logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 3. Pertemuan Tak Terduga

"Berharap pada manusia, hanya akan membuatmu terluka."
-Nadya Aira Khairi-
Nadya berlari dari ruangan kelas, Nadya berniat membolos pelajaran Bu Tini guru terkiler setelah Pak Saefudin. Bu Tini mengajar pelajaran Akuntansi. Jika satu orang tidak mengerjakan tugasnya. Pasti Bu Tini akan melempar buku besar tersebut ke arah murid yang tidak mengerjakannya. Silvia melihat Nadya berlari, merasa curiga ia berteriak mencegah Nadya yang ingin membolos dalam dua pelajaran tersebut. Nadya memang seorang gadis bar-bar.
"Nad, lo mau kemana Nad? Bolos lagi? Aelah, lo mau dihukum lagi?" Silvia berteriak dilorong sekolah.
"Shut, bisa diem nggak? Lo mau gue ketahuan?" Nadya membekap mulut Silvia.
"Terus kalau bukan bolos, lo mau kemana?" tanya Silvia, menatap Nadya curiga.
"UKS, bilang aja gue sakit, dah gitu, sono pergi ke kelas Sil." Nadya mengusir Silvia.
"Yaudah, gue cabut." Silvia melangkahkan kakinya menuju ruangan kelas.
Jam pelajaran kedua diganti dengan Akuntansi. Bu Tini memasuki rjangan kelas XI IPS 1. Semua murid terdiam membisu, karena takut kena omelan Bu Tini. Bu Tini fokus menjelaskan rumus dasar akuntansi sehingga tiba-tiba ia tersadar bahwa tidak ada Nadya di bangku kelasnya.
"Perhatikan baik-baik, setelah itu catat apa yang saya tulis."
"Baik, Bu." jawab seluruh murid.
"Rumus persamaan dasar akuntansi adalah harga sama dengan utang plus modal, berikut rumusnya:
Harta (Aktiva) = Hutang + Modal (Pasiva)
Dalam rumus persamaan dasar akuntansi, semakin besar hutang pada sisi pasiva, akan menyebabkan ketidakseimbangan pada sisi aktiva. 
Jika terjadi suatu transaksi yang tidak transparan atau tidak dilaporkan, nantinya juga akan terlihat dengan penghitungan prinsip persamaan dasar akuntansi tersebut."
Semua murid fokus mencatat, hening tak ada suara atau sautan apapun. Bu Tini melihat Silvia duduk sendirian. Tapi tak ada Nadya. Bu Tini mulai menanyakan keberadaan Nadya.
"Ada yang tahu Nadya kemana?" tanya Bu tini melihat ke arah semua murid.
"Nadya sakit Bu, dia di UKS." Silvia memberitahu Bu Tini.
"Yasudah, lanjutkan lagi pelajarannya." murid-murid hanya mengangguk.
"Permisi Bu, saya mau izin ada telepon penting." Kevin beralasan kepada Bu Tini.
"Silahkan Kevin." Bu Tini memberi Kevin izin.
Kevin bergegas menemui Nadya keruangan UKS. Mungkin karena Kevin panik ia teburu-buru melangkahkan kakinya. Sementara Nadya asik memainkan handphonenya. Rebahan adalah hal terpenting dalam hidup Nadya. Nadya tidak memperdulikan siapapun terkecuali keluarganya dan dirinya sendiri. Nadya tengah asik menonton video kocak, hingga pintu UKS terbuka.
"Nadya lo ngapain disini? Bolos ya?" tanya Kevin curiga.
"Kevin ngapain lo kesini? Sono pergi! Nggak usah ikut campur urusan gue!" Nadya menatap sebal kevin.
"Kemarin aja ngomongnya aku kamu. Kenapa sekarang kasar, ketus lagi." Kevin bergumam, namun masih bisa didengar oleh Nadya.
"Apa lo bilang?" ketus Nadya.
"Gue kan cuman ingetin Nad, eum sebenarnya gue mau minta maaf, soal kejadian waktu itu." Kevin memelas, ia merasa bersalah.
"Gak usah minta maaf, gue udah ikhlas," Nadya melirik Kevin dengan sinis.
"Oke, lo mau pulang bareng siapa?" Kevin terlihat khawatir, dengan keadaan Nadya.
"Abang gue." Nadya menatap Kevin tak suka.
Sejujurnya Kevin merindukan Nadya yang dahulu selalu bucin padanya. Membuat dirinya sarapan, memanggil didinya ayang. Kevin sangat menyezali perbuatannya. Apalah daya nasi sudah menjadi bubur. Nadya terlalu sulit untuk digapai kembali.
"Gue duluan ya." pamit Nadya pada Kevin.
"Tas lo gimana Nad?" Kevin mengingatkan Nadya.
"Tolong ambilin ya Vin, pulang sekolah nanti." Nadya meminta bantuan pada Kevin.
"Iya." Kevin mengangguk setuju.
"Bye-bye." Kevin menatap kepergian Nadya.
"Maafin gue Nad, gue tahu lo kecewa sama gue. Gue harap lo jangan berubah, tetap jadi Nadya seperti dahulu." Kevin berucap dalam hatinya.
Sementara dijalan raya, Nadya menelpon abangnya yang dari tadi tak kunjung diangkat. Sampai akhirnya ... Nadya hampir tertabrak dan untungnya ia ditolong oleh seorang laki-laki.
"Iih Abang kenapa nggak angkat telpon Nadya! Nanti Nadya pulang bareng siapa?" Nadya menggerutu, sembari menghentakan kakinya.
"Ukhthy awas ada motor." seru seseorang laki-laki tak dikenal.
Nadya tak merespon sama sekali, dia asik berjalan sambil memegang handphone, seketika ia tersadar saat lski-laki tersebut mendorongnya pelan. Untung saja Nadya tidak terluka.
"Ukhthy awas, hati-hati tadi ada motor yang mau nabrak ukhty. Kalau jalan tuh fokus ukhty, jangan sambil melamun atau memainkan handhphone ... Ini bahaya," tegur sessorang laki-laki tersebut.
"Terimakasih banyak Mas. Apa kalau nggak ada Mas ini?" Nadya menangis sedikit, menatap seorang laki-laki yang menolongnya tadi tengah menunduk.
"Lain kali ukhty hati-hati, ukhty pulangnya kemana? Mau saya antarkan?" seseorang laki-laki itu bertanya dengan raut wajah khawatir. Nadya terbengong sekaligus terpesona oleh ketampanan orang itu.
Jantung Nadya berdetak sangat kencang. Nadya tak pernah seperti ini sebelumnya. Apa karena orang itu menolong Nadya? Ataukah Nadya hanya terbawa suasana.
"Ukhty kok bengong? Apa ada yang terluka?" laki-laki itu menatap Nadya tengah terbengong.
"Duh perhatian banget sih Mas-nya ini? Romantis, tapi sayang nanya kok sambil nunduk? Tapi bajunya kok kaya ustadz? Mana bilang gue ukhty lagi, gue kan bukan ukhthy!" batin Nadya sedikit kesal.
"Hallo ukhthy." Adnan melambaikan tangannya dihadapan muka Nadya.
"Oo, ya! Makasih udah mau menolong saya, nama Mas-nya siapa?" Nadya penasaran siapa sebenarnya laki-laki ini.
"Sudahlah, nanti juga ukhthy tahu sendiri nama saya, sudahlah hati-hati pulangnya ukhty." ucap seseorang laki-laki tersebut dengan tulus.
Nadya mulai kesal dengan sikap laki-lski dihadapannya. Sikapnya memang baik, sopan, tapi so jual mahal, ia tak meminta nomer ponselnya, tapi hanya ingin tahu namanya saja sangat susah.
"Yaelah, sombong sekaleh lo! Mentang-mentang pakaian ustadz diajak kenalan aja nggak mau! Maunya apa sih? Pake bilang gue ukhty segala! Denger ya Mas, gue bukan ukhty-ukhty yang bercadar. Gue punya nama, Nadya Aira Khairi! Inget itu! Terimakasih gue duluan ya Mas. Bye maksimal!" Ketus Nadya, ia pun pergi berlalu.
"Masya Allah, ada-ada saja wanita zaman sekarang."  Adnan tersenyum, seraya mengelus dadanya sabar.
Seseorang perempuan paruh baya menghampiri Adnan.
"Adnan senyum sama siapa?" tanya seseorang perempuan tersebut.
"Eh Umi tadi ada perempuan yang Adnan tolong karena hampir tertabrak. Tapi lucunya, malah nggak mau dibilang ukhthy," Adnan berterus terang soal kejadian tadi.
"Oo, gitu! Yasudah yuk ke pesantren." ajak seseorang perempuan tersebut.
"Iya Umi."
Adnan Khairi Al-Haqqi, seorang Ustadz sekaligus pemilik Pesantren Sabilunnajah Bandung, dia berusia 22 tahun. Ketampanannya melebihi Kevin Arya Diva. Adnan memiliki aura tersendiri diwajahnya dan mampu membuat siapapun terpana.

Book Comment (328)

  • avatar
    3Zyntaa

    cerita nya seru bgt🫂🙌

    19d

      0
  • avatar
    AllBang

    👍👍

    20/09

      0
  • avatar
    HiguanaMumud

    mah

    17/09

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters