logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 6 Salah Paham

Aluna meninggalkan kelas tersebut setelah puas mengeluarkan semua unek-uneknya di hadapan sang guru.
Kakinya melangkah ringan ke arah rooftof, tempat favorit untuknya dan Raina sahabatnya. Aluna menghembuskan nafas lelahnya. Dan air mata pun mengalir cukup deras pada kedua matanya.
“Aku tak tahu, akan sesakit apa jika menjadi kamu Rai. Terlalu banyak luka yang kamu dapatkan selama ini, baik itu fisik maupun batin. Dan aku tak bisa berbuat apa-apa, pembelaan dari ku pun hanya sia-sia saja. Aku merasa gagal sebagai sahabat kamu Rai, gagal untuk membuat kamu selalu bahagia” ujarnya.
“Bukan aku yang mereka hina Rai... tapi, aku pun merasakan semua sakitnya penghinaan itu Rai... aku tak menyalahkan kamu Rai, karena aku tahu kamu jauh lebih sakit dan tersiksa dari pada aku. Penderitaan ini hanya sebagian kecilnya saja, masih begitu banyak luka yang kamu hadapi seorang diri” lanjut Aluna.
“Tak sedikit pun penyesalan yang aku rasakan setelah mengenal kamu Rai. Hanya ada rasa kagum yang begitu dalam serta rasa bangga bisa menjadi sahabat kamu. Kamu perempuan yang sangat kuat Rai. Meski semesta membuat kamu terluka, kamu tetap berdiri kokoh menghadapi langit mendung itu seorang diri” ungkap Aluna.
“Aku tak pernah membenci kamu Rai, tak akan pernah. Meski pada akhirnya aku yang akan terluka nantinya” ujarnya sebelum meninggalkan rooftof.
Namun tanpa Aluna sadari ada sosok lain yang mendengar perkataan terakhir yang di ucapkannya. Dan hal itu cukup untuk membuat kesalahpahaman yang semakin besar pada Raina nantinya.
Laki-laki tersebut keluar dari tempat persembunyiannya, begitu melihat Aluna meninggalkan rooftof.
Kilatan amarah begitu jelas terpancar pada kedua matanya. Dengan muka merah padam dia pergi dari rooftof, namun sebelum itu.
“Apa perempuan jalang itu masih ada di rumah” tanyanya saat teleponnya tersambung.
“Iya tuan, nona tak pernah meninggalkan kamarnya. Selain ke dapur dan sarapan” balas bodyguart yang di sewanya.
“Bagus... terus pantui dia. Gue akan pulang sekarang” balasnya.
“Baik tuan Aga” balas bodyguart.
Ya... laki-laki itu adalah Aga Putra Abraham. Salah satu abang kembar dari Raina, entah kesalahan besar apa yang di perbuat olehnya. Sehingga aura pembunuh menguar kuat dari tubuh Aga.
Raina yang mulai jenuh berdiam diri di kamar pun memutuskan untuk ke taman. Taman bunga yang menjadi pelipur lara baginya saat terluka.
Raina berjalan mengitari bunga-bunga yang ada di taman tersebut. Setelah menemukan bunga yang di sukainya dia pun berhenti dan duduk di pinggir taman tersebut. Raina sangat menyukai 1 bunga yaitu tulip. Bunga indah penuh dengan misteri di dalamnya, begitu pun dengan kehidupannya yang penuh dengan misteri yang tak ada akhirnya.
“Indah sekali... taman yang cantik, desain Mama memang tak ada duanya. Pasti menjadi sesuatu hal yang sangat mengagumkan. Ingin aku petik tapi sayang, Mama pasti tak mengizinkannya. Tapi ini indah sekali, petik tidak ya” ujar Raina sembari memegang salah satu tangkai tulip.
“Nggak usah deh, nanti Mama marah lagi. Mama kan nggak suka jika aku mengambil sesuatu yang dia sukai. Dan bunga ini, bunga yang sangat disukai sama Mama” sambung Raina, kemudian melepaskan tangkai bunga yang dipegangnya.
Setelah itu, Raina berbaring di rerumputan sembari menikmati sinar matahari yang begitu menyilaukan mata. Sedang asiknya meninkmati semilir angin yang sejuk, tarikan pada rambutnya membuatnya terkejut.
“Augh... sakit, lepas” ujar Raina.
“Enggak, bangun nggak loe. BANGSAT” balas Aga.
“Loe apa-apa an HAH” tanya Raina.
“Lepasin” lanjutnya.
“Aku bilang nggak ya nggak, loe budek ya” balas Aga.
“Salah apa sih gue sama loe. Gue nggak ganggu ular kesayangan loe itu” ujar Raina.
“Loe nggak ganggu Keyra, tapi loe ganggu cewek yang gue sayang. Loe buat dia menangis, dasar jalang” balas Aga.
JLEB
Perkataan itu lagi, tak terhitung betapa sakitnya hati Raina. Saudara kandungnya tega menghujamkan kata-kata yang begitu menusuk hatinya.
“Siapa maksud loe HAH” tanya Raina penuh kebingungan.
Jujur saja Raina bingung dengan apa yang dikatakan Aga padanya, siapa orang yang menangis karena dirinya. Hingga, satu nama muncul begitu saja.
“Jangan bilang... kalau loe maksud itu Aluna Anindita Graha” terkanya.
“Jangan bilang, kalau cewek yang loe suka itu Aluna” tanya Raina.
“Tebakan loe benar, cewek itu Aluna. Cewek yang mau menjadi sahabat loe, sahabat seorang jalang nggak tahu diri seperti loe. Loe harusnya tahu perbedaan antara kalian berdua dan tak sepantasnya loe bersahabat sama dia. Loe nggak pantes bersanding sama dia, yang nota benenya seorang ratu tidak seperti loe yang seorang BABU” balas Aga.
“Kalau gue jadi loe, gue akan pergi jauh dari kehidupan Aluna. Aluna pantas mendapatkan sahabat yang lain yang sepantaran dengan dia. Gue mau loe, melepaskan aluna dari cengkraman loe yang berkedok sahabat itu. Biarkan Aluna mencari kebahagiaannya sendiri dan nggak perlu memikirkan semua permasalahan loe yang tak ada ujungnya itu” sambungnya.
Raina tak memberikan tanggapan apapun, saat ini hatinya hancur berkeping-keping mendengarkan orang-orang menyalahkannya lagi dan lagi. Raina hanya menundukkan kepalanya mengamati rumput yang menjadi pijakannya. Namun perlahan air mata pun memenuhi pipinya. Penampilannya sangat kacau, menunjukkan betapa hancur dan terlukanya hatinya saat ini.
Orang-orang tak ada yang mau tahu mengenai hidupnya. Akan tetapi semua kesalahan akan dilimpahkan padanya, tanpa perlu pembelaan.
“Baik gue akan pergi jauh dari hidup Luna. Gue sadar, tak seharusnya Luna terikat bersama gue yang hina ini. Luna yang suci tak seharusnya berteman dengan gue yang penuh dengan keburukan ini. Terima kasih telah menyadarkan gue, terima kasih banyak” ujar Raina.
Raina meninggalkan Aga yang sedang berperan dengan hatinya. Hati kecilnya merasa sakit mendengar ucapan Raina, namun egonya cukup besar untuk menepis rasa bersalah itu.
“Sudah lah ini bukan urusan gue lagi. Sekarang gue bisa fokus mengejar cinta gue. Aluna I am coming my queen” ujarnya.
Raina menjatuhkan tubuhnya ke pinggiran kasur miliknya, menangis sejadi-jadinya seorang diri. Perkataan menyakitkan dari Aga berputar bak film di kepalanya, membuatnya semakin kacau.
‘Nggak... hentikan, aku bukan jalang’
‘Aku bukan benalu’
‘Aku bukan pembawa sial’
‘Aku bukan wanita murahan, semuanya bohong’
Trauma itu datang dan membuat Raina semakin histeris saja. Tak ada yang tahu dengan kondisi mentalnya, segala tekanan yang diterimanya menciptakan trauma yang sangat dalam.
“Nggak... aku bukan pembawa sial. Aku bukan wanita murahan, aku tak sehina itu... Argh... aku tersiksa Tuhan, lebih baik cabut nyawaku sekarang juga. Aku sudah lelah Tuhan... sangat lelah” bisik Raina.
“Kalian semua benar, aku tak harusnya dilahirkan. Aku tak harusnya berada di tengah-tengah kalian. Maaf... tolong anggap aku berharga walau hanya sebentar saja, supaya aku punya kenangan indah yang bisa aku bawa nantinya bersamaku... aku kangen kamu El... tolong jemput aku” lanjut Raina.
Dengkuran halus pun terdengar, Raina sudah tertidur di kamarnya. Meski posisinya tak nyaman, dia tak terusik sedikitpun.
“Tidur yang nyenyak ya bidadariku” ujar seseorang di seberang sana.
Seorang laki-laki yang berparas tampan mengepalkan tangannya melihat kondisi dari gadis pujaannya tersebut. Laki-laki tersebut membobol cctv kediaman Abraham.
“Sabar sweatheart... aku akan menjemput kamu secepatnya. Aku akan balas semua orang yang menyiksa kamu” lanjutnya.
“Selesaikan semuanya dengan cepat. Aku tak ingin membuat gadisku menunggu lebih lama lagi” ujarnya.
“Baik tuan Eliano” balas Jack sekertarisnya.
Eliano Abigail Graha, hanya mendengar marganya pasti kalian sudah tahu siapa dia kan. Eliano adalah saudara laki-laki sekaligus kakak sulung dari Aluna, sahabat Raina. Namun tak ada yag tahu, bahkan Raina pun tak tahu jika Aluna memiliki seorang kakak sulung.

Book Comment (189)

  • avatar
    Tian Renhoar

    bagus banget 😁

    5d

      1
  • avatar
    RevaYuke

    lumayan

    25/08

      0
  • avatar
    DarmanQila

    aku ingin iphone

    20/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters