logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 2: Paruh Waktu

Saat bell berbunyi Hana memilih diam dibangkunya dan membereskan peralatan belajarnya, semua itu tidak luput dari pandangan Piter.
"Kau tidak kekantin?" tanya Piter melihat Hana yang fokus pada tasnya.
Hana menggeleng dan tersenyum manis. "Aku membawa bekalku sendiri. Kau sendiri kenapa tidak kekantin?" Hana bertanya lembut yang membuat jantung Piter berdetak kencang, kenapa matenya itu manis sekali melebihi gula.
"Aku hanya akan kekantin jika kau juga kekantin."
Hana mengerutkan keningnya bingung, jujur dirinya sedikit canggung dengan sifat Piter yang ditunjukkan kepadanya secara terang-terangan.
"Kalau begitu kau bisa makan bersama aku kebetulan aku membawa lebih." Piter tersenyum lebar, itu memang rencananya.
"Aku ingin disuapi!"
"Hah!?"
"Tapi disini banyak orang." tambah Hana malu.
"Abaikan mereka, anggap saja disini hanya ada kau dan aku."
Blush
Pipi Hana merona, entah kenapa disetiap ucapan yang keluar dari bibir Piter membuat jantungnya berdetak kencang dan terasa sangat menyenangkan.
Tangan Hana bergetar saat menyuapi Piter, padahal dirinya sudah biasa menyuapi Zoe saat sakit tapi ketika menyuapi Piter tangannya malah tidak bisa. Piter terkekeh kecil dan menegang jari jari Hana yang memegang sendok kemudian mengantarkan sendok berisi makanan itu kemulutnya. Sedikit modus tidak masalah bukan? Jadi Piter bisa menyentuh jari-jari lentik Hana yang tampak lucu di matanya.
"Kau sendiri yang memasak ini?" tanya Piter sedikit kagum karena rasanya yang sangat enak meskipun hanya makanan berbahan dasarkan tempe, sayur dan nasi.
Hana mengangguk. "Ya, apakah rasanya tidak enak?" tanya Hana sedikit takut.
"Tidak, ini malah sangat enak." pujian Piter berhasil membuat pipi Hana kembali merona.
"Ck ck ck. Aku cari cari ternyata kau disini." ucap pemuda yang tidak kalah tampan dari Piter dengan sedikit kemiripan.
Piter mengabaikannya dan malah fokus kembali dengan Hana yang menyuapinya. Rafael berdecak kesal melihat kelakuan adik sepupunya yang menyebalkan itu.
"Eh, bukannya kau yang tadi menanyakan ruangan kepala sekolah?" Tanya Vierra menepuk bahu Hana.
"Iya itu aku." Hana terkekeh kecil.
"Perkenalkan aku Vierra." ucap Vierra hangat menyalami Hana dengan senyum manis.
"Aku Rafael, kekasih Vierra sekaligus sepupu pemuda disampingmu." kenal Rafael yang kemudian menyalami Hana dan mengecup punggung tangan gadis itu hingga pipi Hana merona membuat Piter mendelik tajam.
Plak
"Jangan modus!" kesal Vierra mengeplak kepala Rafael yang membuat pemuda itu menyengir dan meraih pinggang kekasihnya.
"Jangan cemburu, cintaku hanya padamu." gombalan Rafael tampaknya tidak mempan pada Vierra gadis itu hanya mengendus kesal.
"Kalian disini." seorang pemuda tampan dan tampak lebih kelam datang dengan sebuah kertas ditangannya.
"Nah, pemuda itu Arlan yang paling normal diantara kedua pemuda ini." ucap Vierra yang mendapat delikan dari Rafael dan Piter.
Arlan tersenyum tipis ketika Hana melihatnya kemudian menyerahkan kertas yang dipegangnya pada Piter. "Hm, kerja bagus."
"Apa yang kau baca?" tanya Rafael penasaran.
"Bukan urusanmu." dengus Piter.
"Dasar sepupu laknat!"
Hana tertawa melihat interaksi orang-orang didepan, terlihat lucu dan cukup menghibur. Hana jadi mengingat Zoe, hanya adiknya itu yang selama ini bersamanya Hana tidak memiliki teman mereka datang hanya saat mereka membutuhkan Hana mereka tidak benar-benar tulus apalagi melihat kondisi hana yang hanya orang miskin.
*****
"Kau pulang bersamaku!" ucap Piter menarik tangan Hana menuju parkiran.
"Eh, tapi aku bisa pulang sendiri." ucap Hana sedikit tergesa-gesa mengikuti langkah lebar Piter.
"Sepedamu biar orangku yang membawanya."
"Tidak Piter." Hana melepaskan genggaman Piter ditangannya.
Piter merengut tidak suka, alis pemuda itu mencuram. "Kau membantahku?"
"Bukan begitu." balas Hana tidak enak. "Aku tidak bisa menjelaskannya, maaf." Kemudian Hana berlari cepat meninggalkan Piter yang mematung.
"Ditolak sebelum berjuang ternyata cukup menyakitkan." kesal Luc.
"Diam."
"Kejar bodoh, apa kau hanya akan mematung seperti ini."
Piter mengerutkan keningnya bingung melihat Hana yang memasuki sebuah restoran mewah. Apa gadis itu akan makan?
Tidak lama kemudian Piter melihat Hana yang sudah rapi dengan pakaian khas pelayan restoran. Dia bekerja disini pikir Piter bingung tapi dalam biodata Hana yang diberikan Arlan tidak disebutkan jika gadis itu bekerja paruh waktu.
Disisi lain Hana yang melihat kehadiran Piter direstoran itu terbelak kaget, dia menyuruh teman kerjanya untuk melayani Piter karena Hana malu jika berhadapan dengan pemuda yang berhasil membuat jantungnya berdebar tak karuan itu.
Teman Hana yang bernama Janet mengangguk antusias tidak menyia-nyiakan kesempatan melayani pemuda tampan yang sangat mempesona itu.
Hana menggelengkan kepalanya karena matanya terus saja mengawasi Pieter dari kejauhan untung saja pemuda itu tidak mengetahui dimana dia bersembunyi, Hana bisa melihat dengan jelas jika Pieter sedang mencari sesuatu itu di restoran ini dan Hana berharap jika itu bukan dia.
Hana kembali melanjutkan pekerjaan menghilangkann rasa percaya dirinya yang terlalu berlebihan. Mana mungkin Piter mencari dirinya mereka saja baru bertemu beberapa jam yang lalu ini bahkan belum 24 jam.
Piter sudah menunggu setengah jam dan Hana tidak menunjukkan batang hidungnya, sepertinya gadis itu mengetahui keberadaannya dan menghindarinya. Piter menghembuskan nafas berat, padahal dia pikir akan mudah mendekati Hana ternyata dugaanya salah.
Disisi lain Hana melayani pesanan dilantai dua, karena restoran itu memiliki 3 lantai dan lantai 2 adalah untuk para tamu yang elit atau VIP sedangkan lantai 3 adalah ruangan bos dan ruangan VVIP.
Hana menghembuskan nafas lega ketika melihat Peter memasuki mobilnya.
Maaf Piter. Bisik Hana dalam hati.
******
"Kakak kenapa kok bengong terus?" tanya pemuda berusia beda 1 tahun dengan Hana.
Hana tersenyum kecil. "Gak papa Zoe, kamu udah makan belum?" tanya Hana sedikit mengalihkan pembicaraan yang semoga tidak disadari oleh Zoe.
"Belum kak, aku mau makan sama kakak. Kakak juga belum makan pasti." tebak Zoe yang kenyataanya memang benar.
"Kakak lagi males makan Zoe."
"Kalo gitu Zoe juga gak mau makan."
"Gak boleh gitu, kamu harus makan."
"Kakak juga harus makan."
Hana menghembuskan nafas kesal, begini jadinya jika memiliki adik yang keras kepalanya 11 12 dengan dirinya. "Baiklah, kakak akan makan bersamamu."
Zoe tersenyum puas, dia punya cara tersendiri untuk mengalahkan ego kakaknya yang memang sedikit keras kepala itu. Sebenarnya Zoe merasa sedikit tidak enak hati beberapa hari ini entah apa yang akan terjadi ke depan semoga itu adalah pertanda baik.

Book Comment (140)

  • avatar
    annahyera

    cerita yang menjadi favorit ku di platform lain 💖💖🌹🌹

    26/07

      0
  • avatar
    AjaMuslimin

    good

    04/07

      0
  • avatar
    BAGuild

    bagus beritanya

    06/06

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters