logo
logo-text

Download this book within the app

Part 02

"Ya! Esok lusa tak ada yang tahu, Bang. Siapa sangka penyesalan datang."
May nggak sabar mendengar nasehatku. Dia mencoba mengusirku dari rumah ini. “Cepat pergi dari rumah ini!” usir May dengan nada melengking.
“Ingat, bang! Aku berkata sedemikian rupa, bukan karna benci apalagi dendam. Tidak ada hakku sebagai insan manusia yang penuh dosa untuk menghukummu, apalagi untuk melontarkan sumpah serapah,” ucapku tidak menghiraukan perkataan May.
Raut wajahnya terlihat memerah dan merah padam. “Banyak sekali bacotmu,” hardik bang Leo sambil mendorongku terjatuh.
Aku meringkuk kesakitan, Harry menghampiriku dan mengusap buliran air mata yang sempat menetes membasahi pipiku. "Mama!" ucapnya. Matanya menyolot hendak mau memberi pelajaran kepada Ayahnya.
Kudatang bersembah lutut di kakinya untuk memohon maaf. Bang, aku minta maaf belum bisa menjadi istri yang baik, selama bahtera rumah tangga yang kita bina bersama,” ucapku merendah.
May tertawa puas mendengar ucapanku. "Ternyata kamu sadar diri dan menyesal tidak bisa menjadi seorang istri yang baik. Syukurlah, tapi semua sudah terlambat. Setelah rumah dan suamimu aku kuasai, baru sadar!” kata May dengan bangga apa yang dia lakukan. Sementara Bang Leo suamiku diam seolah tak berirama.
“Hanya do’a yang bisaku tadahkan setiap sholatku, agar ababg esok kelak benar-benar bertaubat. Sebagai manusia yang penuh dosa, kuhaturkan maaf seribu kali maaf. Sekali lagi, aku minta maaf kepadamu bang.” Aku bersembah lutut kembali dihadapannya. Namun, dia tidak menoleh sedikitpun dan tanpa membalas sepatah kata permohonan maafku.
May dan suamiku tidak ada sama sekali merasa takut akan dosa yang sudah mereka perbuat.
“Harry, segera minta maaf Nak, sama Ayah!” perintahku dengan memaksanya.
“Tak usah kamu suruh Harry minta maaf! Permohonan maafmu saja tidak digubris mantan suamimu,” larang May, sementara Harry mencoba menghampiri Ayahnya.
“Sebenci apapun Ayah terhadap Harry, aku tidak akan pernah membalas semua itu, Ayah. Aku menganggap ini semua ujian sebagai penggugur dosa.”
“Hei anak kecil! Ayah yang selama ini kamu anggap, sekarang bukan Ayahmu lagi. Ngak dengar tadi apa katanya,” amuk May sambil menjewer telinga Harry dengan kuat.
“May, hentikan!” bentakku melerai.
Meskipun demikian, Harry tak lelah untuk menasehati Ayahnya. “Jangan pernah lalai dengan dunia ini Ayah! Perihnya luka yang Ayah torehkan kepada kami, tidak sebanding dengan siksa api neraka di akhirat kelak.”
Bang Leo tak berkata sedikitpun, lidahnya seolah kaku. Namun, matanya melukiskan ada setitik rasa menyesal.
Hati ini tadinya tak ikhlas meminta maaf. Akhirnya hati Harry luluh minta maaf sama Ayahnya. “Maafkan Harry, meskipun kehadiran ini tak pernah sama sekali dianggap olehmu, Ayah.”
May seperti kebakaran rambut dari tadi aku dan Harry nggak angkat kaki dari rumah ini. “Saya kasih perhitungan sampe tiga. Kalian harus angkat kaki dari rumah ini sekarang juga,” teriak May.
“Ayah, jangan sungkan untuk menegur jikalau esok kelak bersua denganku dimanapun itu berada. Apabila suatu saat penyesalan telah hadir dalam dirimu, Ayah. Karena sudah terlanjur menyia-nyiakan kami. Aku selalu menganggap Ayah sebagai orangtua kandungku, tidak ada sejarahnya mantan seorang Ayah,” nasehatnya.
“Satu … dua …,” tiba-tiba terdengar suara May berhitung memberikan isyarat.
“Oh, ya, Ayah. Terima kasih atas lukisan yang telah diberikan kepadaku. Sekali lagi mohon maaf, jikalau kehadiranku sudah melukai hatimu, Ayah.”
“Dasar manusia bud*k, sudah diperingatkan dan diusir agar segera angkat kaki, malah kesempatan memberi petuah. Selama ini kemana saja kamu, hah!” bentak May kembali menjewer telinga Harry.
"Aaaa, sakit, Tante!" teriaknya lirih denga. mata merem.
"Hentikan, May!" kutarik tangannya May dari telingan Harry.
May buang muka, sementara Bang Leo duduk manis di kursi. Rasa kasihan sama sekali tidak ada lahir dalam dirinya.
“Tanpa kamu usir pun, kami akan angkat kaki,” jawabku menuntun Harry untuk segera meninggalkan rumah jahanam ini.
Harry dan aku sudah minta maaf. Hari ini aku sah menjadi janda. Meskipun hanya dua gram emas yang diberikan oleh suamiku ketika ikrar janji suci dia ucapkan di depan penghulu dan saksi. Itu semua bakalan jadi cemohoan, hinaan orang yang akan aku terima tanpa bisa menghindar. Aku berjalan terus tanpa melirik ke belakang. Namun, Harry masih melihat kebelakang sepertinya masih belum percaya apa yang telah terjadi.
*****
“Ma, kita mau ke mana?” tanya Harry. Aku diam mencoba untuk berpikir.
“Kita ke mesjid saja dulu, sembari menunggu sholat zuhur.”
“Nanti malam dan seterusnya kita tidur di mana, Ma?” tanya Harry kembali. Hanya diam dan diam yang bisa kulakukan. Pertanyaannya tak henti-henti, membuat pikirku bertambah nanar dan hatiku nelangsa.
Sesampainya di depan Mesjid, aku dan Harry mau menyebrang untuk masuk kedalam mesjid. Namun, naasnya kami terserempet mobil ketika mau menyebrang. “Harry, kamu tidak apa-apa?” tanyaku dengan panik.
“Tidak, Ma!" Wajahnya pucat pasi seperti trauma. Aku menuntun Harry menyebrang dengan waspada, takut terjadi kejadian yang sama.
“Ana, Harry, ada yang luka?” tanya pemilik mobil yang menyerempet kami.
“Alhamdulillah, kami tidak apa-apa,” jawabku sembari menunduk.
“Om kalau nyetir mobil hati-hati dong!” ucap Harry dengan nada kuat. Aku terkejut mendengar ucapan yang dilontarkan Harry.
"Harry, jikalau kamu mencurahkan segala rasa amarahmu untuk membalas kesalahan Om ini, padahal beliau sudah meminta maaf. Tidak elok berlaku sedemikian rupa, segera istigfar Nak, minta maaf kepada Allah juga sama beliau.”
Ridwan terpesona mendengar ucapanku. Ridwan ini adalah seorang pebisnis property yang berasal dari kampung tetangga. “Tanpa meminta maaf, sudah saya maafkan. Harry, Om minta maaf juga atas kejadian ini, sehingga mengundang amarahmu,” ucap Ridwan.
“Harry juga minta maaf, Om. Maaf kalau aku sudah tersulut emosi."
“Om sudah memaafkanmu, Harry,” jawab Ridwan mengulas senyum.
“Kalau begitu mari segera bersiap untuk melaksanakan salat zuhur,” ajakku.
Aku, Harry dan Om Ridwan melupakan kejadian itu, sembari menuju kamar mandi masing-masing untuk mengambil wudhu.
Usai sholat zuhur, aku menunggu Harry di teras mesjid dengan bungkusan kain di sampingku. Mencoba berpikir mau tinggal di mana. Jamaah mesjid keluar tak menghiraukan apa yang terjadi padaku.
Bersambung…..
Next?

Book Comment (89)

  • avatar
    adnanewan

    best cerita ni..cerita lebih menarik

    23/08/2022

      1
  • avatar
    Alfryan Rifai

    sungguh mengharukan dan memberi motivasi untuk memuliakan kedua orang tua bahwa orang yang melawan orang tua akan durhaka karna orang tua lah yang melahirkan kita dan membesarkan kita bahkan sampai kita dewasa pun mereka selalu mendukung dan mendampingi kita sehingga kita bahagia sungguh luarbiasa pengorbanan orang tua tapi kita kadang sebagai anak tidak pernah untuk mengikuti perkataan orang tua karna orang tua itu menginginkan kebaikan untuk kita namun apa dayanya bila kita ingin dengan carase

    12/08/2022

      0
  • avatar
    Syechli AkbarFarrel

    bagus👍😎😜

    15/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters