logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 5 Jalang Murahan

Raina terbangun tepat jam menujukkan pukul 7 pagi. Bel masuk berbunyi jam 07:15, ini menandakan bahwa kurang dari 15 menit lagi pintu gerbang akan tertutup.
“Astaga aku telat, augh... sakit banget badan aku. Lebih baik aku tak berangkat ke sekolah hari ini” putusnya.
Bolos untuk pertama kalinya selama Raina sekolah di sana. Raina mulai membersihkan tubuhnya yang penuh dengan memar itu. Ringisan demi ringisan keluar dari bibirnya tak kala air sower mengenai lukanya yang masih basa tersebut. Butuh waktu lama untuknya menyelesaikan ritual mandinya sebab kondisi yang tak memungkinkan untuk leluasa bergerak.
Raina mengambil asal saja pakaian akan di gunakannya, untuk kali ini dia hanya menggunakan baju kaos tanpa lengan dan celana sepaha. Tentu dengan muka natural tanpa make up yang berlebihan.
Make up berlebihan sebenarnya yang dia gunakan untuk menutupi memar di wajahnya dan pakaian yang ketatnya untuk menarik perhatian abang kembarnya. Namun semua itu tak ada gunanya, hal tersebut membuatnya semakin jauh dengan kedua abangnya.
Jika biasanya remaja akan melakukan segala cara untuk menarik perhatian laki-laki yang di sukainya, berbeda dengan remaja yang satu ini. Dia melakukan segala cara hanya untuk menarik perhatian kedua abangnya. Namun tingkahnya selama ini disalah artikan oleh semua orang, mereka beranggapan jika semua tindakannya hanya untuk mencari perhatian dari Keano, ya Keano Ananda Pratama.
“Semua yang aku lakukan tak ada artinya di mata kalian, apa dengan kepergianku semuanya akan berakhir lebih baik. Apakah tak ada sedikitpun rasa sayang kalian tersisa untukku, begitu memalukan kah diriku ini. Sehingga kehadiran ku pun selalu dirahasiakan dari semua orang. Begitu hina kah aku Papa... Mama, sehingga aku pun tak bisa mengucapkan aku sayang kalian” ujar Raina sembari mengelus wajah mereka di sebuah album yang diam-diam Raina sembunyikan.
Raina menyimpan album yang di ambilnya tadi. Tangannya terjulur mengambil diary usang bersampul bunga tulip di lacinya.
“Jika kematianku adalah jawaban untuk semuanya, maka itu tak akan lama lagi akan menjadi kenyataan. Jika kematianku membuat kalian bahagia, aku ikhlas menerima takdir ini. Tapi mau kah kalian mengabulkan satu permintaan terakhirku nantinya, aku janji hanya satu. Aku ingin Papa memelukku sebagaimana Papa selalu memeluk abang kembarku. Aku ingin di rangkul oleh Mama sebagaimana Mama merangkul abang kembarku taka kala mereka berada di titik lelahnya. Bisa kah itu aku dapatkan sebelum semuanya terlambat, sebelum raga ini tergeletak tak berdaya dalam ruangan putih berbau medis. Sebelum raga ini tak lagi menyisakan nyawa untuk tetap menjalani kehidupan ini” tulis Raina dalam diary usang miliknya.
Takdir tak ada yang tahu kemana akhirnya. Apakah takdir jodoh yang datang terlebih dahulu, ataukah takdir maut yang akan menjemput lebih dulu.
Lamunan Raina buyar mendengar dering hp miliknya. Dengan langkah gontai dia pun menerima panggilan tersebut. Melihat id pemanggil yang sangat di kenalnya, dengan perasaan senang dia pun membalas.
“Hallo, ada apa Luna” tanyanya.
“Loe di mana sih Rai, dari tadi aku tunggu kok nggak datang-datang” balas Luna.
“Aku ada acara keluarga di kampung Lun, ini lagi di rumah eyang ini” ujar Raina penuh kebohongan.
“Kok nggak izin sama bu Eva sih, kalau tau gini aku yang izinin kamu sama ibu” balas Luna.
“Aku nggak sempat Lun, ini aja kita dadakan berangkatnya” alibi Raina.
“Ya sudah, aku tutup ya. nanti pak Revan marah lagi” pamit Luna.
“Kamu ya... sudah tahu sekarang jamnya pak galak, masih aja buat ulah. Hati-hati nanti kamu kena...” ujar Raina terpotong dengan suara mister galak.
“Ya udah, semangat ya” balas Raina akhirnya.
Raina cekikikan di kamarnya membayangkan muka pucat sahabatnya tersebut. Sedangkan Luna ketar-ketir menghadapi intimidasi dari Revan, guru tampan tapi galak ini.
“Apa yang sedang ada lakukan mis Aluna” tanya Revan.
“Eh... anu pak, itu tadi... saya sedang,,, sedang apa ya” balas Luna terbata-bata.
“Saya sedang apa, jawab yang betul Aluna Anindita Graha” ujar Revan.
“Eh itu saya tadi telepon Raina pak” spontan Luna menjawabnya.
“Eh mampus... kenapa bilang ini sih. Maaf Rai...Maaf” batin Luna.
“O iya... kemana dia, kenapa tidak masuk” tanya Revan.
Belum juga Luna menjawabnya, ucapan Meira mengambil alih serta atensi Revan.
“Apa lagi pak kalau bukan open BO. Iya nggak teman-teman” ujarnya.
“Yoi betul lah” balas semuanya selain Luna.
Luna yang geram dengan tingkah teman-temannya pun tak tinggal diam...
“Eh... jaga ya mulut bau loh itu. Nggak usah banyak bacot, kalau yang keluar hanya bacotan nggak jelas. Raina nggak sehina itu untuk melacurkan dirinya, emangnya kamu” lanjutnya sembari memberikan bisikan ancaman untuk Meira dan Dara.
“Gue tahu ya, siapa di sini yang seorang JALANG. Kalau hidup loe tenang, jangan usik hidup gue dan Raina. Ketty dan Melly” bisiknya.
Meira dan Dara pun terdiam mendengar nama samaran mereka di ketahui oleh Luna. Ya... tak ada yang tahu, jika siswi berprestasi ini adalah seorang jalang yang bekerja di club milik Aluna.
“Kamu kok mau sih Lun, sahabat sama jalang murahan seperti Raina. Lebih baik kamu bareng kita-kita aja” ujar Amira.
“AMIRA, jaga kata-kata kamu. Bersikaplah seperti orang terpelajar, jangan bertingkah seperti orang tak berpendidikan” potong Revan.
“Baik pak... tapi semua yang saya katakan itu benar adanya” ujar Amira penuh keyakinan.
“Loe yakin, loe ada buktinya nggak. Kalau hanya bacotan yang nggak jelas, itu bukanlah apa-apa, tak bisa membuktikan apapun” balas Luna.
“Loe mau bukti Lun, ada buktinya bahkan kamu pun sering melihatnya. Bagimana Raina selalu memakai pakaian yang kurang bahan ke sekolah. Itu bisa menjadi bukti kalau dia itu seorang jalang murahan” Tambah Kinara, teman sebangku Amira.
“Munafik... jadi hanya karena itu kalian mengatakan dia seorang jalang. Jangan tertipu dengan penampilan seseorang, bisa jadi dia yang berpakaian alim hanya menutupi betapa hina dirinya. Bisa juga sebaliknya, orang yang berpakaian seksi jauh lebih baik pergaulan dan tingkah lakunya. Gadis seksi belum tentu seorang yang hina dan gadis polos belum tentu sepolos itu kehidupannya. Jangan tertipu dengan penampilan luarnya, PBB” balas Luna.
“Tahu kan PBB, masa nggak tahu sih. Bagi yang tidak tahu, aku kasih tahu nih. PBB adalah singkatan bagi orang yang berpura-pura polos padahal aslinya sangat hina. PBB, polos-polos bangsat” lanjutnya.
“Luna... sudah, untuk kalian semua. Don’t judge a book just from seeing the cover. Not all of the books are ugly, the contents are ugl, as well as the book that has a good banging is not necessarily the contents as good as the cover. Don’t judge someone from just the outer appearance” ujar Revan.
“kalian paham” lanjutnya.
“Paham pak” ujar semua siswa di kelas tersebut.

Book Comment (189)

  • avatar
    Tian Renhoar

    bagus banget 😁

    5d

      1
  • avatar
    RevaYuke

    lumayan

    25/08

      0
  • avatar
    DarmanQila

    aku ingin iphone

    20/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters