logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Stray Kids

Stray Kids

Hany Eddera Hyaku


Chapter 1 Kelas Peralihan

#
Ini, bagaimana mereka dikumpulkan. Berada di kelas yang sama dengan sebutan ‘Kelas Peralihan’.
***
Duk!
“Ya! Perhatikan jalanmu. Kenapa berjalan seperti orang mabuk.” Seorang lelaki mengomel, tangannya meraih blazer yang terjatuh di lantai.
Dia Han Daeho, siswa kelas tiga dan juga siswa pertama yang masuk kelas peralihan. Baru tiga bulan di kelas tiga, rupanya membuat lelaki itu bosan menjadi murid yang biasa saja. Kemudian ia membuat masalah dengan beberapa tawuran antar sekolah dan juga membagikan jawaban soal ujian. Beruntung ia masih diizinkan sekolah di sini meski harus berada di kelas terendah dan berusaha lebih keras untuk kembali naik.
“Akh. Sangat membosankan.” Gumamannya terhenti saat pintu kelas terbuka, memperlihatkan seorang lelaki dengan kaca mata bertengger di batang hidungnya.
“Ya! Seo Dongmin. Apa yang membuatmu kemari,” ujar Daeho tak percaya. Ia mengenal lelaki itu dengan baik. Dia adalah murid pintar dari kelas 3-1, bahkan pernah berada di peringkat pertama saat di kelas 1.
Nyatanya manusia tak akan selamanya sama. Seo Dongmin, mengalami masa sulit setelah beberapa kali tidak bisa berada di peringkat 1. Tekanan terberat berasal dari keluarganya sendiri. Dia ikut menyabotase soal ujian dan mencuri jawaban. Tidak ada skors, hanya saja nilainya begitu merosot setelah itu. Bahkan 2 bulan lalu, ia ada di urutan terakhir kelas.
“Hm, aku tidak akan bertanya lagi,” ucap Daeho yang kini ingat bagaimana lelaki itu bisa berakhir di sini.
Dongmin memilih duduk di meja paling depan, sementara Daeho duduk di meja kedua dari belakang.
Pintu kembali terbuka, kali ini menampakkan dua orang yang nampak pantas berada di kelas ini. Mereka, Yang Seojun dan Park Youngsoo. Wajah mereka beberapa kali terlihat menghiasi papan pengumuman untuk blacklist bulanan. Keduanya sudah menjalin pertemanan semenjak awal masuk sekolah.
Mereka berdua kerap kali melakukan balapan liar dan mengganggu keamanan kota. Puluhan kali masuk ke kantor polisi, tapi tak pernah membuat mereka jera. Bahkan Youngsoo keluar masuk club malam dengan memalsukan identitasnya. Keduanya adalah para penjahat jalanan yang mengelilingi kota demi kesenangan tanpa memedulikan keselamatan semua orang.
“Kalian berdua seperti selebriti mading Bk,” celetuk Daeho yang langsung saja mendapat tatapan tajam dari Seojun. “Wae? Apa aku salah? Perlu bukti?” Tak ada sahutan, kelas kembali sunyi. Mereka menunggu murid lain dan juga wali kelas datang.
Tak berapa lama, seorang lelaki berpipi bulat masuk dengan snack di tangan.
“Anyeong. Jang In-su in here,” ujarnya dengan suara lantang dan juga senyum lebarnya.
“Aish, kau berisik sekali.” Daeho kesal.
Mendengar itu, In-su mendelik. “Wae! Apa aku tidak boleh bersuara?” keduanya hanya saling melempar tatapan tak suka.
Jang In-su adalah salah satu dari 10 anggota terkuat dari geng sekolah yang sempat membuat keributan besar tahun lalu. Selain wajah, ia juga memiliki mulut yang sama manisnya yang terkadang mampu menipu semua orang. Kecuali satu orang yang pernah berada dalam kelompoknya. Orang yang sangat ia hormati. Ada banyak keributan yang dilakukannya hingga ia bergabung dengan kelas peralihan, termasuk tawuran besar yang nyaris memakan korban.
Pintu belakang terbuka menampakkan seseorang dengan kemeja putih dan dasi yang sengaja terpasang longgar. Ia berjalan santai dan duduk di kursi paling belakang. Menatap Daeho sekilas sebelum terlihat tak peduli. Ia seperti tak memiliki minat sama sekali dengan kelas barunya ini. Kepalanya ia rebahkan di atas meja, kemudian menutup kedua matanya.
Kang Hoon, kekuatannya tak pernah diragukan. Dia bahkan mampu mengalahkan puluhan gangster sekolah. Seseorang pernah berkata, “dia terlihat seram, tapi aslinya baik. Dia terlihat baik, tapi aslinya seram.” Itulah bagaimana orang-orang melihatnya. Hoon akan terlihat sangat baik jika tak ada yang mengusiknya, sebaliknya jika ada yang berani mengganggu, dia akan terlihat sejahat mungkin.
“Aku tidak mengerti bagaimana kepala sekolah mengumpulkan orang-orang di sini,” gumam Daeho pelan.
Pintu kembali terbuka. Kali ini lelaki berparas dingin, menatap setiap sudut kelas. Kemudian ia berjalan dan duduk di belakang Youngsoo. Hampir seluruh murid tahu siapa dia. Kim Minjun, siswa yang hampir tak pernah serius dalam pelajaran, bahkan dalam satu bulan bisa dihitung berapa kali ia masuk. Ia adalah pemimpin geng sekolah dan ikut dalam tawuran besar yang sering dilakukan para murid di luar sekolah. Salah satu insiden yang tak terlupakan adalah, Minjun pernah berkelahi dengan guru olahraga hanya karena tak suka dengan cara mengajarnya.
Setelah hampir satu jam sejak Daeho masuk ke dalam kelas, akhirnya seorang guru memasuki kelas. Di belakangnya seorang lelaki berwajah manis mengekor. Guru Kim menghitung semua muridnya, setelah dirasanya sudah masuk semua, ia memulai kelas.
“Sebelum saya masuk ke pembahasan lebih lanjut. Perkenalkan, ini adalah murid pindahan dari Jeju. Silakan perkenalkan dirimu.” Murid baru itu mengangguk sopan.
“Annyeonghaseo. Im Yohan dari Y high school. Mohon bantuannya.” Perkenalan singkat itu hanya mendapat tatapan datar dari ketujuh murid di sana.
Tak puas dengan suasana seperti itu, guru Kim meminta murid barunya segera duduk di kursi paling depan.
“Baiklah. Karena kalian sudah masuk di kelas ini, saya akan memberitahu beberapa aturan kelas yang harus kalian patuhi.” Beberapa keluhan sudah mulai terdengar. Guru Kim mengetuk meja dan kembali melanjutkan ucapannya. “Mulai sekarang, masuk kelas tepat waktu, jika terlambat saya akan mengurangi poin kalian. Jika poin kalian dalam satu bulan ini kurang dari 100, akan ada hukuman dari saya.”
“Saem, tidakkah ini terlalu kekanakan?” Daeho mulai dengan keluhannya.
“Saya serius dengan apa yang saya katakan saat ini. Jika kalian tidak setuju, kalian bisa keluar dari sekolah ini.” Ucapan guru Kim membuat Daeho terdiam. Anak itu masih ingin melanjutkan pendidikannya. “Aturan kedua, bersihkan kelas setelah selesai kelas. Ketiga, kerjakan tugas individu dan kelompok dengan baik. Keempat, jangan membuat keributan. Terakhir, kalian harus saling menghargai satu sama lain. Jangan seperti seseorang yang bahkan berani menempelkan kepalanya di meja saat wali kelasnya bicara.” Kata terakhir guru Kim membuat ketujuh muridnya menatap lelaki yang dimaksud. Tanpa pergerakan, Hoon sepertinya tak peduli dengan kelasnya.
“Itu saja untuk pertemuan pertama kita. Silakan saling mengenal satu sama lain.” Guru Kim mengakhiri kelasnya dengan senyum tipisnya.
Victory high school, sekolah yang cukup ternama di Seoul. Sejak 10 tahun yang lalu, selalu masuk ke dalam 10 besar sekolah yang paling berpengaruh di Korea Selatan. Namun, 3 tahun terakhir ini reputasinya menurun drastis. Bahkan kini berada di urutan ke 102 dari sisi akumulasi rata-rata nilai akademis.
Untuk itu, Choi Junyoung selaku kepala sekolah dan pemegang yayasan, melakukan pengelompokan berdasarkan nilai akademis masing-masing murid. Gunanya untuk lebih intens merangkul murid-murid dengan nilai rendah agar bisa meningkatkan nilai mereka.
Setelah wali kelas keluar, suasana kelas hening seketika. Mereka nampak canggung tak terkecuali dua orang yang nampak akrab saat memasuki ruangan.
“Jun-ah, kau tidak membawa ear-phone milikku?” tanya Youngsoo yang sibuk menggeledah tasnya.
“Ah.” Lelaki menepuk keningnya dengan ekspresi kaget. “Aku meninggalkannya di kedai Ahjumma Chan.” Youngsoo merengut kesal sementara temannya itu hanya memberinya sebuah cengiran.
“Kenapa aku harus ada di sini,” gumam Daeho dengan punggung yang ia sandarkan di sandaran kursi.
“Itu sudah takdirmu berada di sini,” celetuk lelaki yang sibuk dengan ponsel barunya.
Daeho mendelik kearahnya yang duduk tepat di sampingnya. Suasana kelas masih dengan suasana canggung. Mereka bukan tidak saling mengenal, hanya saja mereka terlalu malas untuk saling mengakrabkan diri.
Im Yohan, sebagai murid baru juga tak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini. Bahkan untuk sekedar menoleh ke samping pun tak ada keberanian dalam dirinya. Nyatanya, bukan tanpa alasan ia berada di kelas ini. Terlalu seringnya keluar-masuk sekolah karena mengikuti sang Ayah yang kerap dipindah tugaskan, membuatnya banyak tertinggal pelajaran dan beradaptasi adalah satu hal yang sangat sulit baginya.
“Im Yohan.” Yohan mendongak dan mendapati lelaki berpipi bulat mengulurkan tangan ke arahnya. Senyumnya mengembang seperti bocah yang mengajaknya bermain. “Aku Jang Insu.”
Yohan menerima uluran tangannya dengan sedikit canggung. Inilah awal lelaki dengan aye smile itu memiliki sesuatu yang akan ia sebut dengan ‘kenangan’ suatu saat nanti. Semoga saja, semua yang ia inginkan bisa terwujud di sini. Sekolah ini, dan semua kehidupannya semoga saja menjadi yang terakhir untuknya.
Hoon beranjak dari duduknya. Keluar dari kelas, sebelumnya hampir menabrak loker yang ada di belakangnya.
“Dia kenapa?” tanya Seojun yang tak sengaja melihatnya. "Apa dia mabuk.”
Tak hanya lelaki berperawakan besar itu, tapi Daeho, Youngsoo, Yohan, Insu juga Domin ikut memperhatikan satu orang itu. Sementara Minjun memalingkan wajahnya tak peduli.
**
Kang Hoon merebahkan tubuhnya di bangku panjang yang berada di atap sekolah. Tempat favoritnya sejak pertama masuk ke sekolah ini. Entah apa istimewanya, hanya saja tempat ini sangat istimewa untuknya.
Lelaki itu memijit kepalanya yang mulai pening. Hari ini suasana hatinya tiba-tiba saja menjadi buruk. Ada banyak kekhawatiran yang menumpuk di pikirannya. Hanya saja ia tak mengerti kenapa semua itu berkumpul di kepalanya.
Brak!
Suara benda jatuh di belakangnya membuat Hoon bangkit dari tidurnya dan menatap arah sumber suara. Ia melihat seseorang datang dengan wajah kesal. Kang Hoon tahu siapa dia. Seseorang yang cukup sering membuat keributan dan salah satu biang onar sekolah. Namun, karena beberapa nilainya memenuhi standar. Cukup beruntung tidak satu kelas dengannya.
Lelaki itu menendang beberapa barang yang ada di depannya. Ia tidak menyadari kehadiran Hoon di sana. Tak lama kemudian seseorang lagi datang. Yang Hoon tahu dia adalah kaki tangan lelaki tadi. Bukan karena penasaran, tapi Hoon terlalu malas untuk beranjak dari tempatnya hingga membiarkan percakapan mereka terdengar.
“Sial!” umpat lelaki dengan nametag ‘Hwang Junho’. “Jika bukan karena anak kepala polisi itu, kita sudah bisa menghabisi Rocky.”
“Tenang saja, kita masih punya banyak mangsa.”
Junho menatap Yijoon dengan alis terangkat.
“Kelas buangan,” ujar lelaki dengan wajah dingin itu kini.
“Maksudmu kelas peralihan?” tanya Junho memastikan. Lelaki di depannya itu mengangguk mengiyakan.
“Aku dengar, ada siswa pindahan juga di sana. Kita bisa menghabiskan waktu berkenalan dengannya.” Yijoon tahu pasti apa yang membuat Junho senang.
“Ya, ada banyak kesenangan di sana.” Junho berbalik. “Ah, aku akan menemui Sohee lebih dulu.”
Setelah mengatakan itu, keduanya meninggalkan atap. Sementara Hoon tetap berada di tempatnya. Semua percakapan dua orang tadi berputar-putar di dalam kepalanya. Tentang anak baru dan juga rencana Junho untuk menjadikan anak baru di kelasnya sebagai target kesenangan. Tak menutup kemungkinan dia juga akan mengacau semua anak-anak di kelas peralihan.
*
Im Yohan terlihat sedikit bingung. Beberapa berkas yang diminta kepala sekolah kemarin belum sempat ia kumpulkan sementara dirinya tidak tahu di mana letak ruangan kepala sekolah. Bertanya pada teman sekelasnya benar-benar membuatnya takut. Meski Insung terlihat frendly dan ramah, hanya saja ada beberapa hal yang membuatnya ragu.
Dongmin beranjak dari duduknya dan keluar kelas. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Yohan ikut keluar dan menghampiri lelaki itu.
“Mian, apa kau bisa menunjukkan di mana ruang kepala sekolah?” ujarnya setelah keduanya saling bersisian. Dongmin menatapnya datar kemudian mengangguk.
“Oke. Aku juga akan ke sana.”
Ingin sekali Yohan bersorak senang. Meski wajah lelaki itu dingin, setidaknya dia membantu satu masalahnya kini.
_
Kang Hoon kembali ke kelas. Daeho menatapnya dengan tatapan kesal. Entah kenapa, hari ini lelaki berwajah oval itu rasanya benar-benar kesal pada penghuni kelas. Daeho kini berada tepat di depan Hoon, lelaki itu hendak duduk tapi di tahannya.
“Wah. Wajahmu benar-benar membuatku kesal.”
Hoon masih menatapnya datar, sementara Seojun dan Youngsoo menatap keduanya waswas. Ditempat duduknya, Minjun hanya diam-diam mendengarkan.
“Ya. Bukankah menyenangkan untukmu berada di kelas ini? Kau bisa berkuasa dan menghancurkan semua orang dengan mudah,” ujar Daeho benar-benar penuh kebencian. Lagi-lagi Hoon menanggapinya dengan wajah datar. Seakan tak peduli, lelaki itu menarik kursinya untuk duduk. Namun, sekali lagi Daeho menahannya.
Plak!
Tamparan keras itu membuat Hoon ter mundur. Seojun dan Youngsoo menatapnya tak percaya. Minjun memperhatikan dari tempat duduknya. Sementara Insu dan Yohan yang baru saja masuk ikut terkejut dengan apa yang dilakukan Daeho.
Hoon memegang pipi kirinya yang dijalari rasa perih. Detik berikutnya menatap Daeho tajam dan melangkah mendekatinya.
“Sebaiknya kau lebih hati-hati mengarahkan pisaumu pada orang lain,” desisnya tajam. Daeho terdiam, bahkan saat Hoon duduk di tempat duduknya.
Kelas ini benar-benar dalam situasi tegang. Im Yohan yang baru masuk ke lingkungan sekolah ini dan tak mengenal siapa orang-orang ini, dia benar-benar bingung. Apakah yang dimaksud ‘kelas peralihan’ adalah khusus anak-anak bermasalah dengan nilai di bawah rata-rata? Dirinya sendiri memang kerap pindah sekolah, bahkan terhitung 2 sampai 3 kali dalam satu tahun. Namun, dia bukan anak bermasalah dalam artian ‘nakal’.
“Kenapa aku harus masuk ke kelas ini?” rutuknya dalam hati.
*
“Kim Jungil seongsaenim. Saya harap anda bisa membantu anak-anak itu menaikkan nilai rata-rata kelas yang juga bisa menaikkan akreditasi sekolah.” Pria besar itu berujar dengan nada serius.
Guru Kim mengangguk mantap. “Baik. Saya akan melakukan segala macam cara agar mereka bisa lebih rajin belajar dan bisa lulus dengan nilai tinggi.”
“Saya mengandalkanmu,” ujar Direktur kini lebih santai diiringi senyum hangatnya.
“Anda tidak perlu khawatir. Saya akan bertanggung jawab sepenuhnya.”
Mereka anak-anak yang bermasalah. Namun, masih ada harapan untuk bisa meluruskan jalan mereka. Guru Kim tahu itu semua tidaklah mudah, hanya saja dia terlanjur menyukai sebuah tantangan. Semoga kali ini berhasil.
**
Kelas 3-0 benar-benar sangat hening. Bukan pertama kalinya mereka melihat pertengkaran, bahkan yang lebih hebat dari sekedar sebuah tamparan. Hanya saja kali ini terasa mencekam. Yohan terlihat sangat bosan dengan suasana kelas, ia hanya mencoret-coret buku kosongnya. Ia melirik ke sebelah kanan, dan melihat Dongmin yang fokus pada buku pelajaran. Sepertinya dia berbeda dari yang lainnya.
Sebelah kirinya, lelaki dengan wajah mungil itu hanya sibuk dengan ponselnya. Sesekali mengobrol dengan Seojun. Mereka berdua terlihat sangat akrab, tapi juga seperti bermusuhan.
Insu yang tadi sempat menyapanya dengan ceria, kini hanya terdiam. Mungkin saja dia juga kaget dengan kejadian tadi. Sementara Daeho yang sedari tadi hampir tak berhenti bicara, seketika bungkam. Wajahnya masih terlihat kesal. Yohan tak tahu apa masalah dia dengan lelaki berwajah dingin itu, hanya saja sepertinya sangat besar.
Seseorang yang duduk di samping Seojun sedari tadi hanya duduk diam. Sesekali melirik suasana kelas diam-diam. Yohan benar-benar belum bisa meraba sifat teman-teman barunya itu. Ini sulit.
TBC.
Biasakan untuk meninggalkan jejak. Terima kasih atas kunjungannya.

Book Comment (120)

  • avatar
    WindiAnisa

    mantab

    20/08

      0
  • avatar
    LestariRani

    cerita nya sangat bagus and menarik

    14/08

      0
  • avatar
    Fely Sia

    ini sangat bguss

    13/08

      1
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters