logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 6 Siapa yang ambil?

Airin berdiri mematung di depan jendela kamarnya. Agak lama dia melamun di sana, matanya melihat keluar kepada pohon mangga besar yang mengembangkan daunnya yang rimbun. Di sana sini nampak sinar bulan jatuh dari antara sela-sela daun yang rimbun. Dibukanya lebih lebar jendela kamarnya, sejauh mata memandang nampak sinar bulan purnama yang putih lembut.
Sudah empat purnama dia tinggal di rumah ini semenjak kepergian nya dari rumah suaminya. Mantan suami lebih tepatnya, karena sekarang sudah habislah masa Iddah nya. Sudah sah dia menjadi janda yang diceraikan.
Semenjak kepulangannya, hari-hari nya lebih banyak dia habiskan di rumah. Sesekali dia pergi ke Toko meubel Mas Rahman kakanya, hanya sekedar mengantarkan makanan atau sekedar berkunjung. Terkadang dia juga mengantarkan Raka, keponakan bersekolah. Untunglah di rumah ada Ibu, Mba Laras, dan anak-anaknya sehingga waktu tidak terasa sepi.
Sebenarnya dia sudah mengutarakan keinginnya untuk bekerja di toko Mas Rahman. Akan tetapi Mas Rahman tidak mengijinkannya bekerja sebelum masa Iddah nya selesai. Menurutnya wanita di masa Iddah lebih baik berada di dalam rumah agar tidak menimbulkan fitnah. Apalagi di toko meubelnya lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan yang bekerja di sana.
Sejenak Airin tersadar dari lamunannya ketika terdengar pintu kamarnya dibuka. Dari luar dilihatnya Ibunya datang mendekat.
"Ngelamunin apa toh, Rin? Kok berdiri saja disitu?" tanya Bu Ningsih, Ibu Airin.
"Gak ada kok, Bu. Cuma lagi liatain bulan purnama aja."
"Sudah malam. Ayo ditutup jendelanya, nanti masuk angin loh."
"Iya, Bu," jawab Airin dan bergegas menutup jendela dan menguncinya.
"Kamu gak papa 'kan, Rin? Semenjak kepulanganmu ibu lihat kamu sering melamun di kamar," tanya Bu Ningsih. Dia sedikit mencemaskan keadaan Putri nya itu. Ada raut kesedihan yang terpendam di wajah putri kesayangannya itu.
"Gak papa kok ,Bu. Airin baik-baik saja."
"Yang sudah berlalu biarlah berlalu. Kita harus selalu berprasangka baik dengan takdir Allah. Sapa tau lepas berpisah dengan Bayu, Allah sedang mempersiapkan jodoh yang lebih baik untuk kamu."
"Ah ibu ini, baru beberapa hari jadi janda sudah ngomongin jodoh,"
"Eh jangan salah, anak ibu inikan janda yang cantik, manis, baik hati, dan tidak sombong. Pasti banyak laki-laki yang ngantri buat jadiin kamu istrinya," ucap Bu Ningsih berkelakar.
Mendengar perkataan ibunya, Airin hanya tersenyum. Jodoh, menikah lagi, apakah dirinya siap untuk membuka hatinya untuk laki-laki lain? Biarlah waktu yang akan menentukan. Saat ini dia hanya ingin menikmati kesendiriannya.
***
"Kalau kamu beneran mau bantu Mas di toko, Senin depan kamu bisa mulai masuk. Minggu depan akan ada pameran, insyaallah kita akan buka stand di sana," ucap Mas Rahman sambil menikmati sarapannya.
"Iya, Insyaallah Senin Airin masuk Mas." ucap Airin yang sedang sibuk menyuapkan makanan kepada Rasya keponakannya yang berumur tiga tahun.
"Satu lagi yah. Aaa," Tangannya dengan cekatan menyuapkan suapan terakhir. "Alhamdulillah," lanjutnya menuntun Rasya mengucap hamdalah yang diikuti bocah kecil itu dengan terbata-bata.
"Tante Arin, Rasya mau main ke depan," celoteh manja Rasya kepada Airin.
"Oke. Tapi cuma sebentar yah habis ini mandi," jawab Airin lembut.
Sementara itu dari ruang tamu terdengar suara Mba Laras yang sedang berbicara dengan seseorang.
"Assalamualaikum," ucap seorang pemuda memberi salam. Usianya sekitar tiga puluh limaan. Dia adalah Arya, sepupu jauh Airin. Dia datang pagi-pagi atas permintaan Mas Rahman untuk membahas rencana pembukaan standnya.
"Waalaikumsalam," ucap Airin dan Mas Rahman hampir bersamaan.
"Eh Arya, ayo duduk sekalian ikut sarapan," ajak Mas Rahman.
"Terimakasih kasih, Mas. Tadi udah di rumah," jawab Arya sopan.
"Apa kabar Airin?" tanya Arya, senyum tersungging di bibirnya.
"Alhamdulillah sehat, Mas." jawab Airin canggung karena kini Arya duduk disebelahnya.
"Tante Arin ayok!" rengek Rasya yang sedari tadi minta ditemani bermain di depan rumah.
"Ayok," jawab Airin.
"Airin tinggal ke depan dulu, Mas," ucap Airin kepada Arya.
"Iya silahkan," jawab Arya. Pandangan nya tak lepas mengikuti kepergiannya.
"Ehem," dehem Mas Rahman mengagetkan Arya. Wajahnya memerah menahan malu karena ketahuan mencuri pandang kepada adiknya.
"Kita ngobrolnya di samping saja yah, biar enak."
"Iya Mas." Mereka berdua pun bangkit menuju teras samping rumah.
***
Di depan rumah, Airin asyik mendorong Rasya di atas sepeda roda tiganya. Ini adalah salah satu kesibukannya di rumah. Membantu menjaga anak-anak Mas Rahman ketika Mba Laras sibuk dengan pekerjaan rumahnya. Kegiatan ini sangat menyenangkan bagi Airin, karena pada dasarnya dia sangat suka dengan anak-anak. Bahkan baginya mereka sudah Airin anggap seperti anaknya sendiri.
"Assalamualaikum," ucap seorang wanita berkacamata. Dia terlihat cantik mengenakan gamis berwarna mint dipadankan dengan jilbab dengan warna senada.
"Waalaikumsalam," jawab Airin, "Masya Allah, Nirma! Pangling aku!" lanjutnya.
"Gimana? Aku cantik 'kan?"
"Iya cantik banget sampe pangling aku. Mau kondangan kemana lagi?" tanya Airin meledek.
"Enak aja. Dandanan keren begini dibilang mau kondangan."
"Lah terus mau kemana dong?"
"Mau ngemall dong."
"Mall mana yang pagi-pagi begini sudah buka?"
"Makanya aku kesini buat ngajakin kamu. Sambil nunggu mallnya buka. Kamu 'kan kalau mandi lama."
"Bisa aja kamu, Nir."
"Mobil siapa itu ,Rin?" tanya Nirma penasaran melihat sedan hitam terparkir di samping mobilnya.
"Mobil Mas Arya," jawab Airin.
"Cie cie kayaknya ada yang CLBK nih pagi-pagi sudah diapelin," ledek Nirma.
"Apaan sih kamu. Mas Arya itu masih sepupuan tau sama aku."
"Eh jangan salah loh, sepupuan tapi menikah juga banyak."
"Mulai deh tengilnya," ucap Airin. Dipasang nya wajah cemberut.
"Ih gitu aja sewot. Buruan geh mandi sono, biar Rasya aku yang jagain. Iya kan Rasya sayang." Dicubit nya pipi Rasya yang tembam, gemas!
"Emang mau ngapain sih pagi-pagi ke mall."
"Hari ini ada acara meet and great oppa kesayanganku. Kamu temenin aku yah! Gak asyik kalau datang sendirian."
"Oppa! Sapa tuh? Pasti artis yang sudah tua yah?"
"Ih norak kamu, Rin. Oppa itu sebutan untuk artis Korea yang ganteng tau."
"Jadi sekarang sudah ganti. Bukannya kamu sukanya artis India?"
"Udah ganti haluan! Udah geh sono buruan mandi. Kalau siangan dikit entar kebagian nonton di belakang."
"Ogah ah. Lagian Mas Rahman gak bakal ngizinin ikut acara begitu, perempuan laki-laki tumplek jadi satu. Ogah ah!"
"Aku yang mintain izin deh. Yah please!"
"Gak mau." Airin pun melenggang masuk meninggalkan Nirma yang sedikit jengkel.
"Ayolah, Rin! Tega bener gak mau nemenin aku." Nirma bergegas ikut masuk ke dalam rumah. Diangkatnya Rasya dari atas sepedanya, dan digendong masuk.
***
Akhirnya Nirma berhasil membujuk Airin untuk pergi bersamanya. Dengan alasan pergi ke toko buku, Nirma berhasil membujuk Mas Rahman untuk mengizinkan Airin pergi bersamanya. Kini mereka sudah berada di tempat parkir sebuah mall yang sudah penuh dengan kendaraan. Samapai-sampai Nirma kesulitan memarkirkan mobilnya.
"Wah pagi-pagi begini parkirannya aja sudah penuh. Padahal ni baru jam sembilan," ucap Airin terheran.
"Iyalah, yang Dateng oppa-oppa ganteng sudah pasti fansnya banyak. Ayok Rin buruan turun."
"Iya-iya. Gak sabaran banget sih."
Dari tempat parkir, Nirma menarik lengan Airin untuk bergegas masuk ke dalam mall. Dari depan pintu sudah ramai orang-orang dengan segala poster dan spanduk idolanya.
"Aduh, Nir. Pelan dong jalannya." Airin sedikit terseok-seok mengikuti langkah Nirma yang sedikit berlari.
Brughh
Karena tidak melihat langkanya, tanpa sengaja Airin menubruk seorang pria dan membuat kotak yang dibawanya jatuh dan isinya berserakan.
Bergegas Airin membantu pria tersebut memunguti kertas-kertas yang berserakan dan memasukkan nya kembali kedalam kotak yang dia bawa.
"Maaf, Mas. Aku yang salah, aku gak liat jalan tadi," ucapnya menyesal kepada pria tersebut.
Pria tersebut hanya diam saja sambil memasukkan kembali barang-barangnya ke tempat semula. Dilihatnya sekilas perempuan yang mengajaknya berbicara dengan wajah datar, kemudian beranjak pergi setelah semua berkasnya dia masukkan.
Nirma yang sedari tadi hanya melihat apa yang di lakukan Airin, dia terlihat sedikit kesal dengan pria tersebut, yang bahkan tidak menjawab permohonan maaf temannya.
"Ayok, Rin. Buruan." Ditariknya kembali lengan temannya untuk bergegas masuk ke dalam mall.
"Sombong banget sih pria tadi. Ada orang minta maaf ,eh dia diem aja. Untungnya ganteng," selorohnya.
"Sudahlah, mungkin dia kesal karena barang-barangnya aku jatuhkan tadi."
"Ya tapikan kamu gak sengaja."
"Kamu sih narik-narik aku. 'Kan aku jadi gak liat jalan jadinya."
"Lagian kamu lambat banget jalannya."

"Kamu yang kecepatan," ucap Airin. Mereka berdua pun segera naik ke lantai atas dimana acara meet and great diadakan.
***
Tiba di lantai atas Airin ternganga, seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dibawah panggung sudah berjubel penuh dengan penonton.
"Subhanallah, Nir. Rame banget." Dilihatnya penonton laki-laki dan perempuan berdesak-desakan dari segala usia.
"Tuh 'kan kita telat. Udah penuh ni." Ditariknya lengan Airin untuk merangsek ke depan panggung. Akan tetapi Airin menolak.
"Eh gak gak. Aku disini aja, Nir." ucap Airin sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Disini mana keliatan, Rin. Ayolah!" ajak Nirma memaksa.
"Ya ampun, Nir. Itu laki perempuan bercampur baur begitu. Ngak! Pokoknya aku gak mau."
"Ayolah, Rin. Kita udah nyampe sini masa cuma liat dari belakang. Mana keliatan." Nirma mulai kesal.
"Aku nunggu disini aja. Kamu kesana sendiri aja yah?"
Sementara dari atas panggung acara sudah akan dimulai. Pembawa acara terlihat berjalan menaiki panggung. Penontonpun bersorak sorai, suasana sekejap menjadi riuh.
"Tuh kan sudah mulai. Ya udah kalau kamu memang mau disini aja. Biar aku kedepan sendiri." ucap Nirma kesal.
"Ya udah aku nunggu di sana aja yah." Tangan Airin menunjuk bangku panjang di sisi mall.
Nirma pun bergegas merangsek ke depan panggung. Airin melihatnya geleng-geleng kepala sendiri, heran dengan tingkah sahabat nya itu.
***
Lama Airin duduk sendiri di bangku panjang. Diapun mulai bosan. Entah kapan acara itu akan selesai. Airin pun memutuskan untuk pergi ke toko buku yang ada di lantai bawah. Terlebih dahulu dia menuliskan pesan untuk Nirma di aplikasi hijaunya, memberitahu nya bahwa dia ada di toko buku.
Di toko buku Airin berjalan melihat-lihat koleksi yang ada. Berjalan dari rak satu ke rak berikutnya. Koleksi buku di toko ini cukup lengkap.
Setelah melihat-lihat, Airin pun mengambil dua buah buku yang akan dibelinya. Satu buku agama dan satu lagi novel fiksi. Diapun berjalan menuju kasir untuk membayar kedua buku tersebut.
"Dua ratus enam puluh ribu, Mba. Sudah termasuk PPN." ucap Mba kasir.
Airin membuka tasnya untuk mengambil dompetnya. Dibuka-buka nya seluruh ruang di tasnya tapi tidak juga ditemukan.
"Astaghfirullah! Dompet saya gak ada, Mba." ucapannya kepada Mba kasir.
***

Book Comment (308)

  • avatar
    handayaniaviska

    ceritanya sangat bagus,sampai terbawa suasana ..soalnya saya juga pernah mengalaminya

    29/07/2022

      0
  • avatar
    Suyoto Wisnu

    kisah hidup jalan yg berbeda menjadi kisah yg penuh warna

    27/07/2022

      4
  • avatar
    AdrianaAmyra

    besttt

    9d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters