logo
logo-text

Download this book within the app

05 - Anthony, August 17

Anthony, August 17
"Setelah Britney menyiram Alice dengan jus tomat, Alice masih tetap berdiri tegak seolah-olah tidak terjadi apapun," kata Alex. Matanya berkilat-kilat ketika membahas tentang anak baru itu. Kami sedang berbincang di parkir mobil, sebentar lagi akan segera makan siang.
"Kudengar mereka bertengkar hanya karena jam tangan. Dia Alice Ritholz, apa yang diharapkan oleh Britney?" balas Daniel.
Mengapa setiap orang membicarakan anak baru itu? Bukan suatu topik pembicaraan yang menarik. Akhir-akhir ini dia menjadi perhatian di kafetaria, mungkin hari ini dia akan menarik perhatian lagi. Seseorang yang terkenal karena kontroversi pasti akan membuat kontroversi lainnya agar lebih terkenal.
"Tapi aku yakin bagaimanapun juga ego Alice akan sangat terluka jika diperlakukan seperti itu," kata Alex. Senyum di wajahnya menunjukkan bahwa dia kagum pada anak baru itu.
"Tapi dia bisa saja melakukan apa pun yang ingin dia lakukan. Jika hanya untuk melibas Britney, aku rasa dia memiliki semua amunisinya," balas Daniel. Sama seperti Alex, dia tampak kagum dengan putri keluarga terkaya di Glassvale itu.
"Kalian tidak lapar?" kataku. Aku bosan mendengarkan pembicaraan mereka. Aku beranjak menuju kafetaria.
"Hey, tunggu kami, Ant!" seru Alex. Dia dan Daniel menyusulku.
Di kafetaria, aku mengambil makanan dan kebetulan sekali kulihat Cathy. Gadis itu masih baru mulai mengambil makanannya di sana. Cathy selalu tampak manis meskipun dia berasal dari keluarga biasa saja. Beberapa helaian rambut hitamnya keluar dari gelungan. Meski terlihat sedikit tak rapi, namun itu membuatnya tampak lebih imut.
"Hai," sapaku padanya. Kuperhatikan makanan yang ada di nampan Cathy. Terlalu banyak sayuran tetapi kurasa Cathy bukanlah vegan.
"Hai, Ant. Kau baru datang?" balas Cathy ramah. Cathy adalah siswa senior sama sepertiku. Dia tinggal di seberang jalan kediaman keluarga Miller dan merupakan sahabat Alex sedari kecil.
"Ya. Alex dan Daniel sibuk membicarakan anak baru, mereka tidak lagi lapar hanya dengan membicarakan itu," balasku pelan. Daniel dan Alex tertawa mendengar perkataanku pada Cathy.
"Tapi dia badass, Ant!" kata Cathy. Matanya berbinar saat mengatakan itu. Mengapa semua orang senang membahas Alice? Lalu Cathy melanjutkan, "Jika seorang gadis sudah duduk di meja The Butterflies, maka dia akan rela melakukan apa pun demi bertahan di sana. Tapi Alice melawan perintah pertama Britney padanya. Terlebih Alice hanyalah sophomore. Gadis itu adalah sejarah, Ant!" lanjut Cathy. Suaranya begitu bersemangat dan dia tak bisa menyembunyikan kekagumannya pada gadis pindahan itu.
Aku memutar mataku. Bahkan Cathy juga membicarakan dia?
"Kau satu-satunya alien di sini, Ant," kata Alex mengejek seakan akulah orang yang aneh karena tak ingin membicarakan apa yang sedang trending di sekolah ini.
Mereka bertiga mentertawakanku. Aku diam saja dan menuju meja kami. Alex dan Daniel mengikuti. "Duduklah bersama kami, Cat!" seru Alex. Aku bersyukur melihat Cathy mendengarkan Alex.
"Aku penasaran apa yang akan dilakukan Alice hari ini. Aku bahkan tak bisa tidur karena rasa penasaranku," kata Cathy. Dia menyuap makanannya. Gadis ini terlihat begitu menyenangkan dengan segala kesederhanaannya. Dia mengenakan rok dresscode selutut dengan kemeja putih berlengan pendek. Sebuah dasi pita senada dengan rok menglingkari kerah kemejanya.
"Dia tak melakukan apa pun kemarin. Mungkin hari ini akan ada kejutan," kata Daniel. Dari senyum tipis di bibirnya, aku bisa tahu dia tak kalah penasarannya dengan Cathy.
Aku memakan makananku dengan cepat. Berharap tak akan ada peristiwa apa pun, apalagi terkait anak baru itu. Kedatangan siswa pindahan bukanlah hal yang aneh, tapi yang satu ini ditanggapi dengan begitu berlebihan. Aku sudah bosan mendengar tentangnya.
Tiba-tiba kudengar suara seorang gadis menjerit. Semua orang menoleh padanya, termasuk aku. Kulihat Britney meringis kesakitan dan memegangi kepalanya. Alice berdiri di sampingnya dengan membawa sebuah cangkir kosong. Perhatian seluruh kafetaria tertuju pada mereka hingga setiap orang menghentikan aktifitas masing-masing.
"Ada apa lagi?" tanyaku bukan karena penasaran, tapi lebih karena tak ingin melihat sebuah kekacauan.
"Alice menyiram Britney dengan secangkir coklat panas," kata Cathy. Matanya tak lepas dari meja The Butterflies dan tampak tegang.
Aku melihat ke arah Britney dan Alice. "Terima kasih atas jus tomatmu." Aku mendengar Alice berkata pada Britney. Gadis itu menyeringai jahat.
"Kau jalang! Kau akan segera tahu siapa aku di sini!" seru Britney. Dia mengusap lelehan coklat panas yang mengalir di wajahnya. Tampak rona merah di sepanjang kulit bekas lelehan coklat yang telah dia usap. Mungkin sebagian kulit kepalanya melepuh, coklat panas di kafetaria ini benar-benar panas.
"Kau tak perlu repot menujukkan dirimu karena aku sudah tahu," balas Alice tenang. Senyumnya tampak sekali kalau dia adalah gadis yang misbehaved. Dia lalu melipat tangannya dan memandang Britney. "Kau adalah senior yang sangat mengejar perhatian. Kau menyedihkan karena pada saat kau tidak bisa mencapai keingananmu maka kau ingin orang lain berkorban untukmu."
Aku kembali pada makananku. Yang dikatakan Alice tentang Britney itu benar adanya dan itu membuatku berpikir bahwa jangan-jangan aku juga seperti itu? Aku berusaha tidak memedulikan kejadian itu, tapi kebisingan itu tak bisa kuhindari.
"Tutup mulutmu!" bentak Hailie, "Britney mendapatkan segalanya karena dia layak mendapatkannya!"
"Dan coklat itu juga layak untuknya," kata Alice santai.
"Aaargh!!" seru Britney.
Aku tergoda untuk menoleh pada mereka lagi. Kulihat Britney berlari meninggalkan kafetaria. Dua minions-nya mengikuti.
"Wooohooo!" Seisi kafetaria bersorak kepada Alice. Apa yang layak dirayakan?
Alex terpingkal kembali ke tempat duduknya. "Sepertinya kita memiliki icon baru." Aku bisa mencium hasrat Alex yang segera saja ingin membawa anak baru itu ke ranjang.
"Sudah kubilang dia badass," kata Cathy. Tentu saja Cathy suka karena dia adalah salah satu gadis yang sering diganggu Britney.
"Sepertinya hirarki para siswi akan bergeser," kata Daniel. Hmm, senyumnya terkembang seperti dia sudah melupakan dukanya karena kehilangan Emma.
"Ayolah, Ant. Biarkan Alice duduk di sini," kata Alex lagi. Aku tahu dia tidak serius, namun dia juga berharap aku mengabulkannya.
"No way!" balasku.
***

Book Comment (26)

  • avatar
    DiasParta

    bagus

    02/08

      0
  • avatar
    PutraReblors

    lumayan bagus

    16/07

      0
  • avatar
    RamadhanRiski

    bagus

    07/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters