logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 7

Reina berjalan ke rumah sambil menuntun sepedanya dan memasukkannya ke dalam dengan wajah lesu. Dia masih kecewa dengan sikap Aarav tadi.
Sang ibu yang melihat Reina murung seperti itu hanya diam dan tersenyum kecil. Dia melangkahkan kakinya berjalan menghampiri Reina.
"Ada apa? Kenapa wajahmu terlihat kesal?" tanyanya
Reina menatap ibunya sekilas. Dia kemudian menundukkan kepalanya.
"Ma ... Tadi Reina tidak sengaja kecelakaan," jelas Reina.
"Apa!? Bagaimana bisa? Sini duduk dulu, sambil istirahat," titah sang ibu, menyuruh anaknya untuk duduk di sampingnya di ranjang.
Reina mengangguk. Dia kemudian duduk di ranjang dan mendekat pada ibunya. Kepalanya disandarkan di bahu ibu.
Reina mengembuskan napasnya berat untuk mengatur pernapasan dan detak jantungnya yang tidak karuan agar kembali normal.
"Tadi kan Ma, ada orang ngebut. Jadi tidak sengaja nabrak Reina. Emang lukanya tidak terlalu parah, tapi dia menjengkelkan, Ma. Bukannya menolong Reina, dia malah ngasi uang...," celoteh Reina yang masih menyimpan dendam pada Aarav.
Mendengar ucapan sang anak, ibu tertawa kecil. Dia mengelus rambut gadis kecilnya itu dengan lembut.
"Sudah. Kamu jangan marah kaya gitu, dia kan sudah bertanggung jawab? Meski hanya sekedar memberi uang. Mungkin dia sedang ada urusan mendesak jadi hanya bisa menolongmu dengan memberikan uang. Karena tidak bisa mengantarmu berobat. Lagian, itukan hanya kecelakaan kecil. Dia juga sudah minta maaf bukan?" ucap ibu.
Reina menunduk.
"Nah, daripada kamu cemberut seperti ini, lebih baik sekarang kita makan bersama!" Ibu berjalan meninggalkan Reina dan mengambil sebungkus makanan. Dia pun mengajaknya makan bersama.
"Ayo buka mulutmu, biar Mama suapin.''
Reina membuka mulutnya. Dia tersenyum kecil melihat suapan makanan yang diberikan ibunya tersebut. Tanpa sadar, perasaan kesal yang tadi menggebu dalam hatinya kini mulai memudar dan hilang. Dia sudah tidak masalah lagi dengan kecelakaan tadi dan mulai memaafkan Aarav.
Sambil tersenyum menatap sang ibu, Reina berkata," Sini, Reina yang nyuapin Mama."
Ibu tersenyum kecil. Dia membiarkan Reina menyuapinya dengan kasih sayang.
***
Aarav segera memakirkan mobilnya di halaman sekolah. Jantungnya berdegup kencang. Dia benar-benar gugup dan ketakutan. Apalagi saat ini adalah jadwal pelajaran guru killer di kelas.
Dengan kaki yang gemetar, Aarav melangkahkan kakinya ke kelas dengan pelan-pelan agar tidak terdengar oleh orang-orang dan tidak ketahuan oleh sang guru.
Tapi, saat dia hendak menarik kursinya dan duduk, tiba-tiba pak guru menoleh sambil menatap Aarav dengan marah.
"Aarav," panggilnya.
Deg
Aarav memejamkan matanya. Dia terperanjat kaget mendengar namanya disebut oleh pak guru. Dengan perasaan gelisah, dia membalikkan badannya dan menundukkan tatapannya.
"I--iya, Pak?"
"Kamu tahu tidak ini jam berapa? Kenapa kamu bisa kesiangan seperti ini?'' tanya pak guru dengan nada tinggi membuat Aarav semakin gugup.
"Emm, maaf Pak. Tadi mobil saya mengalami kecelakaan, jadi sedikit terlambat," jelas Aarav.
Mendengar perkataan Aarav, pak guru itupun tertawa begitu juga dengan teman-temannya yang duduk di kursi.
"Hahaha. Mana buktinya kalau kamu kecelakaan? Sudah terlambat, bukannya minta maaf, malah nyari alasan," ujar pak guru yang tidak percaya dengan ucapan Aarav.
Aarav mengembuskan napasnya berat.
"Serius, Pak. Tadi itu---"
"Sudah, saya tidak ingin dengar penjelasanmu itu. Sekarang pergi ke lapangan. Anggap itu sebagai hukuman saya," suruh pak guru.
Aarav menunduk. Dia menjadi kesal.
Dia berbalik kemudian pergi meninggalkan kelas dan berjemur di depan tiang bendera sesuai perintah pak guru barusan. Meski dengan sedikit lesu, Aarav tetapi menjalani hukumannya dengan tanggung jawab.
***
Tiara sedang fokus belajar memerhatikan papan tulis yang bertuliskan rumus fisika dan mendengarkan penjelasan dari Bu guru tentang materi pelajaran tersebut. Saat dia iseng menolehkan kepala untuk merefresh otak akibat pelajaran yang sedikit pusing, tanpa disengaja sorot matanya menemukan seseorang pemuda yang berdiri di depan tiang bendera.
Tiara mengerutkan kening. _Seperti tidak asing, tapi siapa ya?_ tanya Tiara dalam pikirannya.
Di saat sedang merenung, pemuda itu menolehkan kepalanya dan menatap kelas Tiara sekilas.
Deg
Tiara menjadi kaget bahwa pemuda yang dia tatap saat ini ternyata adalah orang yang dia sukai alias doi nya. Namun ....
Melihat Aarav yang dihukum membuatnya menjadi heran. Tidak biasanya dia mendapat hukuman seperti ini.
"Ra," panggil Annisa. Tiara mengedipkan matanya dan menatap Annisa.
"Iya. Ada apa?"
"Ayo kerjain tugasnya! Jangan cuma ngelamun aja," tegur Annisa.
Tiara mengangguk.
"Iya iya." Annisa dan Tiara pun mengerjakan tugasnya bersama.
***
_Kring kring kring_
Bel istirahat berbunyi. Semua siswa berhamburan pergi keluar kelas. Ada yang ke kantin, ada yang ke perpustakaan, dan ada juga yang tetap berada di kelas sambil mengerjakan tugas.
Tiara menatap Aarav dari balik jendela kelas. Dia segera menutup bukunya dan berjalan menemui Aarav di lapangan sambil membawa botol minuman.
"Aarav. Ini udah istirahat. Ayo berteduh, kamu pasti kepanasan," titah Tiara sambil meminta Aarav untuk duduk di bangku yang ada pohon beringin.
Aarav menatap Tiara dingin.
"Gak perlu. Aku udah biasa," tolak Aarav.
Tiara menunduk. Dia tersenyum kecil.
"Baiklah kalau kau tidak mau duduk. Tapi minumlah ini."
Aarav mengerutkan keningnya menatap botol Aqua yang dipegang Tiara.
"Udah minum aja, kau pasti haus kan?"
Aarav hanya diam dan tersenyum. Dia hendak menolak minuman tersebut, tapi karena rasa hausnya sudah mulai menggerogoti tenggorokannya, dia sudah tidak bisa lagi berkata-kata dan langsung mengambil Aqua tersebut kemudian meminumnya.
Sedangkan Tiara hanya tersenyum menatap Aarav.
Tidak lama kemudian, Aarav segera mengembalikan botol Aqua pada Tiara.
"Nih, makasih ya," ucapnya kemudian pergi meninggalkan Tiara sendirian di lapangan.
------
Saat di kelas, Aarav sedang duduk di bangku sambil membaca buku fisika materi pelajaran kesukaannya. Seperti biasa, dia tidak pernah mau mengobrol bersama siapapun bahkan temannya dan asyik dalam dunianya sendiri.
Di saat sedang membaca, tiba-tiba suara langkah kaki membuat suasana menjadi sunyi. Para murid segera merapikan meja mereka dan duduk manis di bangku. Begitu pula dengan Aarav, dia meletakkan bukunya di meja. Sorot matanya tertuju pada sebuah sepasang sepatu yang ada di sebelah kaki pak guru.
Dia menaikkan pandangannya ke atas dan melihat ada seorang gadis. Matanya membulat sempurna saat tahu itu adalah gadis yang dia tabrak kemarin.
Aarav menunduk. Pikirannya sibuk memikirkan sesuatu.
_"Dia itu kan---"_
"Ada apa Aarav?" tanya pak Alva membuyarkan lamunan Aarav dari pikirannya. Dia spontan menggelengkan kepalanya.
"Tidak ada apa-apa, Pak."
Pak Alva hanya diam. Dia menatap gadis yang ada di sampingnya tersebut.
"Anak-anak, kenalin ini Reina, dia murid baru di sekolah ini. Mulai sekarang, dia adalah teman kalian," ujar pak Alva.
"Reina, kamu bisa memperkenalkan diri?" lanjutnya. Reina tersenyum mengangguk. Ia lalu memperkenalkan dirinya pada teman-teman barunya dan menyapanya dengan keramahannya.
Setelah itu, pak Alva meminta Reina untuk duduk di bangku belakang tepat samping Aarav.
Dengan tersenyum kecil, Reina berjalan menghampiri Aarav dan menarik kursi bangku yang ada di dekatnya. Sedangkan Aarav hanya diam, tidak menghiraukan gadis yang ada di sampingnya saat ini. Dia justru kembali membaca bukunya.
Reina mengembuskan napasnya, dia menggeleng kecil melihat sikap Aarav kemudian mengeluarkan bukunya untuk mencatat materi yang diajarkan pak Alva.
***
Saat istirahat, Aarav menghabiskan waktunya dengan makan bakso di kantin bersama Aldo. Dia mengambil sendok dan menambahkan banyak sambal ke dalam mangkoknya tersebut.
Aldo yang melihatnya menjadi heran. _Ada apa ini? Apa dia tidak kepedasan makan sambal segitu banyaknya?_ pikirnya dalam hati.
"Kau tidak kepedasan?"
Aarav menggeleng.
"Tidak kok. Aku lagi pengin aja makan pedes."
Aldo hanya diam.
"Aarav, kemarin kan kau mengalami kecelakaan, apa itu benar?" tanya Aldo penasaran.
Aarav mengembuskan napasnya berat. Dia menatap Aldo sekilas dan mengangguk pelan kemudian balik makan baksonya.
"Iya itu benar. Tapi---" ucapan Aarav terpotong saat tidak sengaja melihat Reina yang ada di depannya.
Reina tersenyum menatap Aarav dan Aldo. Dia melangkahkan kakinya dan berjalan menghampiri mereka.
"Hai," sapanya sambil tersenyum.
Aldo membalas senyumannya. "Hai juga."
Aarav yang melihat Reina ada di dekatnya menjadi semakin tidak nyaman. Dia berusaha menghindari tatapan Reina dengan menunduk sambil memakan makanannya.
"Aarav," panggil Reina. Aarav menoleh. Dia terkejut saat tahu gadis itu mengetahui namanya.
"Iya? Kenapa?"
Reina mengembuskan napasnya berat.
"Maafin aku ya, soal kemarin. Aku bukannya bermaksud---"
"Ah soal itu. Tidak masalah. Aku yang harusnya minta maaf karena telah menabrakmu," ucap Aarav dengan tersenyum kecil.
Reina mengangguk pelan.
"Tidak apa-apa. Oh ya, lihat ini! Aku bawa sesuatu buat kamu!" Reina mengeluarkan makanan dari kotak bekalnya dan memberikannya pada Aarav.
Aarav mengerutkan keningnya.
"Ini buat apa?"
"Udah makan aja. Ini masakan ibuku, kebetulan aku juga sedikit kekenyangan, jadi tidak ada salahnya kan aku berbagi sama kamu?" ujar Reina.
Aarav menunduk. Hati kecilnya kembali merasa sedih saat dia mendengar masakan ibu dari mulut gadis itu. Dengan tersenyum kecil, ia berusaha menutupi kesedihannya.
"Iya, kau benar." Reina hanya diam, dia memberikan sesuap nasi sayurnya pada Aarav, sedangkan Aarav hanya diam dan tersenyum memakan sayuran yang baru saja disuapi oleh Reina.
Aldo menatap Reina dan Aarav dengan kesal.
"Hei, apa kau hanya akan berbagi dengan dia saja? Aku juga lapar," keluh Aldo sambil memegangi perutnya.
Reina tertawa kecil. "Tentu saja kau boleh makan, ambilah."
Aldo tersenyum mengangguk. Mereka lalu memakan sayur yang diberikan Reina sembari mengobrol dan bercanda bersama. Ini untuk pertama kalinya Aarav tersenyum dengan seorang gadis. Dia tidak tahu perasaan apa yang ada di hatinya saat ini, yang dia tahu hanyalah dia benar-benar akrab dengan Reina seolah telah mengenalnya sejak lama.
****
Tiara dan Annisa sedang makan bersama di kantin. Tanpa sepengetahuan Aarav, gadis itu terus memperhatikan keakrabannya dengan Reina di pojokan dengan tatapan sedih. Hatinya menjadi panas akibat rasa cemburu. Dia menundukkan tatapannya. Tak terasa, air mata keluar membasahi pipinya membuat dadanya semakin sesak dan menangis pelan.
Melihat sahabatnya yang sedih itupun membuat Annisa berusaha menghibur nya.
"Ada apa? Mikirin dia lagi ya? Udah lupain aja. Masih banyak cowok yang lain, Kamu jangan sedih," tegur Annisa.
Tiara hanya diam. Dia masih merasa sedih. Rasa cemburunya pada Reina membuat perasaannya semakin tidak nyaman dengan kehadiran gadis itu apalagi saat ia dekat dengan Aarav.
Ingin dia berlari dan menegur Reina, tapi sadar, bahwa sekarang dia bukanlah siapa-siapa Aarav dan membuatnya hanya bisa diam sambil terpaku meratapi kesedihannya.

Book Comment (34)

  • avatar
    Nia Fitriyani

    semakin penasaran untuk membacanya

    11d

      0
  • avatar
    WisnonoAgus

    cerita yang seru

    15d

      0
  • avatar
    RusmiyatiFransisca

    bagus

    04/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters