
“Kau tidak berniat akan mundur dari balapan malam ini, Kan?”
Hoon mulai mengerti arah obrolan asing itu. dia diminta untuk melakukan balapan liar malam ini. Dan lelaki bertubuh besar itu yang akan menjadi lawannya. Selain itu, Seojun dan Youngsoo juga bertanggung jawab atas keterlibatannya.
“Baiklah. Meskipun aku merasa tertipu, aku kana melakukannya.” Meski tak begitu yakin, Kang Hoon tak bisa menolak dan pergi begitu saja. Ia berencana akan bersenang-senang sejenak di tempat ini. Percuma kembali ke asrama jika di sana hanya membuatnya bosan.
***

Book Comment (120)

  • avatar
    WindiAnisa

    mantab

    20/08

      0
  • avatar
    LestariRani

    cerita nya sangat bagus and menarik

    14/08

      0
  • avatar
    Fely Sia

    ini sangat bguss

    13/08

      1
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters