logo
logo-text

Download this book within the app

04 - Alice, August 15

Alice, August 15
Kelas terakhir menjelang istirahat makan siang telah usai. Aku menghampiri Frank dan bertanya tentang The Butterflies padanya. Duduk dengan mereka membuatku sedikit tergoda untuk kembali mengejar popularitas meski akal sehatku selalu mengingatkan bahwa tujuan utamaku kembali ke Glassvale adalah untuk menjadi lebih baik.
"Setelah kau duduk dengan mereka kemarin, sekarang kau penasaran dengan mereka?" kata Frank sinis. Seringai anak itu tetap tampak manis meski dia sedang mencoba mencibirku.
"Itulah mengapa aku membutuhkanmu agar aku bisa memutuskan apakah aku akan bergabung dengan mereka atau tidak," balasku tenang tanpa mempedulikan cibiran Frank.
Frank menghela napas. "Mereka tipikal gadis populer di sekolah. Cantik, perundung, manipulatif. Aku belum terlalu mengenalmu, tapi jika itu karakter yang menggambarkanmu maka kau akan cocok bersama mereka," kata Frank tegas.
Cantik, perundung, manipulatif. Dulu aku seperti itu. Aku ingin meninggalkan kesanku yang dulu, tapi menjadi seperti itu sebenarnya sangat seru. Tawaran untuk duduk bersama The Butterflies terdengar sangat menggoda. Ternyata, godaan menjadi gadis berskandal bukan berasal dari meja the skater boys.
"Kau yakin mereka seperti itu? Mereka nampak ramah," ujarku, berharap mendapat pandangan lain tentang The Butterflies.
"Apa kau pikir seseorang akan menyapamu dan bilang, hai aku perundung dan manipulatif?" balas Frank kesal. "Mereka kerap kali mengajak gadis underclass untuk bergabung, namun pada akhirnya hanya dijadikan bulan-bulanan dalam kelompok itu. Mungkin kau akan seperti itu nantinya."
"Dan ada saja yang mau mengorbankan harga diri demi menjadi seorang butterfly?" tanyaku pada Frank. Sebenarnya aku sudah familiar dengan keadaan yang dijelaskan Frank tadi. Mereka yang populer pura-pura mengajak seorang adik kelas hanya untuk mempermalukannya. Aku pernah menjadi 'korban' dulu di Manhattan, tapi aku bisa membalas dengan begitu cantik. Tidak, mungkin aku membalas mereka dengan begitu jahat.
"Ya. Untuk beberapa saat mereka akan bertahan di dalam cengkeraman The Butterflies, namun pada akhirnya mereka akan kabur," jawab Frank. "Selain itu, mereka juga akan mem-bully siswi lain dengan acak. Bisa jadi siswi yang tampil lebih modis dari mereka, siswi yang menggunkan fashion items yang lebih update dari mereka, atau secara acak merundung siswi lain hanya karena mereka ingin."
Aku tersenyum senang karena tiba-tiba teringat perhatian Britney pada jam tanganku. "Baiklah, hari ini aku akan makan siang bersama mereka. Akan aku lihat apa yang bisa aku lakukan dengan mereka. Tapi aku mohon jangan berikan tempat dudukku pada orang lain karena kalianlah yang akan menjadi tempatku pulang."
Frank memutar bola matanya. "Kuucapkan semoga beruntung untukmu."
Aku meninggalkan Frank dan menuju kafetaria. Setelah mengambil makananku, aku segera menuju meja The Butterflies. Lagi-lagi aku merasa seluruh mata memandang kepadaku. Sengaja aku menebarkan senyuman manis sepanjang langkahku, seakan aku merasa begitu senang duduk bersama The Butterflies.
"Ah, kau ada di sini juga akhirnya." Britney menyambutku dengan senyuman manis. "Kau setuju untuk bergabung dengan kami?"
"Tergantung bagaimana kalian memperlakukanku nanti," balasku dengan menatap Britney lekat-lekat. Aku menyuap pasta ke mulutku. Clementine adalah sekolah dengan makan siang paling enak dari seluruh sekolah yang pernah aku masuki.
"Apa maksudmu?!" bentak Hailie. Tangannya menggebrak meja dan raut wajahnya tampak marah. Satu butterfly mulai menunjukkan sifat di belakang mereka.
"Kau tenanglah, Hailie!" kata Britney dengan tersenyum. Dia menyentuh tangan Hailie dan itu membuat tensi Hailie menurun. "Sekarang, Alice. Bisakah aku minta agar kau melepas jam tanganmu?"
Aku memandang heran kepada Britney, lalu pada jam tanganku. Sebuah permintaan yang menurutku sangat konyol. Namun seperti yang dikatakan Frank, para gadis ini sensitif terhadap fashion items. "Bagaimana aku akan tahu waktu jika aku tak memakai jam tangan?" balasku dengan berlagak khawatir.
Britney tersenyum manis. "Ada jam dinding, dan kau bisa memanfaatkan ponselmu."
Aku berhenti dari makanku. "Maaf, apa masalahnya dengan jam tanganku? Jika aku tak mengenakannya, itu menjadi sebuah penghinaan untuk Cyrille," tanyaku tak terima, namun berusaha terdengar sopan. Apa mereka alergi dengan jamku? Mereka membicarakan jam ini sedari kemarin.
"Tidak ada masalah sama sekali. Kau memiliki jam yang bagus. Tapi untuk barang yang baru dirilis, Britney harus mengenakannya terlebih dahulu. Maka kau mendahului apa yang seharusnya Britney lakukan terlebih dahulu. Menjadi butterfly harus tahu hirarki yang berjalan di sekolah ini," kata Lola. Matanya memandang lekat padaku, berusaha meyakinkanku.
"Apa?!" Aku berseru tak percaya. Sepertinya ini akan menarik.
"Jadi, segera lepas jam tanganmu, oke?" kata Britney masih dengan tersenyum manis.
Aku meletakkan sendokku dan menatap mata Britney. "Jika kalian menerimaku duduk di sini, tak seharusnya kalian terganggu dengan items yang aku kenakan, bukan?"
"Aku tidak terganggu," balas Britney. "Hanya saja kau mendahului apa yang seharusnya aku lakukan. Itu poinnya." Dia berusaha mempertahankan senyum manisnya meski aku tahu dia mulai tak sabar.
"Lalu mengapa kau tidak melakukannya lebih dulu sebelum aku memakai jam tangan ini? Atau kau bisa memakainya sekarang juga, memangnya apa yang kau tunggu?" balasku. Sebenarnya penyelesaiannya semudah itu, bukan?
Britney tampak marah, dia mengambil napas dalam-dalam. "Karena milikku belum dikirim, kau mengerti?! Aku harus menunggu satu bulan untuk mendapatkan benda itu, dan kau siswa baru datang dengan mengenakan hal yang seharusnya aku dulu yang memakainya?" balas Britney sudah kehilangan kesabaran.
"Jika aku bisa mendapatkannya lebih dulu daripada kau, lalu mengapa itu menjadi masalahku? Seharusnya kau yang mengubah rencanamu dan segera melupakan jam tangan itu," kataku tenang. Kuberikan sebuah senyuman yang kuyakini akan membuat Britney semakin kesal. Ini mulai seru.
"Kau menyadari harga jam tangan itu, bukan? Dan sekarang kau memintaku melupakannya?" kata Britney. Nafasnya tampak berat.
"Maka kau harus menyadari bahwa dunia tak bisa selalu kau kendalikan!" balasku. Dan tanpa kusangka Britney menyiram wajahku dengan jus tomat. Wajah dan pakaianku belepotan jus warna merah itu. Seisi kantin memandangku, kulihat Frank berdiri dari tempat duduknya dan tampak khawatir.
"Berhati-hatilah denganku!" kata Britney dengan senyum kemenangan.
"Maka kau juga harus bersiap untuk berhadapan denganku. Kau yang telah menyalakan api," balasku. Aku beranjak dan meninggalkan kafetaria. Cairan merah itu mengotori muka, rambut blonde panjangku, kemeja, rok, dan blazer yang kukenakan.
"Alice!" kudengar suara Frank memanggilku. Dia berlari dan menyusulku di koridor. Aku menoleh padanya. Wajah anak itu tampak lebih manis ketika khawatir. "Kau baik-baik saja?"
Aku tersenyum senang. "Clementine mulai seru untukku."
***

Book Comment (26)

  • avatar
    DiasParta

    bagus

    02/08

      0
  • avatar
    PutraReblors

    lumayan bagus

    16/07

      0
  • avatar
    RamadhanRiski

    bagus

    07/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters