logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 5. Hujan dan Patah Hati

"Hujan tidak pernah tahu dia menbasahi apa. Tetapi, air mata tahu dia jatuh untuk siapa."
-Nadya Aira Khairi-
Keesokan harinya setelah Nadya pulang sekolah. Sambil menunggu jemputan di halte bus. Nadya mendengarkan musik BTS-Fake Love. Tak lama kemudian ... Handphone Nadya bergetar, menandakan ada yang menelpon.
"Iya, ini siapa?" Nadya penasaran sengan nomer asing, yang tidak ia kenal.
"Ini Ayah Nadya, nomer baru, save ya?" ucap hengky.
"Tumben Ayah nelpon, nggak biasanya. Kenapa Yah? Pasti ada maunya yakan?" tebak Nadya disebrang telpon.
"Tau aja anak Ayah." Hengky merasa gemas dengan Nadya.
"Iya lah, to the point aja Ayah!" kata Nadya penuh penekanan.
"Mulai besok kamu pindah sekolah, ke Pesantren Sabilunnajah Bandung. Nggak ada penolakan! Atau semua fasilitas mobil, kartu atm, Ayah sita Nadya! Keputusan Ayah sudah bulat!" Hengky memutuskan memindahkan Nadya ke pesantren.
Nadya mejijat pelipisanya, ia pusing mendengar ocehan Ayahnya yang selalu seenaknya pada dirinya.
"Nadya nggak mau Ayah, nanti Nadya pisah sama sahabat Nadya." Nadya merengek manja.
"Sahabat macam apa itu? Tiap hari kamu habiskan uang Ayah untuk belanja." Hengky menasehati Nadya,  sengan kata-kata pedasnya.
"Pokoknya besok kamu pindah! Gak ada penolakan sama sekali! Kalau kamu nurut, Ayah belikan kamu hadiah." Ayah dan Anak terlihat berdebat ditelpon, keduanya tampak tak mau kalah.
"Tau ah gimana Ayah Aja! Nadya sebel sama Ayah," Nadya menggerutu.
Nadya tidak bisa apa-apa memutuskan menuruti perintah Ayahnya.
"Iya-iya, udah ya bye Ayah!" ujarnya.
"Iya dah sayang." Hengky menutup panggilan telpon.
Nadya mendapat notif pesan dari sopirnya bernama Ujang, bahwa ia tak bisa menjemput Nadya, dikarenakan ban motornya pecah dan harus di tambal. Semakin hari rasanya semakin pusing dihadapkan situasi seperti ini. Nadya menggerutu sebal. Semua orang menatap Nadya aneh karena berbicara sendirian mungkin. Tak apa lah bodo amat orang mau menganggapnya apa, yang terpenting ia bisa mengungkapkan kekesalannya.
"Kenapa sih Ayah suka ngatur-ngatur anknya? Bete kan! Kalau aja Ayah berubah pikiran, yah tapi mana mungkin si Ayah begitu? Kalau tekadnya kuat paati seperti itu. Mana sopir gue nggak bisa jemput lagi, Ya Allah Nadya lelah rasanya." Nadya mengungkapkan kekesalannya.
Tit ... Tit ...
Suara klakson motor seorang laki-laki, yang tak lain adalah Kevin.
"Nadya? Lo ngapain disini sendiri? Ayo cepet naik." Kevin menyruh Nadya menaiki motornya.
"Gue lagi kesel Vin." kata Nasya, seraya menaiki motor ninja Kevin.
"Lah, emang kenapa?" tanya Kevin, sembari menjalankan motornya.
"Gue mau pindah ke pesantren Vin." Nadya mengatakan sejujurnya, sembari memeluk Kevin.
Kevin mematung mendengar kabar ini. Spontan Kevin memarkirkan motornya di tempat yang teduh. Karena hujan turun tiba-tiba mengguyur sepanjang jalan Jakarta.
"Nad, hujan turun dulu ya." Kevin memakaikan jaketnya pada Nadya.
"Lho, nanti lo dingin Vin." Nadya merasa was-was.
"Gapapa Nad, gue cuman mau bilang sesuatu." ujar Kevin, seraya menyenderkan pundaknya dibahu Nadya.
Nadya menatap lekat Kevin. Kok jantungnya jadi tak karuan begini? Nadya sangat penasaran apa yang ingin Kevin ucapkan. Nadya bersiap-siap menyiapkan hatinya, jika Kevin menembaknya. Eh, tapi ... Tidak baik jika ia gede rasa terlebih dahulu.
"Saranghae bogosipeo my love." Kevin menatap Nadya, setelah mengungkapkan isi hatinya.
"Tunggu-tunggu, sejak kapan lo bisa bahasa korea Vin?" tanya Nadya semakin penasaran.
"Eum, sejak lo suka korea Nad, jadi gue coba buat tahu kesukaan lo apa." Kevin mengatakan sejujurnya pada Nadya.
"Buat apa sih Vin? Bukannya lo nggak suka sama gue?" Nadya menatap Kevin sendu.
"Entahlah Nad, hati gue selalu merasa bersalah." ujar Kevin, seraya memeluk Nadya.
"Tapi Vin, gue mau berangkat besok ke pesantren." Nadya melepaskan pelukan Kevin.
"Nad, lo pergi karena gue? Gue minta maaf, please look at me." Kevin memohon pada Nadya.
"Vin, gue udah maafin lo, udah ya lupain gue." Nadya mengabaikan Kevin yang menatapnya dari belakang.
"Sampai kapanpun, gue nggak akan berhenti buat perjuangin lo Nad." Kevin berteriak, seolah menyesali perbuatannya.
"Maaf Vin, lo berhak dapetin yang lebih baik dari gue." Nadya tersenyum, sembari menaiki taxi yang lewat.
Kebetulan Silvia dan teman-temannya sedang melintasi area persimpangan jalan. Silvia kepo berusaha mencari tahu apa yang sedang terjadi. Silvia melihat Kevin hujan-hujan sepertinya Kevin sangat frustasi. Silvia menghampiri Kevin membawakan payung untuknya.
"Guys, itu kayaknya Kevin deh, but ngapain hujan-hujanan." Silvia menunjuk ke arah Kevin.
"Lo bener sih." sahut Mira
"Tapi, kok bisa apa sengaja gitu?" Dinda penasaran melihat tingkah laku Kevin.
"Samperin aja sil, nih kasih payung buat dia." Sandra memebrikan usulnya pada Silvia.
"Kevin, kenapa lo hujan-hujanan, stress lo?" Silvia memicingkan matanya.
"Kevo banget lo jadi cewek, ngapain lo kesini?" Kevin mengacuhkan Silvia.
"Yaelah, gue nggak sengaja lewat sini, gue tuh bawa payung buat lo, kalau lo sakit nanti si Nadya khawatir." Silvia memberikan payung tersebut pada Kevin.
"Thanks." Kevin mengenakan payung, yang diberikan Silvia.
"Yang bener kek, lo nggak tahu cara berterimakasih sama orang ya Vin?" Silvia memutar bola matanya malas.
"Bawel lo." Kevin mengangkat bahunya acuh.
"Yaelah, gue sumpahin lo patah hati selamanya." Silvia mengucapkan sumpah serapahnya.
"Gue nggak perduli." Kevin mengabaikan Silvia.
Setelah sampai rumah matanya terlihat bengkak, seolah habis menangis. Rafka yang melihat mata adiknya sembab. Sontak memeluk Adiknya. Rafka sangat menyayangi Adik semata wayangnya. Rafka tidak akan pernah mengizinkan laki-laki manapun menyakiti Nadya. Karena Rafka akn menjaga Nadya dengan baik.
"Dek, kamu kenapa? Cerita sama Abang ya." Rafka memeluk Nadya erat.
"Bang, Ayah mau ngirim aku ke pesantren, Nadya belum siap Bang." Nadya terpaksa berbohong. Bukan itu yang ia tangisi, melainkan Kevin.
"Dek, apa salahnya sih, kan pesantren bagus buat kamu, dapet ilmu juga dan ... Siapa tahu, dapet jodoh ustadz." timpal Rafka, mencoba membujuk Nadya.
"Iih Abang sama aja kayak Ayah! Tau ah Nadya ngambek!" Nadya sangat sebal, Karena Rafka tidak berada di pihaknya.
"Bodo amat! Abang nggak akan kasih uang jajan!" ancam Rafka penuh penekanan.
"Tuh Abang sama aja kayak Ayah! Yaudah Nadya nurut!" Nadya mengerucutkan bibirnya.
"Good girl, itu baru Adek Abang, kalau udah dipesantren ... Kamu harus rajin shalat, sama ngajinya." Rafka mengecup kening Nadya.
Nadya mengangguk setuju, "Insya Allah Bang."
Yaudah sana gih kekamar, Abang ada urusan dikantor." Rafka menyuruh Nadya pergi kelantai atas.
Didalam Kamar Nadya menelpon panggilan group LINE teman-temannya. Nadya ingin mengabari bahwa besok Nadya harus pindah ke pesantren.
"Halo guys, gue mau ngomong serius sama kalian." Nadya menghembuskan napasnya gusar.
"Ngomong apa Nad?" Sikvia mengerutkan dahinya.
"Gue mau pindah ke pesantren besok, tapi keknya ke sekolah dulu bentar." ucap Nadya tampak bersedih.
"What?" pekik Sandra terkejut.
"Kok lo baru bilang sekarang sih Nad." Mira tersedak minumannya, karena terlanjut kaget.
"Kalu tahu gitu kita bisa nginep dirumah lo." ujar Dinda.
"Ya, mau gimana gue juga nggak mau, tapi mendadak banget bokap gue ngambil keputusan." Nadya berkeluh kesah.
"Yaudah, yang sabar Nad jalani aja dulu, siapa tahu dapet jodoh ustadz." Silvia berusaha mensuport Nadya.
"Lo, sama Abang gue sama aja tahu nggak Sil." Nadya bete pada Silvia.
"Lah, emang kenapa? Abang lo kan ganteng banget, jodohin aja sama gue Nad." Silvia berpura-pura polos.
"Terserah, kalu lo bisa naklukin hati Abang gue."
"Gue pasti bisa." kekeh Silvia
"Hem." Nadya hanya berdehem
"Jaga diri baik-baik disana Nad, kita bakalan kangen." Sandra menasehati Nadya.
"Makasih guys, gue tutup telponnya dulu."
"Iya, see u." ucap mereka semua.
"Iya siap."

Book Comment (328)

  • avatar
    3Zyntaa

    cerita nya seru bgt🫂🙌

    18d

      0
  • avatar
    AllBang

    👍👍

    20/09

      0
  • avatar
    HiguanaMumud

    mah

    17/09

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters