logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 3 Pulang Bareng Pak Rendi

"Istirahat woy, jangan kerja mulu," Tiba-tiba suara Fida mengganggu konsentrasiku. 
"Duh. Apa sih! Aku jadi buyar nih semuanya," jawabku sedikit kesal. Karena memang kalian tahu sendiri, jika sedikit saja hilang konsentrasi maka laporan keuangan yang kita buat bisa saja fatal. 
"Hehe, maaf dong Re, kan aku cuma bercanda," jawabnya sedikit cengengesan.
"Huh kamu! Dikit lagi kelar nih, jadi ngulang dari awal kan." 
"Gak papa, biar tambah mahir nanti. Pak Rendi juga gak bakalan marah kok. Jadi santai aja Re kerja disini, jangan jadikan sebagai beban," kata Fida lagi.
"Ya udah deh. Nanti di cek ulang," kataku dengan muka bete. 
"Dari pada kamu bete, yuk makan dulu." Dia mengajakku untuk makan.
Aku mengiyakan kemudian mengikutinya.
"Biasanya aku bawa bekal Re, tapi hari ini aku bangun sedikit siang dari biasanya. Jadi gak sempet masak," kata Fida melanjutkan.
"Oh, trus gimana suami dan anak-anakmu Da? Mereka makannya beli?" tanyaku.
"Kamu belum tau Mas Sofyan sih. Dia jago masak, lebih hebat dariku," jawabnya membanggakan suami.
"Kapan-kapan aku ajak kamu ke rumah deh buat icip masakannya," katanya meneruskan.
"Boleh," jawabku singkat.
Aku melihat kebahagiaan terpampang nyata di wajah bulat Fida membuatku kembali teringat dengan kebahagiaan ku dulu. 
"Sayang, Aku pulang!" ucap Mas Yogi yang baru pulang dari kantornya.
Dia membawakanku seikat bunga mawar merah nan indah untukku.
"Happy anniversary yang pertama. Semoga kedepannya kita semakin harmonis, cepet dapet momongan ya, Sayang," kata romantis yang keluar dari mulutnya.
Aku merasa girang mendapat kejutan ini. Baru sekali ini dia bisa seromantis Majnun dalam cerita Layla Majnun. Sayangnya kami bisa bersatu, sedangkan Laila dan Majnun dalam kisahnya tidak bisa bersatu.
Ku peluk suamiku itu, tak terasa air mata menetes karena bahagia. Dia mencium keningku seraya berkata, "Aku mencintaimu Reina. Kamulah satu satunya orang yang akan selalu aku cintai sampai kita tua nanti." Kata manis yang membuat hatiku luluh dan sangat bahagia kala itu. 
Walaupun saat itu kami belum dikasih titipan oleh sang Kuasa, namun kebahagiaan kami tidak pernah terasa kurang. Kehanggatan sikap Mas Yogi membuatku merasa sangat beruntung mempunyai seorang suami yang bisa membuat hati istrinya damai. 
Sikapnya yang lembut dan tidak pernah marah semakin membuat aku jatuh cinta padanya.
"Re, kamu pesen makan apa? Biar aku pesenin sekalian," tiba-tiba Fida membuyarkan lamunan tentang kisah masa laluku.
"Em, itu, sama sepertimu aja, Da," kataku sedikit kaget.
"Aku mau nasi dengan ayam dan sayur sedikit aja nih, kamu mau tambah tahu gak?"
"Boleh lah Da, terserah kamu. Aku ikut aja." 
Fida segera pergi untuk memesan makanan. Aku kembali sedih ketika teringat jika semua itu hanyalah sebuah kenangan. Kenangan yang sekarang sudah hilang dari hidupku dan tidak akan pernah kembali terjadi.
Mas Yogi yang dulu sangat lembut, pengertian kini sudah menjadi orang yang paling ku benci. 
Tak lama kemudian Fida sudah kembali dengan membawa dua piring yang berisi nasi berserta lauknya.
"Ternyata gak ada ayam Re, jadi kuambilkan lele aja. Gak papa kan? Lelenya juga enak kok," katanya.
"Iya gak papa, aku doyan semuanya, Da. Omnivora nih, pemakan segalanya," jawabku membuat muka Fida terlihat lega.
"Oh ya Re, gimana tadi menurutmu pak Rendi? Tipe setiap wanita banget kan ya?" tanya Fida. Dia masih saja terus memuji manager kantor itu.
"Isssh, apaan sih kamu. Masih aja ngomongin laki-laki lain. Kamu tuh udah beranak dua Da, ingat dong!" kataku dengan nada sedikit kesal.
"Ya kan cuma buat iseng-iseng. Lagian mana mau pak Rendi sama aku," kata Fida kemudian.
Aku melonggo mendengarnya.
"Memangnya jika dia mau sama kamu, kamu mau gitu selingkuh sama dia?" 
"Ya bisa jadi. Wanita mana coba yang bisa menolaknya," jawab Fida dengan santainya tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Mungkin inilah jawaban dari pertanyaanku. Setelah aku mendengar jawaban dari Fida tadu, aku bisa menyimpulkan, mungkin seperti ini kelakuan Mas Yogi dikantor. Pasti ada orang yang dianggapnya sempurna, lebih baik dariku dan karena orang tersebut dia siap meninggalkanku, seperti apa kata Fida. 
Aku terdiam. Fida kemudian bertanya karena melihat tingkahku yang aneh.
"Kamu kenapa sih? Syok dengar jawabanku tadi?" tanya Fida kemudian tertawa.
"Ya kali pak Rendi mau sama aku Re, itu adalah hal mustahil. Makanya aku berani ngomong gitu karena hal itu tidak akan mungkin pernah terjadi," lanjutnya.
Pikiranku belum sepenuhnya kembali, aku masih menerka-nerka tentang mas Yogi dan keputusannya sehingga tidak begitu memperhatikan perkataan Fida.
"Sudah cepet habiskan. Bentar lagi waktu istirahat selesai nih!" 
Aku hanya memakan sebagian dari makanan itu. Karena rasanya masih tetap hambar jika makan sambil mengingat kisah pahit yang sedang kualami.
"Kenapa gak dihabisin? Gak enak lelenya?"
"Enak kok, cuma aku masih kenyang aja," jawabku beralasan.
Fida tidak curiga sedikitpun melihat tingkahku yang mungkin bisa dibilang berbeda dari sebelumnya.
"Oh ya Re, ntar pulang kamu naik taksi gak papa? Aku mendadak ada urusan nih." 
"Iya gak papa, santai." 
Usai makan kami memutuskan untuk kembali ke ruangan kami masing masing.
_______________
"Re, tolong kamu buat laporan keuangan minggu lalu ya dan segera bawa ke meja saya," Perintah pak Rendi yang dari tadi sudah menungguku di depan ruang kerjaku. 
"Oh baik, Pak," jawabku. Aku segera mengambil dokumen yang diberikannya. Kulihat data pendapatan dan pengeluaran yang begitu banyak di dalamnya.
"Ini dibutuhkan segera pak?" tanyaku.
"Iya, kalau bisa sore ini selesai ya," katanya kemudian pergi meninggalkanku.
Aku segera berlari masuk dan segera mengerjakan laporan keuangan yang diminta pak Rendi.
Kali ini aku harus bekerja lebih teliti dan berhati-hati. Tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Karena jika ada, itu hanya akan membuat fatal danbmembuatku terlihat tidak bisa diandalkan.
"Duh, banyak banget lagi! Konsentrasi Re, konsentrasi!" 
Aku memulai memasukkan data dan membuat jurnal. Kemudian dilanjutkan dengan memasukkannya kedalam buku besar dan neraca. 
Setelah hampir 5 jam lebih aku baru saja menyelesaikannya.
"Hufft, akhirnya selesai juga." 
Aku segera menyerahkan laporan yang baru saja selesai itu kepada pak Rendi.
"Ini pak, coba bapak cek dulu," kataku sambil menyodorkan dokumen itu.
Pak Rendi membuka dan mengeceknya kembali.
"Oke Re, kamu memang bisa diandalkan." 
"Ya udah sana pulang. Kasian kamu udah keliatan capek gitu," ujar pak Rendi yang melihat wajahku sudah kusut
Hari sudah sore, semua orang kantor sudah pulang, begitu juga dengan Fida.
"Oh ya, tadi pagi sepertinya saya melihatmu berangkat bareng Fida?" 
"Iya benar, Pak. Dia menjemputku tadi pagi," jawabku jujur.
"Tapi barusan aku liat dia udah pulang duluan tuh. Apa kamu gak pulang bareng dia lagi?" 
"Enggak, Pak. Tadi Fida udah bilang kalau dia ada urusan. Jadi dia menyuruhku naik taksi," jawabku jujur.
"Oh kebetulan saya mau pulang. Rumahmu searah kan dengan rumah Fida?"
Aku mengangguk. 
"Ya udah kalau gitu bareng saya saja," kata pak Rendi menawarkan tumpangan.
"Tapi pak?"
"Sudah, gak papa kok. Sana ambil tasmu," kata pak Rendi kemudian.
Sebenarnya aku tidak enak jika harus pulang bareng dengan manajer perusahaan ini. Apalagi ini hari pertamaku bekerja.
"Udah sana, kok malah benggong," kata pak Rendi yang melihatku masih diam di tempat.
"Iya pak." Aku segera melangkah keluar untuk mengambil tas di meja kerjaku.
"Oh ya Re, kamu nunggu depan kantor aja ya. Saya ambil mobil dulu," katanya sebelum aku membuka pintu dan keluar.
"Baik Pak."
_____________________
"Ayo, Re." Terdengar suara pak Rendi dari dalam mobil. 
"Iya, Pak." Aku segera menghampiri mobilnya dan membuka pintu belakang. Rasanya tidak enak jika harus duduk bersebelahan dengan Bos kantor sendiri.
"Kok disitu, depan aja! Dikira saya sopir apa?" katanya setelah aku masuk dan duduk di jok belakang.
"B_baik, Pak," jawabku. Aku pun turun kemudian pindah ke depan duduk di sebelah pak Rendi.
"Nah, gini kan enak," katanya. Mobil berjalan setelah itu.
Dalam mobil, pak Rendi lebih banyak bicara dari pada aku. Aku masih merasa canggung jika harus kelihatan akrab dengannya.
"Oh ya Re, kamu udah berumah tangga?" tanya pak Rendi tiba-tiba.
"Udah Pak, saya juga sudah punya seorang anak. Dia kelas 4 Sd," kataku menjelaskan.
"Oh, trus suamimu kerja juga?"
Aku mengangguk, tidak ingin rasanya untuk membahas dia lagi.
"Kerja dimana? Trus anakmu siapa yang urus?"
Pertanyaannya kali ini sungguh sulit untuk kujawab.
"Kenapa diam Re?" 
Karena terpojok dengan pertanyaan itu akhirnya aku menceritakan pada pak Rendi tentang masalah rumah tanggaku yang sedang terjadi.
"Dasar, laki-laki nggak tau diuntung!! Udah lepaskan aja laki-laki seperti itu!! Masih banyak laki-laki di luar sana yang lebih baik, Re," Pak Rendi berkata kesal mendengar ceritaku.
"Tapi kami punya seorang anak, Pak. Rasanya kasian saja pada anakku jika harus melihat orang tuanya berpisah. Dia pasti yang akan jadi korbannya," kataku selanjutnya.
Pak Rendi diam sesaat kemudian melanjutkan ucapannya lagi.
"Daripada kamu sakit hati terus nantiny akan lebih baik jika kamu berpisah saja. Soal anak itu bisa diatur."
"Tapi Suamiku membawa anakku pergi pak."
"Ya kamu ambil hak asuh atas anakmu, Re, jangan berikan anakmu pada orang seperti dia!"
"Tapi suamiku tidak percaya jika aku bisa memberikan yang terbaik buat anakku, Pak. Dia masih menganggap aku sebagai orang yang payah," kataku berusaha menahan air mata.
"Sekarang kamu sudah bekerja. Dan kinerjamu memang saya akui bagus. Kamu akan segera naik ke level berikutnya jika kerjamu seperti ini terus. Kamu gak usah khawatir soal anakmu, setelah karirmu sukses nanti, kamu bisa buktikan pada suamimu dan bisa ambil lagi hak asuh atas anakmu," kata Pak Rendi meyakinkanku.
"Terima kasih pak. Aku kini lebih bersemangat untuk mewujudkan semua itu."
"Kamu pasti bisa!! Semangat!!" Kata Pak Rendi membuat semangatku bertambah.
____________________

Book Comment (153)

  • avatar
    NurFaizah

    betui

    2d

      0
  • avatar
    Annisa Rahmadanny

    cantik banget

    8d

      0
  • avatar
    91Yappe

    5.0

    13d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters