logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 7

"Jadi bagaimana, kamu mau ikut pulang dengan saya?"
Aku berdecak sebal. Kenapa sih, nih orang malam-malam begini bikin kesel. Bukannya aku mau nolak rezeki tumpangan ya, tapi aku tuh nggak nyaman aja bareng sama dia, apalagi status kami ini 'mantan'.
Dia memandangku dengan tatapan yang entah apa artinya, tapi yang jelas ini bikin aku grogi.
"Emmm ... kayaknya gue mau pesen ojek online aja deh," putusku tanpa menatap ke arahnya.
"Yakin?" Satu alisnya terangkat. "Ini sudah malam, saya tidak ingin kamu ...."
"Nggak usah sok peduli!" tegasku memotong ucapannya.
"Saya bukan peduli sama kamu. Saya cuma tidak mau saja kalau ada salah satu dari karyawan saya yang telat berangkat kerja besok. Bisa rugi perusahaan saya kalau kamu sering terlambat."
Ada cabe nggak sih, buat nyumpel mulutnya yang nyebelin itu?
Aku memutarkan bola mata. Jangan ditanya bagaimana gondoknya hati ini dibilang seperti barusan sama mantan.
"Oke, dengan terpaksa gue ikut lo." Mau tidak mau aku ngalah juga. Kakiku melangkah mendekati mobil mewahnya. Begitu tepat berada di samping mobil, aku mencoba membuka pintu mobil, namun sayang, pintunya tak kunjung terbuka.
Aku menoleh ke arah Gaza, dan dia tengah tersenyum tipis, tapi aku merasa dia seperti tengah mengejekku.
"Kalau tidak bisa membuka, kamu bisa minta tolong pada saya. Bukankah kamu punya mulut?" ucapnya yang kemudian membukakan pintu mobil untukku.
So sweet? Tentu saja tidak!
=========Aufa=========
Perjalanan menuju ke kost-an Alena rasanya sangat lama, padahal dari tempat tadi sudah dekat sebenarnya. Mungkin karena bareng sama orang yang paling nyebelin kali ya?
"Ehem." Dia berdehem setelah sekian lama kami saling diam. "Kamu sudah berubah jadi pendiam?" tanyanya datar.
"Nggak juga."
"Tapi dari tadi kamu diam. Dulu kamu paling tidak bisa diam."
"Nggak usah bahas tentang masa lalu!"
"Kamu berubah, Alula ...." Ini pertama kalinya dia menyebut namaku semenjak bertemu kembali.
"Bukan urusan lo!"
Dia diam, dan aku pun kembali diam. Tapi, yang di dalam dada getarannya malah semakin kencang saja. Aku takut kalau sampai dia mendengar getaran ini, kan malu tujuh turunan nanti, dikiranya aku belum move on, lagi.
Akhirnya mobil mewah yang membawaku ini sampai juga di gerbang tempat kost Alena. Untung saja ya, aku pulangnya ke sini, jadi Gaza nggak akan tahu tempat tinggalku sebenarnya.
"Kamu tinggal di sini?"
"Iya," jawabku yang kemudian membuka pintu mobil. Sayang, lagi-lagi aku nggak bisa membukanya. Huh, dasar mobil mewah nyusahin! "Ini gimana cara ngebukanya?"
"Masih dikunci, jadi kamu belum bisa keluar."
"Ya, udah, buruan dibuka kuncinya," pintaku.
"Saya tidak akan membukanya sebelum kita bicara."
"Mau ngomong apa sih, emangnya?" tanyaku ketus. "Di antara kita udah nggak ada lagi yang perlu diomongin, kecuali masalah pekerjaan. Itu pun keknya nggak mungkin, secara jabatan kita beda jauh."
"Sebentar saja."
"Oke. Satu menit!"
Dia menarik napas panjang. Kalau sedang begitu, biasanya dia sedang bersabar menghadapiku. Pasalnya, dulu dia sering begitu. Dulu ya, bukan sekarang.
"Saya minta maaf untuk yang dulu," ucapnya. Dari nada bicaranya, seperti menyiratkan sebuah penyesalan.
"Tadi gue udah bilang kan, jangan bahas tentang masa lalu!"
Tanpa disangka, dia malah menggenggam tangan kananku. Tentu saja aku mencoba untuk menepis, tapi tidak bisa karena genggamannya terlalu erat.
"Alula ... saya mohon maafkan saya." Dia menatap mataku, dan aku mencoba menghindari tatapannya. "Kalau kamu tidak mau memaafkan saya, maka malam ini juga saya akan bawa kamu pergi."
Caela, kenapa jadi ngancem segala sih? Nggak lucu tahu!
"Ya, udah gue maafin, tapi tolong lepasin tangan gue." Daripada dibawa pergi sama makhluk bernama mantan, kan mendingan pura-pura maafin dia, ya kan?
"Bohong! Kamu belum memaafkan saya." Ini orang cenayang kah? Kok bisa baca isi pikiranku sih.
"Gue serius."
"Kalau gitu, tatap mata saya! Saya ingin melihat kesungguhan dari mata kamu." Perintah yang membagongkan.
Aku berdecak sebal. "Jangan aneh-aneh deh!"
"Tatap mata saya Alula! Kalau kamu tidak mau lebih lama lagi di sini."
Bener juga ya?
Oke, daripada lebih lama berduaan dengan mantan, maka aku pun menuruti perkataannya.
Aku menatap matanya yang kini juga tengah menatapku. Kita saling tatap-tatapan dalam diam. Tanganku pun masih berada dalam genggamannya. Jangan tanyakan bagaimana kondisi jantungku saat ini. Bener-bener situasi yang absurd.
Entah berapa lama kami saling menatap dalam diam. Sepertinya dia enggan untuk melepaskan tatapannya, dan aku pun tak mengerti kenapa aku juga bisa seberani ini menatapnya cukup lama.
Lama-lama aku merasa jikalau posisinya sekarang seperti lebih dekat denganku. Deru napasnya terasa mengenai pipiku yang kini terasa panas. Mungkin jika diukur, posisi wajah kami tinggal sekitar satu centi lagi. Apa yang bakal terjadi? Gaza mau apa ke aku?
Dan sesuatu yang tidak pernah aku lakukan kini terjadi.
"Alula! Woooy ...." Tiba-tiba terdengar suara ketukan kaca mobil di samping tempatku duduk. Dengan segera, aku menjauhkan diri dari Gaza. Salah tingkah sudah pasti. Kudengar Gaza menghela napas kasar.
Aku menengok ke samping. Di sana terlihat Alena di balik kaca pintu mobil.
"Buka saja pintunya, sudah tidak dikunci," ucap Gaza.
"Sebelum gue keluar, gue mau bilang makasih karena lo udah nganterin pulang. Oh, ya, nih buat lo." Aku menyerahkan bungkus plastik hitam ke arahnya. Dia pun menerima dengan senyum tipis.
=========Aufa=========
"O ow ... Lula ketauan, lagi ciuman, sama si mantan ...," kata Alena sambil bernyanyi. Bener-bener jangkrik nih orang. Sedari aku masuk ke dalam kost, Alena tak henti-hentinya menggodaku.
"Berisik tau, Len!"
"Ahaay ... ada yang lagi malu nih, karena terciduk lagi ciuman sama mantan di dalam mobil. Mana udah hampir tengah malam, lagi." As*m ya, nih orang.
"Ih, siapa yang ciuman sih, sembarangan aja lo kalau ngomong," elakku.
"Yaelah, udah keciduk aja pake ngeles, lagi."
"Tadi gue kelilipan, Len, makanya si Gaza mau bantu niup mata gue," dustaku.
"Heleh ... emangnya gue bocah apa, yang bisa lo bohongin. Lagian gue udah liat semuanya dari awal. Dari mulai lo sama pak Gaza tatapan, sampai akhirnya nempel, hehe."
Aku melotot ke arah Alena. Bisa-bisanya dia tahu kejadian yang sebenarnya. Dan Alena juga nggak berusaha menyadarkanku waktu tadi aku mulai oleng. Pasti sengaja nih orang.
"Jadi lo tahu dong, kalau gue sama Gaza agak lama di dalam mobil?" tanyaku. Alena mengangguk. "Terus kenapa lo diem aja, b*g*?!" umpatku.
"Yee ... gue kan nggak mau ganggu momen itu. Apalagi waktu liat kalian saling tatap-tatapan tuh ya, rasanya kek gue lagi nonton drakor tau, nggak."
Aku memutar bola mata, tak habis pikir dengan jalan pikiran temanku yang satu ini. "Tapi pada akhirnya lo ganggu juga."
"Ciee ... ada yang nggak terima gue gangguin." Alena kembali menggoda.
"Ish! Bukan gitu maksud gue, Len!"
"Iya, sorry kalau udah ganggu. Lain kali gue nggak akan ganggu lagi kok, kalau lo lagi sama pak Gaza. Tadinya gue juga nggak mau ganggu, La, tapi gue takut kalau lo sama pak Gaza sampai keblabasan melakukan sesuatu yang iya, iya, apalagi ini udah tengah malam, setannya banyak."
"Ya kalau gitu harusnya lo buruan sadarin gue waktu Gaza mulai ...."
"Gue nggak berani kalau itu," potong Alena. "Bisa-bisa besok gue dihukum sama pak Gaza gara-gara menggagalkan aksinya buat itu sama lo. Ya, meskipun tadi gue gagalkan juga sih, waktu gue rasa pak Gaza mau ngelakuin yang lebih."
"Oke, lo tahu yang sebenarnya, dan gue minta sama lo, supaya jangan bilang ke siapa-siapa tentang kejadian tadi," ucapku.
"Gampang ... asal ada tutup mulutnya." Nih anak kalau malak pinter banget pokoknya.
"Bentar ... gue bawa sesuatu buat lo." Aku mencari sesuatu. "Eh, mana tadi ya?"
"Apaan?"
"Gue tadi sempet beli martabak sama lo. Di mana ya? Lo lihat nggak?"
"Dari tadi lo nggak bawa apa-apa, dodol!"
Aku menepuk jidat. "Oh, iya, gue lupa. Martabaknya udah gue kasih ke Gaza tadi."
"Cie ... ehem, ehem." Lagi Alena menggoda.
"Bukan apa-apa, cuma buat bentuk terima kasih karena udah nganterin gue."
"Eh, ngomong-ngomong kenapa lo bisa dianterin sama pak Gaza? Motor gue lo kemanain?"
"Entar gue ceritain deh, sekarang gue mau mandi dulu. Udah lengket semua badan gue."
=========Aufa=========
Setelah mandi, dan bercerita mengenai motor Alena, aku merebahkan badan di samping Alena yang sudah terlelap.
Bayang-bayang tentang kejadian di mobil tadi, terus saja menari-nari di pelupuk mata. Sungguh sesuatu yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya, dan tak pernah sekali pun aku lakukan, alias baru kali ini terjadi.
Selama pacaran sama beberapa cowok, paling banter ya cuma pegangan tangan, nggak pernah lebih dari itu, termasuk waktu pacaran sama Gaza dulu.
Dulu Gaza begitu menjagaku sebagai perempuan. Jika pegangan tangan saja, aku dulu yang sering memulai. Tapi, kenapa sekarang Gaza jadi seberani ini? Apa dia sudah berubah? Benarkah dia Gaza yang dulu? Atau orang lain yang mirip sekali dengan Gaza?
Berbagai pertanyaan muncul silih berganti di kepalaku. Bayangan Gaza pun seolah enggan untuk pergi. Jangan bilang jika aku kembali jatuh cinta. Big no untuk itu! Karena nggak ada sejarahnya aku jatuh cinta sama mantan.
Jika Gaza berani melakukan hal seperti tadi padaku, bukan tidak mungkin dia pernah melakukannya bersama orang lain kan? Apalagi waktu pertemuan kami tempo hari yang dia memanggil perempuan yang menabrakku dengan sebutan sayang.
Huh! Bisa jadi dia sedang mempermainkanku. Dan bisa jadi pula dia sedang mencoba membuatku melayang, dan jatuh cinta padanya, lalu setelah itu dia akan hempaskan aku.
Ooh ... tentu aku tidak akan membiarkan itu terjadi begitu saja. Aku nggak mau ada orang yang mempermainkanku, sekali pun itu mantan yang sakit hati karena aku putusin dulu.
Ponselku bergetar, segera kumeraihnya. Terlihat dari notifikasi, ada pesan masuk di aplikasi berwarna hijau.
Karena penasaran, aku pun membukanya. Ada nomor baru yang mengirim chat. Tidak ada foto profil dari si pengirim, dan itu semakin membuatku penasaran.
'Good night. Sweet dream, Baby💚' begitu isi pesan itu.
Dari siapa sih? Kok bisa-bisanya mengirim chat kek gini, perasaan aku lagi nggak deket sama siapa-siapa.
Aku buka profil nomor itu, berharap bisa menemukan informasi, seperti nama dari si pemilik nomor. Namun nihil, tidak kutemukan apapun.
Lalu siapa yang mengirim chat itu?
Apa mungkin orang salah kirim?
Tbc

Book Comment (38)

  • avatar
    PeachOhlala

    sukaaa banget sama ceritanya gaza-alula bikin gregetan gemes bacanya selalu ditunggu next chapter nya kak semangat nulisnya 🔥🔥

    22/08/2022

      0
  • avatar
    Mihra Daud

    ceritanya bagus banget,suka pokoknya

    26/07/2022

      0
  • avatar
    ayangayang

    good job

    3d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters